Piala dunia Qatar 2022 sulit diprediksi. Tadi malam, Messi dan kawan-kawan mengangkat trofi bergengsi setelah menggilas habis Prancis dengan drama adu penalti. Kendatipun sesungguhnya Argentina kesulitan menghadapi Prancis lantaran sempat mengimbangi melalui hattrik gol Mbappe.
Sekali lagi, Piala Dunia tahun ini sulit diprediksi. Sebelumnya, banyak penggila bola dikagetkan tatkala Portugal tumbang di hadapan kesebelasan Maroko, yang kini menjadi tim primadona di dunia muslim khususnya, dan akhirnya Maroko dipaksa tunduk oleh Kroasia dengan skor 1-2.
Dari dua pertandingan Maroko yang memiliki performa cukup bagus walau hasilnya berbeda (menang melawan Portugal dan kalah melawan Kroasia) nyatanya tetap banyak mengundang perhatian para pengamat sepak bola sesuai perspektif masing-masing.
Termasuk Kiai Afifuddin Muhajir yang identik dengan ushul fikih, turut melontarkan opininya. Sudah barang tentu, ilmu usul fiqh yang sangat dikuasai itu menjadi tangga analisisnya. Memang, sekilas Ushul Fiqh sebagai rumpun ilmu keislaman yang fundamen itu seolah tiada relevansi sedikit pun dengan sepak bola.
Akan tetapi, Kiai Afifuddin berseloroh, “Dengan Portugal Maroko menang, dengan Kroasia mereka kalah. Di sini tidak bisa kita katakan dengan menggunakan Qiyas aulawi: dengan Maroko saja Portugal kalah, apalagi dengan Kroasia?” tandas Kiai Afifuddin Muhajir sebagaimana di ulas di unggahan Facobook pribadinya.
Qiyas Aulawi, sebagaimana yang tak bisa direalisasikan dalam memandang realitas pertandingan sepak bola antara Maroko vs Portugal dan Maroko vs Kroasia, merupakan suatu konsep usul fikih secara khusus atau dan secara umum merupakan refren/nau dalil sakunder dalam hukum Islam, Qiyas selain Alquran, Sunah, dan ijma’.
Ulama usul fikih mendefinisikan Qiyas adalah menganalogikan kasus yang tidak memiliki payung hukum dengan kasus yang memiliki payung hukum lantaran memiliki kesamaan sifat yang lebih dikenal dengan illat (reason). Dari sudut pandang kekuatan illat hukumnya qiyas diklasifikasi menjadi tiga macam; qiyas aulawi, musawi dan adna. Syekh Zakariya al-Anshari mengemukakan pengertian qiyas aulawi sebagai analogi yang reason nya meniscayakan ada hukum pada kasus cabang dan kekuatan hukumnya lebih kuat ketimbang hukum asal.
Jika qiyas aulawi diaplikasikan pada kasus Maroko vs Kroasia dan Maroko vs Portugal, maka dapat disimpulkan bahwa Portugal pasti akan kalah melawan Kroasia. Sebab, Portugal kalah melawan Maroko dan Maroko kalah melawan Kroasia. Demikian pula, Spanyol dipastikan takluk di hadapan Kroasia sebab Spanyol sudah ditelanjangi oleh Maroko sementara Kroasia menang melawan Maroko.
Akan tetapi, konsep ini tidak bisa diterapkan dalam kasus sepak bola lantaran, pertama, bola itu bundar sehingga pesepak bola memiliki ruang sama-sama mungkin untuk menang bagi setiap tim dan tentu kemungkinan menangnya bagi tiap tim tidak sama. Misalnya, tadi malam pertandingan antara Prancis melawan Argentina sama-sama mungkin untuk menang dan juara akan tetapi kemungkinan menangnya tidak sama, begitu pun pertandingan-pertandingan sepak bola lainnya.
Alasan kedua, andaikan qiyas Aulawi bisa diterapkan dalam pertandingan bola dan secara spesifik di pertandingan Maroko, maka akan memunculkan postulat yang lebih ngawur lagi, yaitu Timnas Indonesia dipastikan menang melawan Portugal dan Spanyol.
Sebab, Maroko pernah takluk kala berhadapan dengan Timnas Indonesia dengan skor tipis 1-0 sebagaimana diwartakan oleh Kompas.com pada tahun 2013 lalu. Tak mengherankan ketika Spanyol dikalahkan oleh Maroko banyak opini yang bersliweran disuruh belajar ke Timnas Indonesia sebab Indonesia pernah membekuk Maroko 1-0 melalui kaki Fandi Eko Utomo. Misalnya pernah diulas Suara.com baru-baru ini.