Muhammadiyah pernah menjadi ‘payung besar’ yang menaungi ideologi-ideologi pergerakan nasional. Mulai dari ideologi Islamisme, Nasionalisme, hingga Marxisme pernah menyala di dalam tungku yang sama. Bagaimana kisah? Siapa tokoh-tokohnya? Kenapa kemudian gerakan kiri mati di Muhammadiyah?
Dinamika politik di tubuh organisasi yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan ini di kemudian hari mematikan nyala api Marxisme, terutama pada masa kepemimpinan K.H. Ibrahim. Para aktivis gerakan Muhammadiyah yang berada di ‘jalur kiri’, baik atas inisiatif sendiri maupun karena dipaksa (kebijakan organisasi), perlahan-lahan memadamkan api Marxisme di tubuh Muhammadiyah.
Namun, ideologi tidak pernah mati. Sekalipun secara resmi Marxisme telah mati, tetapi bara apinya masih tetap terasa panas, membakar spirit orang-orang yang berada di jalur kiri Muhammadiyah. Bahkan, di antara mereka ada yang tetap sebagai seorang Marxis sampai akhir hayatnya.
Ada pula yang terpengaruh oleh spirit Marxisme, tetapi meninggalkan segenap atribut ‘kekirian’ untuk menggerakkan Muhammadiyah secara revolusioner. Tulisan saya, secara berseri, mengulas tokoh-tokoh generasi awal yang berada di ‘jalur kiri’ gerakan Muhammadiyah.
Melalui tulisan dan kajian tokoh, saya berikhtiar menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya kemukakan di atas. Tujuan saya menulis ini, tiada lain, ialah, menunjukkan bahwa Muhammadiyah sebetulnya cukup punya varian dalam gerakan, tidak seperti yang dipersepsikan banyak orang, termasuk kalangan Muhammadiyah sendiri bahwa organisasi keagamaan ini tunggal sepenuhnya. Saudara-saudara, sesungguhnya, jika kita telaten menelusi Muhammadiyah, tidak demikian adanya. Muhammadiyah multitradisi!
Semoga bermanfaat!