Sedang Membaca
Damar Malam: Tradisi Malam Likuran Islam Nusantara
Muhammad Idris
Penulis Kolom

Peminat literatur Islam klasik dan studi pesantren

Damar Malam: Tradisi Malam Likuran Islam Nusantara

  • Tradisi ini dilakukan di sepertiga terakhir bulan Ramadan yang tujuannya adalah untuk menyemarakkan malam-malam ganjil di mana dalam literatur-literatur Islam.

Salah satu tradisi keagamaan (Islam) yang unik-distingtif dan masih cukup bertahan di tengah gempuran arus modernisasi adalah tradisi malam likuran di bulan Ramadan.

Tradisi malam likuran yang dimaksud di sini adalah sebuah tradisi masyarakat Islam Indonesia dalam meramaikan bulan Ramadan dengan cara menyalakan damar malam, lampu cangkok/colok, tepatnya di malam ganjil di sepertiga terakhir di bulan Ramadan.

Tidak diketahui secara persis kapan dan siapa yang memulai tradisi malam likuran ini di Nusantara. Namun, uraian Hamka (1982) mengenai penyalaan api di malam likuran adalah simbol petunjuk hidayah Islam yang diajarkan oleh Syekh ‘Ainul Yaqin atau yang lebih dikenal dengan Sunan Giri.

Pelita-pelita itu pada mulanya dipasang di Masjid Giri.

Terlepas dari belum ditemukannya data-data sejarah terkait dengan awal mula tradisi likuran ini, yang pasti, jika dilihat dari segi pelaku yang merayakan tradisi ini adalah bagian dari tradisi masyarakat Islam di Indonesia.

Tradisi ini dilakukan di sepertiga terakhir bulan Ramadan yang tujuannya adalah untuk menyemarakkan malam-malam ganjil di mana dalam literatur-literatur Islam disebutkan bahwa di malam tersebut malam yang kemuliaannya melebihi seribu malam (lailatul qadar) turun ke muka bumi.

“Menyalakan damar malam di sini sejak saya kecil sudah ada. Sebagai pertanda bahwa malam tersebut adalah malam ganjil,” tutur Akmadi (45) warga Desa Tuk Cirebon mengenang masa kecilnya.

Ragam Ekspresi Malam Likuran
Sebagai ekspresi keberislaman masyarakat Islam Nusantara, perayaan malam likuran di satu daerah di Nusantara berbeda dengan daerah lainnya. Kendati pun secara ekspresi perayaan berbeda-beda, pada hakikatnya tujuan perayaan malam likuran di beberapa daerah di Nusantara tidak berbeda; yakni meramaikan malam ganjil di bulan Ramadan.

Baca juga:  Adat Budaya Keumaweuh (1): Tradisi Masyarakat Aceh Jelang Kehamilan

Di Cirebon misalnya, selepas maghrib anak-anak kecil usia 7 tahun hingga belasan keluar rumah sambil menyalakan “damar malam” yang diletakkan di sudut-sudut rumah sambil menyanyikan yel-yel: damar malam selikure (damar malam tanggal dua puluh satu Ramadan) damar malam telulikure (damar malam tanggal dua puluh tiga), dan seterusnya.

Kegiatan menyalakan damar malam ini menjadi simbol bahwa puasa yang telah dijalani sudah beranjak ke setelah hari ke-20. Tradisi tersebut akan terus berlangsung hingga selesainya bulan puasa, namun hanya dilakukan pada setiap malam tanggal ganjil saja: malam tanggal 21, 23, 25, 27, dan malam tanggal 29.

Syahdan, tradisi yang turun temurun itu sudah ada sejak Islam masuk Cirebon. Setelah dinyalakan biasanya damar malam tersebut akan diletakkan pada sudut rumah atau sudut halaman rumah.

Damar malam adalah sejenis lentera yang terbuat dari bilahan bambu yang sudah dilumuri dengan ter/aspal atau lilin batik. Damar malam harus dinyalakan dengan hati-hati. Bila gegabah, bahan malam yang terbakar akan menetes dan bisa melukai kulit tangan. Tradisi menyalakan damar malam ini dilakukan sesudah berbuka puasa atau sesaat setelah Maghrib tiba. Damar malam itu akan padam dengan sendirinya saat memasuki waktu salat tarawih, atau selepas Isya.

Baca juga:  Ulama Rusia Dukung Kazan International Muslim Film Festival

Sedangkan di Wonogiri, sebagaimana dalam Sartono (2000:4), disebutkan bahwa tradisi perayaan di malam likuran di sana dilakukan dengan menaruh sebuah ting (lampu kecil) yang berbentuk rupa-rupa, seperti ikan, kapal, dan lain sebagainya. Banyak suara gaduh yang disebabkan bunyi petasan yang disulut, dan pada malam itu diadakan selametan.

Pada salah satu maleman dipasang meja di muka Krobongan dan ditaruh sesajen bagi para leluhur, antara lain macam-macam masakan, jadah, wajik, jenang, dan lain sebagainya. Baru maleman terakhir makanan itu diambil untuk dimakan oleh keluarga.

Sementara Nur Syam dalam penelitiannya di kawasan Pesisir Tuban mengatakan bahwa tradisi malam likuran dikenal dengan tradisi colokan, yaitu kebiasaan membuat colok yang terbuat dari kain yang ditalikan di kayu-kayu kecil yang dicelupkan ke minyak tanah dan ketika waktu magrib tiba dibakar di sudut-sudut rumah. Sayangnya tradisi ini di beberapa daerah sudah hilang dan diganti selamatan biasa di rumah-rumah. (Nur Syam, 2005: 182)

Tradisi colokan juga rutin dilakukan di desa Sambongrejo Bojonegoro. Di desa tersebut tradisi likuran dengan cara membuat lampu colok ini disebut dengan tradisi colokan malam 9.

Konon, tradisi ini merupakan bagian dari memperingati orang atau keluarga yang telah meninggal. Di samping itu tradisi colokan adalah tradisi pungkasan atau mengakhiri bulan puasa dengan menyalakan obor kecil di setiap sudut rumah.

Baca juga:  Berislam ala Melayu Petalangan di Riau

Tidak berbeda secara jauh dengan tradisi malam likuran di daerah lain seperti Cirebon, Bojonegoro, maupun Wonogiri, tradisi malam likuran di Bogor dan Jakarta juga diekspresikan dengan menerangi halaman-halaman rumah dengan lilin dan lampu minyak.

Abah Alwi (2010) menuturkan bahwa para warga, khususnya yang sudah tua, begadang semalam suntuk sambil membaca kitab suci Alquran dan berzikir. “Insya Allah kita akan mendapati malam Lailatul Qadar”, mungkin itu yang ada di benak mereka. Sedangkan, di masjid-masjid yang dikelola keturunan Arab, diadakan buka puasa bersama yang diteruskan dengan shalat Tarawih. Acara ini sudah berlangsung sejak masa kolonial.

Namun, acara tidak pernah berubah hingga kini. Seperti, malam 23 Ramadhan di Masjid Empang Bogor, dua hari kemudian di Masjid Kwitang, Jakarta Pusat.

Kemudian, berturut-turut di Masjid Al-Hawi,Condet, Jakarta Timur, Masjid Luar Batang, Jakarta Utara, dan terakhir pada malam 27 Ramadan di Masjid Zawiyah, Pekojan, Jakarta Barat.

Di kampung saya sendiri, kini, tradisi ini sudah agak jarang ditemukan. Konon, salah satu faktornya sudah susah mencari penjual damar malam. Entah di daerah lainnya?

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top