Sedang Membaca
Menelisik Wahabi (5): Pandangan KH. M. Hasyim Asy’ari dan NU
Muhammad Idris
Penulis Kolom

Peminat literatur Islam klasik dan studi pesantren

Menelisik Wahabi (5): Pandangan KH. M. Hasyim Asy’ari dan NU

D9f5a90f 239d 4f8d B9f8 8cce0f3f2172

“Pada waktu mukim di Makkah pada tahun 1920-an, Kyai Thohir sempat menyaksikan serbuan kaum Wahabi ke Makkah di bawah pimpinan Ibnu Saud melawan Syarif Husein. Menurutnya, orang-orang Wahabi sebenarnya tidak cukup kuat untuk mengalahkan Syarif Husein seandainya tidak dibantu oleh Inggris. Para penyerbu dari Timur itu merintangi ulama-ulama Ahlussunnah wal Jamaah mengadakan pengajian di sekitar Masjidil Haram, melarang membaca wirid atau melakukan aktivitas tarekat seperti membaca dan memiliki kitab “dalail khairat”, dan mengusir orang-orang yang menjalankan amalan di makam-makam suci seperti makam Nabi, makam Sahabat dan para wali serta ulama lainnya yang ada di daerah Hijaz. Bahkan, Kyai Thohir dan ayahnya seperti diusir oleh orang-orang Wahabi itu, yang padahal saat itu memang akan meninggalkan tanah suci dan pulang ke Indonesia”. (Mastuhu, dkk, 1982: 37-38)

Kutipan kisah di atas dituturkan oleh Kiai Thohir bin Abah Falak Pagentongan Bogor yang menjadi saksi bagaimana koalisi Wahabi dengan Ibnu Saud merebut Saudi Arabia di tangan Syarif Husein. Ia juga menuturkan bagaimana rintangan yang dirasakan oleh ulama-ulama Ahlussunnah wal Jamaah menghadapi rezim politik baru dengan mazhabnya: Wahabi.

Kesaksian-kesaksian di atas tidak hanya dikisahkan oleh Kiai Thohir bin Abah Falak, melainkan juga diceritakan oleh banyak kiai-kiai Nusantara yang saat itu tinggal di Mekkah. Tercatat dalam Swara Nahdlatoel Oelama terbitan 1928 (6 Dzul Qa’dah 1348 H) di mana Kiai Zubair Umar Semarang menulis surat yang menceritakan keadaan di Mekkah pada saat itu. Dalam catatan tersebut dikisahkan bagaimana ajaran-ajaran tasawuf sudah tidak boleh diajarkan di sana.

Akibat dikuasainya Haramain oleh Wahabi ini mengakibatkan kelompok ulama-ulama Ahlussunnah wal Jamaah beserta aktivitas intelektualnya di sana semakin tersingkirkan. Tak terkecuali para ulama asal Indonesia.  

Baca juga:  Pusat Studi Pesantren: Tebar Islam Ramah Melalui Pesantren

Di tahun 1926, ulama-ulama Ahlussunnah wal Jamaah di Jawa, melalui KH. Abdul Wahab Chasbullah, secara cepat merespons kondisi yang ada Mekkah. Beliau bersama para ulama lainnya mendirikan Komite Hijaz sebagai bentuk ikhtiar untuk mengajukan keberatan-keberatan atas kebijakan pemerintahan yang baru di Mekkah.  

Sejumlah data sejarah di atas menggambarkan bagaimana hubungan antara ulama-ulama Ahlussunnah wal Jamaah di Jawa, yang kemudian membentuk organisasi bernama Nahdlatul Ulama ini, dengan Wahabi di Arab Saudi. Di mana dari data ini dapat dipahami bahwa sejak awal, Wahabi melakukan banyak “intimidasi” terhadap praktik keberagamaan ulama-ulama Nahdlatul Ulama.  

Apa dan Siapa itu Wahabi?

Pada dasarnya orang-orang yang disebut Wahabi menolak disebut sebagai kelompok atau bermadzhab Wahhabi. Mereka lebih suka menyebut dirinya dengan istilah “al-Muwahhidun” atau “Ahlut-Tauhid” yang memiliki arti kelompok ahli tauhid. Penyematan Istilah Wahabi kepada kelompok mereka dilakukan oleh orang-orang di luar mereka yang merupakan nisbat kepada mereka yang mengikuti paham keagamaan Muhammad bin Ibnu Abdul Wahhab (Hamid Algar, 2011: 27-28).

Kelompok Wahabi merupakan gerakan keagamaan yang kaku. Hal ini bisa dilihat dari ajaran-ajaran keagamaan yang ada di dalamnya, terutama ihwal konsep tauhidnya. Trilogi tauhid yang berupa tawhid rububiyyah (pengakuan bahwa hanya Allah semata yang memiliki sifat rabb, penguasa dan pencipta dunia), tawhid uluhiyyah (pengakuan bahwa hanya Allah-lah Tuhan yang disembah), dan tawhid asma was-shifat (hanya membenarkan nama dan sifat Allah yang disebut dalam Al-Quran dan tidak disertai upaya untuk menafsirkan) (lebih lengkap baca dalam karya Syaikh Shalih Utsaimin berjudul Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah) .

Kekakuan mereka juga terlihat dari bagaimana mereka menilai orang lain di luar kelompoknya. Bahkan mereka tak segan-segan melabeli Muslim selain pengikut Wahhabi sebagai musyrik yang secara konsekuen wajib diperangi (Hamid Alghar, 2011:74).

Baca juga:  Konsistensi Gus Dur dan Tuan Guru Faisal

Menurut Syaikh Ahmad Zahra dalam Tarikh al-Madzahib al-islamiyah: Fi as-Syiyasah wal al-‘Aqaid (199), kelompok Wahhabi ini tidak hanya mencukupkan diri dengan dakwah, melainkan dengan menghunuskan pedang untuk memerangi kelompok lain yang berbeda dengan mereka yang mereka sebut sebagai ahlul bid’ah.

Berebut Ahlussunnah wal Jamaah

Salah satu hal yang terus “diperebutkan” oleh banyak kelompok dalam Islam adalah istilah “Ahlussunnah wal Jamaah”. Sebuah istilah yang didasarkan pada salah satu hadis Nabi tentang firqah an-najihah (kelompok dalam Islam yang akan selamat di akhirat kelak). 

Istilah ini pada akhirnya menjadi rebutan hampir oleh seluruh kelompok dalam Islam, kecuali Syiah. Sebab, belakangan istilah Ahlussunnah wal Jamaah (baca: Sunni) secara longgar seringkali disebut sebagai lawan dari Syiah. Klaim Ahlussunnah wal Jamaah pun juga terjadi diperebutkan oleh Wahhabi dan Nahdlatul Ulama. 

Syaikh Shalih Utsaimin, yang merupakan tokoh penting Wahhabi, dalam bukunya berjudul Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah, mengklaim bahwa akidah yang dianut kelompoknya adalah akidah Ahlussunnah wal Jamaah. Dalam risalah tipis ini, Syaikh Utsaimin tidak menjelaskan secara rinci bagaimana madzhab Ahlusunnah wal Jamaah. Ia hanya menjelaskan konsep trilogi tauhid: Uluhiyyah, Rububiyyah, dan Asma’ was-Shifat.

Penjelasan Syaikh Utsaimin di atas memang bukanlah sesuatu yang mengherankan. Sebab, sebagaimana diketahui secara umum, bahwa mereka menolak konsep bermadzhab (taklid), yang meskipun jika dilihat lebih dekat, mereka tetap taklid kepada Muhammad bin Abdul Wahhab, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, dan Ibnu Taimiyyah. Bahkan dalam fikih, kerap kali menyandarkan kepada pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. 

Sementara Hadratus-Syaikh Hasyim Asy’ari dalam Risalah Ahlussunnah wal Jamaah secara tegas menyatakan bahwa umat Islam di Jawa memiliki kesamaan pandangan keagamaan dan mazhab. Mereka dalam fikih mengikuti mazhab Imam Syafii, dalam akidah mengikuti mazhab Abul Hasan Al-Asy’ari, dan dalam tasawuf mengikuti Imam Ghazali dan Imam Abul Hasan Asy-Syadzili. Kemudian di tahun-tahun belakangan, masih menurut Hadratus-Syaikh, muncul segelintir kelompok yang mengikuti pandangan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Sebagian lain juga mengikuti bid’ah Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi, Ibnu Taimiyah, dan muridnya Ibnul Qayyim dan Ibnu Abdul Hadi. Mereka mengharamkan yang telah disepakati ulama atas kesunahannya seperti ziarah kubur ke makam Rasulullah saw.

Baca juga:  Pertanu: Tari Tani yang Lahir Kembali

Secara simplistik, Ahlussunnah wal Jamaah adalah kelompok yang berpegang teguh ke dalam mazhab-mazhab yang secara keilmuan diakui baik dalam bidang fikih, akidah, maupun tasawuf. Artinya, jika ada kelompok yang hanya bermazhab dalam bidang fikih dan akidah saja, tetapi menolak tasawuf, maka sudah bisa dipastikan tidak termasuk Ahlussunnah wal Jamaah.

Oleh karena itu, Wahabi bukanlah termasuk Ahlussunnah wal Jamaah. Mastuhu dkk (1974: 37-38) menulis:

Karena konotasi kesufian dengan segala pencabangannya itu, maka kaum Wahhabi di Saudi Arabia, meskupun mereka sendiri adalah penganut mazhab Hanbali yang fanatic, tidaklah dimasukkan ke dalam Ahlussunnah wal Jamaah. Sebab mereka menentang sufisme itu….. Mirip dengan pandangan kaum Wahhabi itu di Indonesia ialah golongan-golongan Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad dan lain-lain. Sehingga dalam konteksnya yang lebih khusus dan tajam perkataan Ahlussunnah wal Jamaah adalah berarti bukan Muhammadiyah dan sebangsanya itu. 

Dari uraian-uraian di atas, baik suguhan singkat data sejarah awal berdirinya Wahabi yang melakukan intimidasi kepada kelompok Ahlussunnah wal Jamaah, pandangan keagamaannya yang ekslusif dan rigid, maka semakin jelas bahwa sebenarnya penolakan Nahdlatul Ulama terhadap mereka bukan karena apa-apa, melainkan berawal dan dibuat oleh kelompok Wahabi sendiri, bukan? 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (1)
  • Pandangan tentang apa sih ahlussunnah wal jamaah tidak jelas min.. Bahkan setiap kelompok sah2 saja mengklaim diri sebagai ahlusunnah wal jamaah.

    Oooo alangkah ribetnya Islam itu …TERNYATA.

Komentari

Scroll To Top