Hajar Al-Mishriyyah, atau di Indonesia lebih kita kenal sebagai Siti Hajar istri Nabi Ibrahim merupakan seorang putri kerajaan dari Memphis ibu Kota Mesir Kuno. Kota ini berada di sebelah barat Sungai Nil dan dibangun oleh Menes pada tahun 3000 SM.
Tetapi kehidupan Hajar berbalik 180 derajat ketika Hexos, kaum barbar dari wilayah timur Mesir menyerang kotanya. Harta benda, tanah hingga penduduk pribumi dari kerajaannya diusir oleh pasukan Hexos yang kejam. Bahkan sang ayah, yang usianya telah tua, turut menjadi korban penyerangan dari pasukan Hexos. Hingga akhirnya Hajar menjadi budak di Istana tersebut.
Tak lama kemudian, ada rombongan seseorang asing dari wilayah Kan’an menginjakkan kaki di Kerajaan tersebut. Inilah rombongan Nabi Ibrahim dan Istrinya Sarah, yang merantau karena negerinya terkena musim paceklik yang cukup parah.
Ketika memasuki wilayah Mesir, para pengawal Raja Dzalim melaporkan bahwa ada rombongan dari jauh yang memasuki wilayahnya dan ada wanita cantik di dalamnya – Sarah-. Karena tertarik dengan informasi tersebut, maka Raja tersebut memerintahkan pasukannya untuk menangkap Nabi Ibrahim dan merebut istrinya, Sarah untuk dibawa ke Istana Kerajaan.
Dari penawanan inilah, Sarah dan Hajar dipertemukan oleh Allah. Ketika di masa penahanan tersebut, Sarah banyak sekali dihibur oleh Hajar agar kuat menghadapi semua ini. mereka saling mengenal dan berbagi nasib. Hingga waktunya tiba Sarah diseret oleh pengawal Raja untuk dibawa ke kamarnya, tetapi hingga fajar tiba, sang Raja Dzalim tersebut gagal melampiaskan nafsu birahinya.
Melihat peristiwa ini, Hajar menjadi penasaran siapakah yang menjaga kesucian Sarah. Dari dialog yang terjadi maka, Sarah memperkenalkan Allah kepada Hajar. Hajar mulai berpikir, hatinya mulai goyah tak menentu, ia mulai memperbandingkan tuhannya Amon dan tuhan yang terbilang banyak sekali dengan Tuhannya Sarah, Allah.
Berkat kecerdasan dan hidayah dari Allah, pada hari itu juga Hajar menyatakan keimanannya kepada Allah, Tuhan Sarah dan Ibrahim. Kemudian ia ingin mengenal Allah dari Sarah lebih jauh lagi.
Karena kegagalan-kegagalan sang Raja dalam melampiaskan nafsunya, maka sang Raja membebaskan Sarah dan Nabi Ibrahim dari tawanannya, bahkan ia menghadiahkan Hajar sebagai budaknya untuk dibawa kembali ke Negeri Kan’an.
Nabi Ibrahim ditemani sang istri, Sarah dan budaknya, Hajar. Akhirnya sampai di Kan’an. Mereka bertiga hidup untuk berdakwah kepada seluruh umatnya agar tidak lagi menyembah berhala. Tetapi di tengah-tengah proses tersebut, Sarah merasa kesepian dan ada yang kurang dari kehidupan rumah tangganya. Yaitu hingga saat itu, ia belum bisa memberikan keturunan bagi Nabi Ibrahim.
Kemudian Sarah menyarankan kepada Nabi Ibrahim agar mengawini Hajar agar ia memperoleh keturunan. Kisah perkawinan Nabi Ibrahim ini tidak tercantum di dalam Al-Qur’an tetapi justru dikisahkan di dalam Perjanjian Lama, Kitab Kejadian, bab 16, Pasal 1-16. Meski demikian Nabi Muhammad pernah bersabda: “Apabila kalian berhasil menaklukan Mesir, perlakukanlah penduduknya dengan sebaik-baiknya. Sebab, mereka memiliki perlindungan dan pertalian darah”.
Dari perkawinan Nabi Ibrahim dan Hajar melahirkan seorang anak yaitu Nabi Ismail. Ketika Ismail lahir, Sarah turut berbahagia, akan tetapi ada rasa iri yang mengusik dihatinya atas kelebihan yang dimiliki oleh Hajar dan putranya Ismail. Kemudian menyuruh Nabi Ibrahim membawa Hajar dan Ismail kecil untuk meninggalkan rumahnya.
Dikemudian hari, Nabi Ibrahim membawa Hajar dan Ismail menuju ke daerah selatan yang dikenal dengan nama Faran (Makkah). Faran pada waktu itu merupakan negeri yang tandus, penuh gurun pasir dan kerikil. Kemudian di tengah-tengah daerah itu, Hajar dan Ismail kecil ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim.
Hajar sempat protes terhadap Nabi Ibrahim karena meninggalkan mereka di tengah-tengah padang pasir yang tandus dan kering. Akan tetapi Nabi Ibrahim menjelaskan bahwa ini merupakan perintah Allah, dan mereka akan dilindungi oleh Allah, maka Hajar menyetujuinya dan memantapkan dirinya bahwa Allah akan menjaganya.
Kemudian nabi Ibrahim mendo’akan Hajar dan Nabi Ismail:
رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ
Artinya: Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS. Ibrahim, 14: 37).
Setelah beberapa waktu Hajar dan Ismail ditinggal oleh nabi Ibrahim, mereka kehausan. Di mana saat itu, kantong air yang ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim telah habis airnya. Hajar berkeliling mencari sumber air di tengah-tengah padang tandus tersebut, lari ke sana ke mari, dari dari bukit Shafwa dan Marwah sebanyak 7 kali. Karena mengira di antara keduanya ada mata air ketika melihatnya, padahal hanyalah fatamorgana karena teriknya daerah tersebut.
Tanpa sadar, upaya pencarian Hajar terhadap air yang ia lakukan, nantinya menjadi ritual suci dari ibadah Haji (Sa’i) yang dilakukan oleh jutaan umat Muslim di seluruh dunia. Hajar akhirnya mulai kehabisan tenaga dan perlahan-lahan putus asa. Hingga akhirnya kembali kepada Ismail yang ditinggalkannya berkeliling mencari air.
Hajar yang mulai putus asa, menyerahkan segalanya kepada Allah, dan terhenyak ketika mengetahui ada mata air yang memancar dari kedua kaki anaknya, Ismail –itulah air Zamzam-. Kemudian ia cepat-cepat memberikan air tersebut kepada putranya yang tengah kehausan dan tak lupa ia bersyukur atas pertolongan Allah kepada mereka.
Selang beberapa waktu, Nabi Ibrahim mengunjungi mereka, dan menceritakan perihal kejadian yang ia dan Ismail kecil alami. Nabi Ibrahim tinggal beberapa saat di rumah yang dibangun Hajar dan Ismail dan mendapati wahyu dari Allah melalui mimpi, untuk menyembelih Ismail putra satu-satunya. Akan tetapi Hajar tak mengetahui hal itu. Justru Hajar mengetahui hal tersebut ketika Nabi Ibrahim dan Ismail pulang dengan membawa seekor kibas besar dari balik bukit Arafah, dan menceritakan segala yang dialami oleh Nabi Ibrahim perihal mimpi dan peristiwa penyembelihan itu.
Setelah beberapa waktu Nabi Ibrahim tak mengunjungi Hajar dan Ismail, maka tibalah Nabi Ibrahim datang berkunjung dan membawa risalah dari Allah untuk membangun Rumah Allah yang hancur semasa banjir Nabi Nuh.
Atas petunjuk Allah, maka ditemukanlah tempat yang dimaksud oleh Allah untuk didirikan Baitullah tersebut. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang dibantu oleh beberapa laki-laki suku Jurhum yang ikut tinggal di Makkah, mulai membangun Baitullah, dengan cara membawa batu-batu dari bukit-bukit sekitar Makkah. Kemudian ketika bangunan Ka’bah telah mencapai ketinggian tertentu, Nabi Ibrahim meletakkan Hajar Aswad yang diberikan oleh malaikat Jibril.
Ketika Nabi Ibrahim berhasil meletakkan Hajar Aswad, beliau mendengar lantunan yang memekakan telinganya berbunyi:
وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ ۙ
Artinya: Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh. (QS. Al-Hajj, 22: 27).
Hajar, wanita tangguh keturunan bangsawan Mesir, menjadi saksi hidup dari peristiwa besar tersebut. Ia mungkin tiada menyangka nantinya ada keturunannya, yaitu Nabi Muhammad, menjadi Nabi besar yang ditetapkan Allah sebagai penutup para Nabi dan menggenapi risalah agama Islam yang dibawa oleh Nabi Ibrahim.
Sumber: Nisa’ fi hayat al-Anbiya’ dan The Ka’bah, karya Fathi’ Fawzi Abdul Muthi’.