Sedang Membaca
Mengenal Kiai Maftuh, Pejuang Al-Qur’an dari Lirboyo
M. Tholhah Alfayad
Penulis Kolom

Lahir 15 Agustus 1996. Pendidikan: alumni Madrasah Hidayatul Mubtadiin, Lirboyo, Kediri. Sedang menempuh S1 Jurusan Ushuluddin Univ. Al Azhar al Syarif, Kairo, Mesir. Asal Pesantren An Nur I, Bululawang, Malang, Jawa Timur.

Mengenal Kiai Maftuh, Pejuang Al-Qur’an dari Lirboyo

Img 20200405 Wa0007

Pondok Pesantren Lirboyo di Kota Kediri adalah salah satu pesantren tua di tanah Jawa khususnya di Jawa Timur. Selain terkenal dengan kemasyhuran ilmu fikih dan ilmu alatnya (ilmu-ilmu bahasa dan sastra Arab) Pesantren Lirboyo juga cukup terkenal dengan tahfizd Al-Qur’an. Pendidikan tahfizd Al-Qur’an di Lirboyo dirintis pertama kali oleh seorang menantu Kiai Marzuki Dahlan yang bernama Maftuh Basthul Birri.

Gus Maftuh, begitu dahulu para santri menyebutnya, lahir di kota Purworejo Jawa Tengah, tahun 1948 M. Pada kisaran tahun 1961-1966 M, ia mengawali pendidikannya dengan menghafal Al-Qur’an di Pesantren Krapyak, Yogyakarta, di bawah asuhan langsung Kiai Ahmad Munawwir bin Kiai Muhammad Munawwir. Dilanjutkan dengan mengaji qiroah sab’ah kepada ulama yang usianya hanya di atasnya sedikit, Kiai Nawawi Abdul Aziz di Pondok Annur Ngrukem, Bantul Yogyakarta.

Selanjutnya pada tahun 1967-1971 M, Gus Maftuh melanjutkan pendidikan di Pesantren Lirboyo Kota Kediri. Disusul dengan melanjutkan pendidikan di Pesantren Sarang Rembang Jawa Tengah pada kisaran tahun 1971-1974 M. Selain itu, Gus Maftuh juga tercatat pernah mengaji Al-Qur’an kepada Kiai Arwani Amin di Pondok Yanbu’ al Quran di Kota Kudus Jawa Tengah. Dan Pada pada tahun 1975, Gus Maftuh menikahi putri Kyai Marzuki Dahlan yang bernama Ning Khatimatul Khair.

Gus Maftuh sendiri adalah salah seorang figur yang terkenal keluasan ilmunya dalam bidang ilmu fikih. Peran Gus Maftuh sebagai perintis LBM (Lajnah Bahstul Masail) di Lirboyo rasanya sudah cukup untuk mengakui kealiman beliau. Selain itu, beliau adalah seorang alim dalam seluruh cabangan ilmu Alquran (tafsir dan ilmunya). Beliau adalah hafizdul Qur’an dengan qira’ah sab’ah-nya, rasman wa hifzhan alias secara tulisan dan hafalan. Selain itu, beliau juga salah satu figur ulama yang sangat sederhana nan bersahaja dalam kehidupannya sehari-hari.

Baca juga:  Al-Farabi dan Karakter Pemimpin Bijak

Dengan pengalamannya belajar di berbagai pondok pesantren serta mendapatkan pengajaran dari berbagai ulama besar, tentu bukan hal sulit bagi Gus Maftuh untuk merintis pendidikan “baru” di pondok pesantren Lirboyo. Di kalangan santri Lirboyo pada era tahun 80-90 an, Gus Maftuh adalah salah satu tokoh ulama muda yang terkenal dengan ide-ide cemerlang.

Pada mulanya, Gus Maftuh merintis pendidikan Al-Qur’an untuk pertama kalinya ada di pesantren Lirboyo dengan sistem sorogan pada tahun 1977 M. Kemudian sekitar tahun 1979 M, Gus Maftuh mendirikan sebuah madrasah khusus yang bernama Madrasah Murottilil Qur’an (MMQ). Madrasah yang beliau bangun ini adalah sebuah lembaga di bawah naungan pondok pesantren Lirboyo yang khusus menangani bidang Al-Qur’an. Hingga kini, MMQ adalah salah satu unit pendidikan Lirboyo yang banyak menelurkan ulama-ulama Al-Qur’an yang handal di daerah masing-masing.

Tak hanya cukup di situ, Gus Maftuh juga merintis Lajnah Bahtsu Masa’il (LBM), sebuah lembaga yang khusus membidangi musyawarah dan kajian fikih di lingkup pondok Lirboyo. Gus Maftuh merintis LBM berawal dari musyawarah kitab fathul qarib dan kitab fathul mu’in yang beliau adakan. Rupanya, Gus Maftuh merintis LBM karena terinpirasi dari kajian musyawarah kitab kuning yang beliau temukan ketika mondok di pondok Sarang Rembang. Di antara murid Gus Maftuh yang sukses di kemudian hari dalam bidang kajian ilmu fikih adalah Kiai Azizi Hasbullah yang kini menjadi perumus Bahtsu Masa’il di tingkat PBNU.

Baca juga:  Bung Hatta dan Islam

Di masa tuanya nanti beliau lebih terkenal dengan sebutan Kiai Maftuh. Salah satu keteladanan Kiai Maftuh adalah sikapnya yang istikamah dalam mengajarkan Al-Qur’an. Terhitung dalam setiap tahunnya, masa libur mengajarkan Al-Qur’an Kiai Maftuh hanya satu hari di hari raya Idul Fithri dan satu hari di hari raya Idul Adha. Bahkan, Kiai Maftuh pun tetap mengajarkan qiroah sab’ah kepada kami semua meskipun beliau sendiri sudah tak mampu mencontohkan beberapa cara baca Al-Qur’an karena nafasnya yang kian pendek.

Di akhir sisa-sisa umurnya yang kian menua pun Kiai Maftuh tetap memaksakan diri untuk mengajarkan Al-Qur’an meskipun sekian penyakit terus menggerogoti tubuh beliau, hingga beberapa kali Kiai Maftuh terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena beberapa penyakit yang tiba-tiba kambuh.

Di samping tersohor dengan seabrek keilmuannya, kiai Maftuh juga mendapatkan pendidikan ruhaniyyah yang sangat membekas dari Gus Miek, salah satu tokoh sufi Jawa Timur yang juga pendiri jama’ah wirid “Dzikrul Ghofilin” dan jama’ah semaan Al-Qur’an “Jantiko Mantab”.

Berkat pergumulannya dengan Gus Miek inilah, Kiai Maftuh menuliskan sederet biografi para wali Allah yang disebutkan dalam tawasul jemaah Dzikrul Ghofilin di dalam kitabnya yang berjudul Manaqibul Awliya’il Khamsin.

Tentu menjadi sebuah keunikan tersendiri, di mana Kiai Maftuh tak pernah mengenyam pendidikan formal setingkat universitas tapi mampu menjadi ulama yang produktif dalam menulis. Puluhan karya Kiai Maftuh telah dicetak berkali-kali saking larisnya. Di antara karya Kiai Maftuh yang paling fenomenal adalah Fathul Mannan, sebuah karya yang paling lengkap dalam membahas ilmu tajwid dan telah banyak dipakai pedoman oleh banyak metode pengajaran Al-Qur’an.

Baca juga:  Menelisik Wahabi (14): Debat Ayat-Ayat Mutasyabihat

Di dalam perjuangannya, Kiai Maftuh sering menyuarakan pentingnya memakai Al-Qur’an Rasm Utsmani. Saking mendarah daging kecintaannya dengan dengan Rasm Utsmani, Kiai Maftuh mampu menilai sebuah Al-Qur’an ditulis dengan tulisan Rasm Utsmani yang benar atau tidak dalam sekejap saja membukanya. Di antara bukti kecintaannya terhadap Al-Quran Rasm Utsmani adalah buku karya beliau yang berjudul “Mari Memakai Alquran Rasm Ustmani” dan buku berjudul “Hidangan Segar Alquran”.

Suatu ketika beliau pernah ditawari untuk mencetak Alquran Rasm Utsmani tapi beliau tidak berkenan. Hal ini dikarenakan beliau takut perjuangannya menggalakkan Alquran Rasm Utsmani disalahpahami sebagai strategi mencari keuntungan dengan menerbitkan Alquran Rasm Utsmani.

Begitulah Kiai Maftuh, seorang ulama yang seluruh hidupnya diwakafkan untuk Al-Quran. Meskipun begitu, kisah hidupnya tak bisa diringkas dengan satu bidang ilmu saja, karena kita, sosok dan dan jejaknya begitu komplit: Al-Quran yang dirintis dari Krapyak, ilmu fikih yang dipelajari dari Sarang, dan tasawuf dengan segala lakunya yang diselami dari Gus Miek Ploso. Semuanya ada jejaknya, baik karya tulis, institusi pendidikan hingga laku kehidupan.  

Tepat pada hari Rabu tanggal 4 Desember 2019, Kiai Maftuh meninggalkan kita semua menuju kehadirat Allah, dzat yang menurunkan Al-Qur’an kepada umat manusia.

 

Kairo, 5 Februari 2020

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
7
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top