Seolah sudah menjadi ciri khas Kiai Afifudin Muhajir untuk melontarkan humor-humor renyah di tengah keseriusan kami para santri disaat asiknya belajar, menyimak materi yang disampaikan oleh beliau. Terlebih, saat itu materi usul fikih Jam’u Al-Jawami’ yang menambah kategangan dan kefokusan kami. Salah satu kesempatan kali ini beliau melontarkan humornya pada hari senin 02 Agustus 2021.
Di saat kami sedang berusaha menyerap materi yang beliau sampaikan soal definisi munasib (sifat atau illat yang relevan dengan hukumnya). Dalam hal ini, ulama usul fikih masih berbeda-beda untuk mendefinisikannya. Salah satu definisi munasib yang diajukan adalah sifat atau illat hukum yang bisa menarik kemanfaatan untuk manusia serta menolak dharar. Defenisi ini disampaikan oleh ulama muktazilah yang memberikan illat kemaslahahatan terhadap hukum-hukum Tuhan, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Fakhruddin Al-Razi dalam kitab Al-Mahsulnya.
Jalaluddin Al-Mahalli menegaskan maksud dari manfaat dan dharar. Menurutnya yang dimaksud manfaat adalah sesuatu yang enak (Al-Lazdat), yang oleh Kiai Afif diterjemahkan dengan hal-hal yang positif. Sebaliknya, Al-Mahalli mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan dharar adalah sesuatu yang tidak enak atau sesuatu yang pahit (Al-Alam), yang diartikan sebagai hal-hal yang negatif oleh beliau. Intinya, diktum-diktum hukum syari’at semuanya menarik hal-hal yang positif dan menolak hal-hal yang negatif.
Ketika itulah Kiai Afif melontarkan humornya dengan menyatakan, “Akan tetapi orang-orang saat ini lebih memilih negatif dari pada positif karena terkait dengan corona”, pungkas beliau.
Spontan kami tertawa lepas mendengar dawuh beliau, seketika pernyataan beliau membuat kami terlepas dari suasana serius menyikapi materi yang dikaji. Kami tertawa karena memahami arah konteks pembicaraan beliau tentang positif-negatif yang dimaksud dalam kitab dan dawuh beliau.
Pada biasanya, seseorang pasti menginginkan hal-hal positif dan menghindar dari sesuatu yang negatif. Akan tetapi, untuk konteks sekarang orang-orang enggan memilih positif dan justru lebih memilih negatif. Karena negatif yang dipilih oleh orang sekarang dan positif yang tidak dinginkan tersebut dalam konteks virus corona atau covid-19.
Begitulah humor-humor renyah yang terlontar dari Kiai Afifuddin disaat para santrinya dirundung situasi serius, mencekam. Sebelumnya, Kiai Afif juga melontarkan humornya yang lain. Goyunannya itu ketika pembahasan metode membantah sanggahan bagi orang yang berdiskusi.
Kiai Afifudin Muhajir mengatakan, “Seseorang yang sedang menghadapi lawan debatnya yang mengkritisi maka harus dibantah melalui metode sabr (penelitian dan kajian) bukan malah menggunakan metode shabru (bersabar!).”
Kami pun terkekeh-kekeh, mendengarnya karena meski syari’at menganjurkan untuk bersabar namun untuk konteks diskusi bukan tempatnya untuk bersabar dan menerima saja tanpa membantah untuk menguatkan argumen-argumennya. Itulah humor-humor Kiai Afif yang mampu membuat kami terlepas dari cengkraman beratnya materi yang sedang dikaji menjadi terasa ringan.