Sedang Membaca
Berkawan dengan Virus

Muhammad Abdun Nasir. Alumnus Ponpes Baitur Rahim Bungah Gresik dan Magister di Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Pegiat Halaqoh Literasi Malang Jawa Timur. Pernah menjadi Asisten dosen, dosen luar biasa, dan dosen tamu di FE Universitas Brawijaya, dan sudah lebih dari 18 tahun bekerja di perusahaan swasta yang bergerak di Sales Marketing dan sekarang menggeluti usaha properti.

Berkawan dengan Virus

1 A Coronasocialdistance

Beberapa detik setelah saya unggah siaran streaming PBNU yang menyiarkan doa bersama dan pertaubatan nasional, yang mengambil tema “Bersama Bersatu Melawan Covid” pada 9 April lalu di dinding Facebook, tiba-tiba masuk komentar. Saya langsung tengok komentar tersebut. Ternyata pengirim komentar tersebut adalah Abah Yai Muhammad Nafi, yang juga pengasuh Pesantren Mahasiswa al-Hikam Malang.

Beliau memberikan komentar, “Iki tobat kok ngelawan. Tobat itu melawan diri sendiri dan doa itu memperbaiki  komitmen kepada Tuhan.”

Di akhir kalimat, beliau menambahkan “’Ala kulli haal, kita bergabung dalam doa.

Saya tidak berani memberikan jawaban panjang, kecuali hanya “Kulo nderek abah Yai mawon.

Jawaban pendek saya tersebut sebagai konfirmasi untuk ikut mbuntut beliau yang juga ikut terlarut dalam doa. Namun, setelahnya saya jadi berpikir dan menebak-nebak apa yang dimaksud oleh beliau? Apakah komentar beliau ini diberikan sebagai koreksi atas tema yang diangkat dengan mengangkat kata kerja melawan kehadiran covid? Kira-kira maksud beliau, virus tak tampak kok dilawan.

Atas dugaan ini saya belum berani mengkonfirmasinya langsung kepada beliau. Namun, saya coba menggunakan kekuatan imajinasi saya atas kejadian yang sungguh luar biasa yang telah diakibatkan oleh kehadiran salah satu makhluk Allah yang bernama corona virus disease 19 yang lazim disingkat covid-19 ini.

Semenjak kehadirannya, virus ini telah berkelana ke hampir semua negara di dunia yang mengakibatkan banyak kematian dan menyebabkan carut marutnya tata kehidupan normal. Aktivitas petemuan secara fisik yang merupakan kondisi normal manusia sebagai makhluk sosial akhirnya harus dibatasi. Beberapa negara ada yang mengambil kebijakan lockdown, karantina wilayah, atau pembatasan sosial yang berskala besar. Kalau tidak, maka penyebaran virus ini akan semakin sporadis. Dan semakin mengancam tata kehidupan. Oleh karenanya Covid-19 ini harus dilawan.

Baca juga:  Menyoal Kemungkinan Ijtihad

Tagline melawan covid sudah menjadi umum, yang mungkin dimaksudkan untuk memberikan dorongan motivasi lebih bagi ummat manusia ini mengambil langkah preventif agar tidak tertular. Jika ditilik dari kata dasarnya yang berasal dari lawan yang bisa dimaknai sebagai musuh atau seteru, sehingga memunculkan aktivitas untuk dihadapi layaknya sebuah peperangan. Ada kesan menempatkan virus ini hanya untuk dimusnahkan saja.

Berperang melawan covid diserukan dengan memberikan bekal senjata berupa menjaga jarak, lebih banyak di rumah, jaga kebersihan dengan banyak mencuci tangan, dan memakai masker jika keluar rumah. Senjata senjata ini sebagai pertahanan dan akan terus menjadi pertahanan hingga ditemukan vaksin yang akan menghentikan laju sporadisnya penyebaran virus ini. Artinya, sebelum ditemukan vaksin, maka perlawanan ini akan tidak berhenti. Dan secara otomatis virus ini selamanya akan menjadi musuh.

Jika posisi covid ini ditukar dari lawan menjadi kawan apakah memungkinkan? Dan lawan itu diganti oleh diri kita sendiri? Dua pertanyaan tersebut akan menjadi titik awal imajinasi saya bekerja. Sebagai satu satunya makhluk Tuhan yang diberikan akal pikiran, manusia bisa menggunakan akal untuk memperhatikan dan menganilisa sesuatu guna mengetahui rahasia terpendam untuk memperoleh kesimpulan ilmiah yang menghasilkan pengetahuan dan hikmah.

Dengan memposisikan virus ini sebagai kawan maka dengan sangat mudah ia kita ajak “bekerja sama” untuk bersama menggali rahasia dibalik kemunculannya di muka bumi ini. Bekerjasama ini bukan berarti dengan santainya merangkul virus ini dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang jauh dari protokol kesehatan yang sudah disyaratkan. Namun lebih pada didapatinya posisi tenang berpikir apa dan bagaimana dampak yang telah ditimbulkan.

Baca juga:  Gelar Habib dan Sayyid, Bentuk Feodalisme?

Dengan berpikir tenang, kita bisa menemukan dampak sengkarutnya kehidupan normal yang mengakibatkan tatanan banyak aspek kehidupan ini secara drastis, sekaligus bisa menemukan cara baru yang menghasilkan tata kehidupan normal baru atau creating the new normal era.

Sebelum covid datang, banyak aktivitas pertemuan fisik secara langsung yang melibatkan masa, kini sudah tidak bisa dilakukan atau minimal dikurangi. Sebelumnya aktivitas belajar mengajar dilakukan di kelas, sekarang dilakukan melalui pembelajaran daring. Dulu orang mengaji dan berdakwah bisa berkumpul di pesantren atau masjid, sekarang diganti dengan pertemuan non fisik secara online atau cukup duduk di depan layar kaca. Dulu kalau orang mau belanja kebutuhan pokoknya bisa dengan bebas datang ke mall, sekarang bisa diganti dengan pesanan digital dan siap antar.

Dulu masih banyak orang dengan leluasa mencari nafkah untuk menyambung penghidupannya dengan tenang dan leluasa, kini sudah tidak bisa leluasa seperti dulu. Berkurangnya pertemuan fisik itu juga sama halnya dengan berkurangnya interaksi ekonomi, sehingga banyak sektor yang terdampak terutama sektor informal. Terjadi banyak pekerja dirumahkan dan pemutusan hubungan kerja secara besar besaran, sehingga membuat banyak orang miskin baru. Namun, manusia juga mencari cara untuk bekerja bersama meningkatkan kepedulian dengan memberikan bantuan kemanusiaan. Banyak lembaga dan perorangan bergerak dalam hal ini.

Baca juga:  Alquran Fiksi? Itu Polemik Lama

Apalagi dalam momen bulan Ramadhan yang banyak orang berlomba untuk fokus pada berkahnya pahala atas amal kebaikan, maka gerakan bersama meringankan beban hidup masyarakat menjadi semakin berjumlah. Bahkan banyak himbauan untuk mengeluarkan zakat lebih awal. Di ramadhan kali ini pula, memberikan kesempatan lebih banyak  keluarga untuk fokus melakukan ibadah di rumah bersama keluarga.

Setelah datangnya Covid-19, orang banyak dikejutkan lantas segera berpikir keras mencari cara baru sekaligus membentuk kembali tatanan kehidupan normal yang baru pula. Semua ini hanya bisa diwujudkan, jika kita manusia bisa melawan diri kita sendiri. Dengan bermuhasabah mencari banyak hal kekurangtepatan kita memperlakukan kehidupan ini tidak dengan semestinya. Saat Ramadan kali ini, menjadi waktu yang tepat kita mengambil banyak hikmah atas kehadiran mahluk Tuhan yang bernama Covid-19. 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top