Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini mengakibatkan segala sendi kehidupan menjadi terkena dampaknya. Jutaan penduduk di negeri ini dibuat kebingungan dan kepanikan dengan adanya virus ini. Selain menginfeksi kesehatan manusia, virus ini juga menginfeksi berbagai macam sendi kehidupan manusia yang lainnya. Salah satu infeksi yang paling mematikan adalah “infeksi ekonomi”.
Infeksi ekonomi yang dimaksud adalah efek domino dari kebijakan pemerintah membatasi kegiatan masyarakat untuk mencegah penyakit ini semakin meluas. Hal ini berdampak pada masyarakat ekonomi menengah ke bawah sehingga mereka kesulitan mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Apabila hal tersebut tidak segera ditemukan solusi, dikhawatirkan akan menjadi permasalahan sosial yang cukup mengerikan.
Zakat merupakan rukun islam yang wajib dijalankan oleh semua umat islam yang mampu. Menurut UU No. 23 Tahun 2011 zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan kepada orang yang berhak menerimanya karena telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Kewajiban dalam menunaikan zakat membuktikan bahwa agama ini sangat memperhatikan kesulitan ekonomi kaum dhuafa. Di tengah kondisi pandemi seperti saat ini peran zakat akan sangat membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan.
Potensi zakat saat ini (tahun 2019) menurut BAZNAS mencapai Rp 252 Trilyun, angka yang besar apabila digunakan untuk membantu masyarakat yang terdampak langsung karena virus ini. Akan tetapi BAZNAS melaporkan hanya sekitar 8,1 trilyun yang terkumpul. Oleh karena itu, saat ini merupakan momentum yang tepat bagi umat Islam untuk segera menunaikan kewajiban zakatnnya.
Di samping sebagai kewajiban, mengeluarkan zakat pada saat ini bisa mengurangi beban saudara kita yang sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi ini. Sejatinya zakat memang dibayarkan secara tunai atau berbentuk konsumtif guna membantu manusia yang sedang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Oleh karena itu, menteri agama Fachrulrazi meminta lembaga yang bergerak dalam pengelolaan zakat untuk mengajak umat Islam yang telah memenuhi kewajiban membayar zakat mal (zakat harta) untuk menunaikannya sebelum Ramadan 1441 H. Sehingga, zakat mereka bisa segera terdistribusi kepada masyarakat yang membutuhkan secara lebih cepat.
Di sisi lain, Dr Imtiaz Ahmed Khan, seorang ahli biologi molekuler di Universitas Hamdard di Karachi, menganalogikan zakat dengan pembersihan spiritual, mengutip ungkapan Pakistan yang populer, “Paisa haath ki meil hai” (Uang itu seperti kotoran di tangan seseorang). “Zakat menghilangkan kotoran dari harta benda,” kata Dr Khan.
“Saya bertanggung jawab jika ada tetangga saya yang tidur dengan rasa lapar. Bagaimana bisa saya memiliki dapur yang terlalu banyak menimbun makanan sementara salah satu tetangga saya membutuhkan makan. Oleh karena itu seharusnya para ulama, pemerintah, tokoh masyarakat, para penggiat zakat secara gencar dan terus menerus mensosialisasikan gerakan kewajiban membayar zakat untuk membantu saudaranya yang sedang dilanda kesulitan ekonomi akibat terdampak pandemi ini.”
Selain zakat, di dalam Islam terdapat anjuran yang mulia untuk dilaksanakan yaitu infak dan sedekah. Berbeda dengan zakat, infaq dan sedekah merupakan ibadah sunnah untuk dilaksanakan. Menjelang bulan Ramadan ini biasanya masyarakat berlomba-lomba untuk mengeluarkan infak dan sedekahnya berupa materi maupun non materi. Untuk kegiatan materi misalnya seperti memberikan takjil untuk buka bersama, menyiapkan makanan untuk tadarussan, sahur on the road, budaya megengan, syukuran pada malam-malam lailatul qodar, peringatan nuzulul qur’an dan acara-acara yang lainya.
Dalam kondisi seperti ini alangkah lebih baik untuk memodifikasi infak dan sedekahnya menjadi pemberian sembako maupun kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat miskin. Hal ini senada dengan himbauan pemerintah agar tidak menciptakan kerumunan di bulan suci Ramadan.
Selain sedekah materi, masyarakat dianjurkan juga untuk melakukan sedekah non materi, seperti sumbangan tenaga dan pikirannya. Hal ini bisa ditunjukkan dengan cara ikut mengelola hasil infak dan sedekah seperti mendata, menghimpun dan mendistribusikan infak dan sedekah dari hasil modifikasi di atas. Agar tidak menciptakan kerumunan, panitia Ramadan di lingkungan masing-masing bisa mendata, menghimpun dan mendistribusikan dana infak dan sedekah secara door to door.
Cara pengelolaan infak dan sedekah pada bulan Ramadan seperti ini dinilai akan efektif membantu saudara kita untuk terus bisa menyambung hidupnya. Memang secara hukum penulis belum menemukan apa hukumnya memodifikasi tradisi seperti di atas menjadi pembagian sembako atau kebutuhan lainnya. Akan tetapi di Negara Mesir Kementerian Awqaf di Mesir yang bertanggungjawab atas semua institut keagamaan telah melarang praktik berbuka puasa bersama dan pembagian sedekah di area masjid.
“Kami mengimbau semua pihak yang biasa mengadakan acara berbuka puasa bersama agar memberikan makanan dan uang langsung kepada kaum miskin tahun ini,” dengan melihat kebijakan kementerian awqah Mesir, bisa dijadikan contoh untuk memodifikasi tradisi infak dan sedekah Ramadan di negeri ini.
Di tengah situasi saat ini, di mana masyarakat dihadapkan pada wabah virus Corona, umat Islam harus memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Salah satunya dengan menunaikan zakat, memperbanyak infak dan sedekah. Allah Swt berfirman: Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan.” (QS. Al-Balad: 11-14).
Di masa pandemi ini, zakat infak dan sedekah selayaknya harus dikelola untuk “dimodifikasi” membantu masyarakat yang terdampak oleh virus ini. Oleh Karena itu melihat potensi zakat infak dan sedekah yang begitu besar, lembaga amil, pemerintah dan masyarakat muslim harus saling bersama- sama untuk mengelola “ibadah Hablumminannas” ini, guna membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan.