Sedang Membaca
Sisi Manusiawi Rasulullah Saw (2): Laknat Kanjeng Nabi yang Membawa Rahmat

Mahasantri Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah Situbondo dan Pengajar di PP. Salafiyah Dawuhan.

Sisi Manusiawi Rasulullah Saw (2): Laknat Kanjeng Nabi yang Membawa Rahmat

Whatsapp Image 2022 02 08 At 22.46.48

Pasukan Islam hampir saja memenangi perang Uhud. Tapi dalam sekejap menjadi berantakan. Lengkingan takbir yang mulanya menggema gagap gempita, sorak-sorai meneriaki pasukan musuh yang berlarian tunggang-langgang ketakutan seketika berubah senyap digantikan dentingan pedang musuh menyambar-nyambar.

Sorak-sorainya berubah menjadi teriakan-teriakan sadis kepanikan. Hal ini disebabkan pasukan panah melanggar perintah Rasulullah untuk menetap di atas gunung. Mereka malah berlarian turun menuju harta ghanimah yang berlimpah di bawah. Hanya segelintir sahabat yang tetap patuh pada perintah Nabi Muhammad. (Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban: 40/11)

Melihat kesempatan itu, tanpa membuang-buang waktu lagi, Khalid bin Walid sebagai panglima perang kaum musyrik, mengambil kesempatan untuk mengatur strategi serangan balik. Orang-orang musyrik akhirnya melakukan serangan balik dan membuat pasukan muslim kocar-kacir tidak karuan. Dengan posisi yang lebih menguntungkan, pasukan musyrik yang dipimpin Khalid terus menggempur pasukan kaum muslimin tanpa ampun.

Banyak yang berguguran dari pasukan muslim, hingga Nabi sendiri mengalami luka-luka bahkan gigi beliau juga ada yang tanggal dalam peperangan ini. Serangan balik yang secara tiba-tiba, berhasil membuat pasukan muslim terpukul mundur, nyali-nyali kesatrianya lenyap seketika, apa lagi saat dikabarkan Nabi Muhammad gugur.

Semenatara di tempat lain, Sayyidina Hamzah pamanda Rasulullah juga gugur sebagai syahid. Tidak hanya itu, janazahnya dengan tega dimutilasi oleh Hindun, istri Abu Sufyan, setelah Hamzah berhasil dibidik dengan tombaknya Wahsyi budak yang mengiginkan kemerdekaan dari kungkungan perbudakan.

Baca juga:  Menelisik Wahabi (1): Sejarah Singkat Muhammad ibnu Abdul Wahab

Melihat jenazah tentara muslim yang bergelimpangan, ditambah dengan kondisi Janazah pamandanya yang mengenaskan, sempat membuat Nabi Muhammad goncang mentalnya. Hatinya dirundung duka lara, kesedihan yang mendalam, kecewa dan marah kepada orang-orang yang dengan teganya memutilasi Janazah pamandanya, kecewa kepada orang yang berani melanggar perintah Nabinya hanya demi harta dunia.

Dalam kodisi seperti itu, secara naluriah kemanusiaan, siapa pun akan marah. Termasuk Nabi Muhammad. Maka memang seharusnya dimaklumi, kalau Nabi Muhammad, yang juga merupakan manusia, marah besar. Kemarahan beliau memuncak hingga memaki-maki orang-orang musyrik yang telah kejam merobek-robek anggota tubuh Hamzah. Saking marahnya, bahkan Nabi sempat ingin memaki orang-orang muslim sendiri. Dalam kitab Mirahu Labid (151/1), Syekh Nawawi Al-Bantani, menggambarkan betapa marahnya Rasulullah ketika umat muslim mengalami kekalahan. Nabi bahkan sempat mencela orang-orang kafir:

Salim bin Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwasanya Nabi Muhammad melaknat beberapa kaum lalu beliau bersabda (mencela), “Ya Allah… laknatlah Abu Sufyan. Ya Allah… laknatlah Al-Hars bin Hisyam. Ya Allah… laknatlah Shafwan bin Umayyah.”

Tidak berhenti di situ, beliau secara sepontan memaki-maki ketika melihat jenazah Hamzah yang anggota tubuhnya hancur. Nabi bersabda (memaki ingin balas dendam): “Sungguh aku akan membalas tiga puluh kali lipat kepada mereka.”

Baca juga:  Polemik Ulama dan Khalifah (6): Ahmad bin Hanbal dan Tiga Khalifah Abbasiyah

Di tempat lain, saking marahnya, Nabi juga hendak melaknat para sahabat, khususnya pasukan yang telah melanggar perintahnya karena hanya demi harta yang remeh temeh, merekalah yang menjadi biang kerok kekalahan ini. Andai saja mereka tidak melanggar maka peperangan ini dimenangkan oleh umat islam. Namun ketika hendak melaknat orang mukmin, turunlah wahyu Al-Qur’an, yakni Surah Ali Imran ayat 128. Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas:

“Nabi Muhammad hendak melaknat orang-orang muslim yang telah melanggar perintah beliau dan orang-orang yang kabur dari baris pasukan perang Uhud.”

Beliau mengalami beberapa peristiwa yang membuat kemarahan sebagai sifat kemanusiaan tidak dapat terkendalikan. Pertama, beliau telah dikhianati oleh pasukannya yang dikomandoi oleh Al-Munafik, Abdullah bin Ubay. Kedua, perintah Nabi telah dilanggar dan diabaikan oleh pasukan pemanah yang seharusnya menetap di atas gunung. Dan ketiga, pamanda beliau tidak hanya dibunuh namun juga dimutilasi, bahkan hatinya Hamzah juga diiris dan dimakan. Siapakah yang tidak akan bersedih dan sakit hati mengalami kondisi menyedihkan ini.

Apakah kemarahan dan ditegurnya Nabi mencacatkan sifat ‘ismah-nya (terjaga dari salah dan dosa)?

Pada dasarnya, Allah bukannya melarang tindakan (yang secara spontan) Nabi Muhammad. Karena hal yang mustahil seorang Nabi bertindak bertentangan dengan Allah. Imam Fakhruddin Al-Razi dalam kitabnya Mafatihu Al-Ghaib (335/8), mencoba memeberikan komentar terhadap kejanggalan ini. Beliau mengasumsikan bahwa saat Nabi Muhammad dengan sifat kemanusiaannya cenderung untuk mencela orang-orang yang telah menyakiti beliau, baik orang-orang mukmin yang telah melanggar perintah lebih-lebih orang-orang musyrik yang telah dengan ganasnya memutilasi pamanda Beliau Sayyidina Hamzah.

Baca juga:  Era Abbasiyah: Mistisme sebagai Etika Pembebasan

Maka Allah mengizinkan Nabi untuk mencela dan memaki. Dalam kondisi tertentu memaki merupakan tindakan yang secara naluri kemanusiaan tidak dapat dibendung. Sebagaiamana Allah menegaskan kebolehan ini dalam surah An-Nahl ayat 126. Kemudian Allah menegaskan kembali untuk melarang tindakan itu melalui ayat yang diturunkan agar Nabi Muhammad tetap berada dalam sifat kesempurnaan. Dengan demikian, sedikit pun sikap beliau saat itu tidak mencacati status ‘ismah Nabi karena perbuatan Nabi Muhammad secara naluriah sebagai manusi dan berdasarkan dengan izin Allah.

Akhiran, termasuk keistimewaan Nabi Muhammad adalah ketika Nabi Muhammad mencela kepada suatu kaum maka kaum yang dicela atau dimaki akan mendapat rahmat atau semacamnya, sebagaimana dituturkan oleh Syekh Sulaiman al-Jamal dalam kitabnya Hasyiah Al-Jamal (4/110). Hal ini karena berdasarkan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim. Terbukti, orang-orang yang dicela Nabi semuanya mendapatkan hidayah untuk masuk Islam, semisal Wahsyi, Hindun, Abu Sufyan dan lainnya.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top