Sedang Membaca
Cara Saya Mendapatkan Kebahagiaan Lahir Batin dengan Seni: Ikhlas Berbagi
Avatar
Penulis Kolom

Pegiat Organisasi Gerakan Membangun Nurani Bangsa

Cara Saya Mendapatkan Kebahagiaan Lahir Batin dengan Seni: Ikhlas Berbagi

Asrama Bil Qolam, Belajar Mandiri Lewat Menulis

Apakah ada orang yang tidak berbakat sebagai seniman? Saya kira, semua orang punya bakat di bidang seni, entah seni apapun yang dia sukai. Cobalah kita rehat sejenak dari segala hiruk-pikuk kesibukan, lalu lihat ke nurani yang lebih dalam. Saya kira, setiap kita punya kemampuan dan bakat tersendiri untuk berkreasi atau menciptakan sesuatu yang unik dan langka.

Entah kita mau bikin kapal-kapalan dengan kertas, entah menciptakan lirik lagu yang unik, merangkai bunga, menggambar sesuatu, berakting di depan kamera, menyenandungkan salawat atau lagu religi, menulis cerpen atau novel.  Pokoknya, apapun yang bisa menyalakan kreativitas dan menggugah jiwa, mesti hal itu dapat mendatangkan kebahagiaan batin.

Seseorang mungkin saja lebih suka bernyanyi atau melagukan ayat-ayat Alquran, sementara yang lainnya suka melukis, menulis puisi dan cerpen, menari atau melawak, sah-sah saja, apapun yang Anda sukai. Semuanya itu bernilai sebagai refleksi dan pengungkapan perasaan dalam diri.

Mungkin saja ada yang menjadikan hobi dan bakat sebagai kerja sambilan yang mendatangkan rezeki, misalnya menulis untuk Kompas, Republika, Media Indonesia, Solopos atau Litera. Meskipun, jika ingin mencari kualitas dalam berkreasi, maka Anda tak bisa menyandarkan diri bahwa honorarium seakan menjadi satu-satunya motivasi yang membuat seseorang bisa kreatif. Kita harus memahami, bahwa sangat sedikit anggaran keuangan di negeri ini yang berputar di sekitar dunia seni, intelektual maupun kebudayaan.

Karena itu, semestinya kita pintar berbagi hasil karya dan kreasi untuk mencerdaskan dan mendewasakan bangsa ini. Siapa lagi kalau bukan intelektual , jurnalis atau sastrawan yang harus ikhlas dan legawa untuk berbagi ilmu dan membangun peradaban di zaman “edan” ini. Sepenuh hati saya tekankan pada Anda agar sanggup berbagi karya secara cuma-cuma. Bukankah semakin banyak hasil-hasil kreasi yang diakses melalui platform internet, semakin bermekaran dan bersinambung, juga semakin memperkaya khazanah keilmuwan kita?

Baca juga:  Belajar dari Film Iran (8): Sinema Iran di antara Sprititualitas dan Pemberontakan

Cobalah menulis atau melukis setidaknya untuk diri sendiri. Dalam karya sastra yang ditulis orang Banten (Pikiran Orang Indonesia), kita dapat membaca detil-detil perjalanan seorang penderita skizofrenia yang mengalami kesembuhan karena menjalani terapi menulis. Menurut saya, seni memang terapi yang paling ampuh bagi penderita delusi kejiwaan di era hiper modern ini.

Bukan saja menulis puisi, tetapi juga karya sastra dalam bentuk prosa, melukis, menari maupun mendongeng. Seni memungkinkan kita melihat dunia dalam cahaya baru dan memahami diri kita sebagai bagian dari gemerlap cahaya tersebut.

Saat ini, kita sering menyaksikan orang-orang yang rela berbagi tulisan melalui jejaring internet, begitu menakjubkan dan menyegarkan hati saya. Hampir tiap pagi saya disuguhi karya-karya sastra, baik dalam bentuk cerpen maupun puisi, serta hasil-hasil analisis dalam bentuk opini dan artikel yang luar biasa daya gugah dan pukaunya, begitu menyentakkan imajinasi saya.

Saya pun akhirnya ikut-serta meluangkan waktu untuk berbagi hasil analisis yang bisa saya tuangkan untuk publik, hingga pada gilirannya bertolak-belakang dengan pundi-pundi dollar yang dihimpun orang-orang seperti Indra Kenz maupun Doni Salmanan Cs. Saya mendapat limpahan rizki dari mereka yang justru mau berbagi dengan tulus-ikhlas, menjalin silaturahmi dengan baik, hingga semakin berisi dan berisi rekening saya.

Ya, hanya dengan melemparkan karya-karya saya maupun karya orang lain. Di samping saya juga berbagi informasi dengan penulisnya tanpa ada kesepakatan kerja yang mengikat dalam bentuk apapun. Hanya soal keikhlasan dan ketulusan hati untuk saling beramal dan berbagi ilmu. Itu saja. Tak ada lain.

Ketika saya memulai kebiasaan berbagi, saya tidak pernah membayangkan bahwa beratus-ratus dan beribu-ribu orang akan mengunduh dan membaca cerpen dan opini-opini saya. Lambat laun, saya menyadari bahwa karya-karya sastra saya sepertinya cukup banyak menginspirasi orang lain. Sehingga pada gilirannya, mereka tak sungkan-sungkan untuk meminta nomor rekening atau datang langsung ke kediaman saya.

Baca juga:  M Said Budairy, dari Mendirikan PMII hingga Aktivis MUI

Sampai suatu hari, bagian security di komplek perumahan merasa heran, mengapa begitu banyak paket maupun tamu berdatangan di kediaman saya. Jawaban saya simpel saja, “Itulah efek dari berbagi. Karena, jika kita menanam satu pohon maka akan bercabang dan berbuah, hingga muncul lagi tunas-tunas baru sampai menjulang ke angkasa!”

Saya telah sampai pada kesadaran bahwa cara terbaik untuk mencapai kualitas diri adalah dengan melakukannya seikhlas mungkin. Kumpulkan opini maupun cerpen yang dapat menginspirasi dan mendewasakan rakyat. Awas, perlu hati-hati dalam memilah-milah, manakah karya-karya yang bisa menyesatkan dan menjerumuskan, dan manakah yang dapat menyegarkan imajinasi dan mendewasakan pembaca?

Pastikan bahwa Anda tidak melanggar batas-batas kebudayaan dan intelektualitas yang mengganggu pihak lain. Kalaupun Anda ingin menulis suatu karya berdasarkan hasil karya orang lain, pastikan bahwa Anda berkomunikasi dan berhubungan baik dengan penulisnya. Sehingga, perubahan atau pembaruan yang diciptakan tidak mengusik dan menganggu hasil-hasil kreasi orang lain.

Kalau ada seseorang yang komplain dan cemburu pada karya-karya Anda, biarkan “si pencemburu buta” itu disibukkan oleh pikiran dan perasaannya sendiri. Atau barangkali memang bakat dia di bidang mengusik dan mengutak-atik karya orang lain. Tak lebih dari itu. Biarkan orang-orang itu sibuk memikirkan dan mendengki Anda, siang-malam memikirkan Anda, tidur tak nyenyak miring ke kiri salah ke kanan salah. Jangan sampai Anda yang sibuk memikirkan mereka. Yang penting, Anda sudah membangun dan menciptakan benteng pengaman yang kokoh, biarpun sampai berurusan ke jalur hukum.

Baca juga:  Fenomena Gus Baha', Titik Balik Peradaban Turats Pesantren

Tetapi, apapun itu, ini adalah rekomendasi saya untuk sesama penulis. Sekali lagi, jangan sibuk pada hasil-hasil karya cipta orang lain, seburuk apapun dalam pandangan Anda. Tetapi, sibukkan diri Anda untuk menjadi kreatif, jika memang Anda ingin betul-betul berhasil, baik dalam kualitas diri maupun secara finansial.

Sebagai penutup, ada baiknya saya mengutip narasi filosofis dari sang tokoh, dalam buku Pikiran Orang Indonesia (bab 30, hal: 208) bahwa:  

jalan terbaik bagi seorang penulis adalah menata dan menyusun kembali, serta memperbaiki sesuatu yang rusak dan tidak seimbang, terutama perihal huruf dan kata-kata agar ia dapat dipahami dan dimengerti dengan baik, khususnya untuk rakyat Indonesia. Karena bagaimanapun, huruf dan kata-kata adalah ekspresi energi yang paling dominan dalam kehidupan manusia. Dan saya pun teringat kembali pernyataan Kakek Pramudya, yang suatu kali menegaskan bahwa manusia Indonesia selayaknya dapat tumbuh sebagaimana adanya secara manusiawi, dan para penguasa tidak sepatutnya memperalat dan memperdayakan mereka, tetapi justru menghargai dan membangun potensi-potensi kedewasaan meraka.

Harapan saya, setiap kita harus bisa menikmati menu yang terhidang di depan mata. Kalau Anda menikmati salah satunya, maka tak perlu merahasiakan anugerah yang sedang Anda nikmati. Kabarkan kenikmatan rasanya pada saudara-kerabat, teman, dan siapapun yang perlu ikut-serta menikmatinya. Bagikan dengan tulus-ikhlas kepada segenap bangsa ini.

Jangan ragu-ragu untuk berbagi dan bersedekah ilmu. Hasil dan kelimpahan rezekinya tidak bakal nyasar ke alamat orang lain, mesti akan datang kepada diri Anda sendiri. Kalau tidak percaya, cobalah dan mulailah dari sekarang. Karena bagaimanapun, saya sudah merasakan kenikmatan itu! (*)

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top