Hassan bin Abi sinan adalah seorang wali yang menjalani profesinya sebagai pembisnis di Bashrah. Ia juga ahli ibadah yang senantiasa menjaga salatnya. Sebagai orang yang selalu menjaga salat, Hassan bin Sinan tidak pernah merasa terganggu dengan profesi bisnisnya. Ia tetap melaksanakan salat bahkan menurut riwayat ‘Umarah bin zadan, setiapkali Hassan membuka kedainya ia selalu menghamparkan satir lalu melaksanak salat di dalam kedai.
Jika Hassan merasa ada pelanggan datang ia cepat-capat ke timbangan untuk melayani pelanggan seolah-olah Hassan sudah ada timbangan semenjak lama. Hassan berbisinis bukan semata-mata meraup keuntungan yang bersifat duniawi melainkan demi orang-orang yang miskin. Ia menjual barang dagangannya dengan harga yang murah meriah selama tidak membuatnya rugi. Dari Salam bin Abi Muthi’ diriwayatkan bahwa Hassan bin Sinan pernah berkata;
لَوْلَا الْمَسَاكِينُ مَا اتَّجَرْتُ
“Seandainya bukan demi rakyat miskin niscaya saya tidak akan berbisnis.” [Hilyatu Al-Awliya wa Thabaqatu Al-Asyfia’:115/13]
Istri Hassan bin Sinan, menghikayatkan bahwa ketika malam Hassan pulang dari kedai milikya lalu masuk rumah bersama istrinya menuju kamar tidur. Setelah itu, ia memupuk-mupuk istrinya sebagaimana seorang ibu memupuk-mupuk anaknya untuk tidur sambil lalu ia sendiri pura-pura tidur. Setelah Hassan merasa istrinya sudah tidur ia turub dari ranjangya dan keluar kamar menuju kamar mandi dan mengambil wudlu.
Lalu ia melaksanakan salat. Karena istrinya merasa ditipu, akhirnya mengejar dan mencari keberadaan Hassan. Ternyata sang suami sedang melakukan salat sebagaimana biasanya. Karena merasa kasihan keada Hassan siang bekerja malam salat sang istri memberi nasihat kepada Hassan, “Sudah berapa kali kau menyiksa dirimu sendiri? Sayangilah dirimu Itu!”
Mendengar Nasehat istrinya Hassan bangkit dan membalas, “Diamlah kamu!”
Tidak berhenti disitu, Hassan juga menggendong istrinya dan membaringkan untuk tidur seolah tidak akan bangun dari tidurnya beberapa waktu. [Hilyatu Al-Awliya wa Thabaqatu Al-Asyfiya: 117/3]
Setiap hari Hassan bin Sinan menjalani aktivitasnya seperti biasa. Suatu ketika, saat hari raya ia keluar rumah entah kemana. Seperti biasa ketika hari raya orang-orang semuanya merayakan keluar rumah, mulai dari yang kecil hingga yang sudah dewasa. Laki-laki dan perempuan semuanya merayakan hari raya tersebut sebagai ekspresi syukur kepada Tuhan pencipta.
Kemudian Hassan bin Sinan pulang karena takut ditunggu-tunggu oleh istrinya. Sampai dirumah, ia langsung mengucapkan salam. Tapi sayang, jangankan mendapat jawaban salam malahan ia disemprot dengan pertanyaan klise seorang istri pada suami.
Dari mana saja hari raya seperti ini keluar rumah? Sudah berapa banyak perempuan cantik yang kau pandang di hari raya? Ditambah pertanyaan-pertanyaan yang memojokkan dari istrinya. Akhirnya, Hassan bin Sinan membela diri dan membantah bahwa selama diperjalanan ia hanya memandang jarinya. Keadaan ini sampai ia pulang kerumahnya saking menjaga diri dari hal-hal yang dilarang oleh syari’at. Hassan berkata;
وَيْحَكِ مَا نَظَرْتُ إِلَّا فِي إِبْهَامِي مُنْذُ خَرَجْتُ مِنْ عِنْدِكِ حَتَّى رَجَعْتُ إِلَيْكِ
“Celaka kamu ini, aku tidak pernah memandang apa-apa dan siapa-siapa kecuali ibu jari-ku selama aku keluar sampai aku pulang bertemu denganmu.”
Dari riwayat Abdullah bin Muhammad Al-Zarrad dikatakan, bahwa Hassan bin Sinan keluar rumah pergi menuju tempat perayaan hari raya untuk mereayakan hari raya sebagaimana orang-orang. Setelah pulang dan ditanya macam-macam oleh istrinya, Hassan mengaku kalau ia tidak bertemu dengan siapa-siapa di tempat hari raya maupun di jalan hingga ia pulang. [Hilyatu Al-Awliya wa Thabaqatu Al-Asyfia’:115/13]