Sedang Membaca
Obituari: Karel Steebrink (1942-2021)
Avatar
Penulis Kolom

Rektor UIN Antasari, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Obituari: Karel Steebrink (1942-2021)

Fb Img 1629859311775

Sungguh terkejut ketika tadi pagi saya membaca status guru saya, Martin van Bruinessen, bahwa Karel A. Steenbrink telah wafat pada Ahad, 22 Agustus 2021 kemarin. Beberapa bulan silam, saya mendengar dari seorang kawan di Perancis bahwa Steenbrink tengah berjuang melawan kanker. Namun, dia tampaknya masih tetap bisa bertahan. Terakhir saya dengar bahwa dia ikut berbicara dalam acara daring mengenang wafatnya Daniel Dhakidae.

Steenbrink adalah guru banyak orang Indonesia. Dia pernah mengajar di IAIN Jakarta (1981-1984) dan IAIN Yogyakarta (1984-1988). Dia juga memiliki hubungan yang luas dengan tokoh-tokoh Katolik dan Protestan di Indonesia. Karena itu, tentu banyak orang yang merasa kehilangan dengan kepergiannya.

Bagi saya pribadi, Steenbrink adalah guru yang membimbing saya bersama Martin van Bruinessen dalam menulis disertasi ketika S-3 di Belanda (2001-2006). Dari segi silsilah guru-murid, Steenbrink sebenarnya juga adalah guru dari guru saya, yaitu Alfani Daud. Ketika menulis disertasinya tentang Islam di Masyarakat Banjar, Alfani bahkan sempat tinggal di rumah Steenbrink, di Yogyakarta. Jadi saya merasa seperti ‘anak kecil’ yang dibimbing tokoh besar. Jauh sebelum bertemu, saya sudah membaca karya-karya Steenbrink seperti Pesantren, Madrasah dan Sekolah; Beberapa Aspek Islam di Indonesia Abad ke-19; Teologi Kristen Modern dan lain-lain. Tulisannya mudah dicerna, dan kadangkala pernyatannya mengejutkan.

Namun, mengenalnya melalui tulisan tentu tidak sama dengan mengenalnya secara langsung. Ketika saya berjumpa dengannya pertama kali di rumahnya, di kawasan Utrecht University, terasa sekali sikapnya yang ramah dan ‘kebapakan’, sikap yang juga dimiliki isterinya, Paule. Saya dijamu makan-minum, diajak melihat ruang kerjanya dan berdiskusi. Apabila ada bahan bacaan yang diperlukan, dia siap membantu mencarikan. Dia juga yang menghubungkan saya dengan tokoh-tokoh Katolik dan Protestan di Indonesia dan Belanda untuk keperluan riset saya, sehingga saya tidak perlu susah payah mengenalkan diri. Untuk konsultasi draft disertasi, saya biasanya datang mengunjunginya ke kantornya di Utrecht. Konsultasi biasanya berlangsung sekitar 1 sampai 2 jam, diakhiri makan siang di kantin kampus. Dan Steenbrink yang pemurah itu selalu mentraktir muridnya!

Baca juga:  Adu Jotos Habib dan Petugas Satpol PP di Surga*

Pada saat promosi doktor saya di Aula Utrecht University, 15 September 2006 silam, Steenbrink membacakan syair yang ditulisnya khusus untuk saya:

Dua ratus tahun telah lari
Sejak Syekh besar Arsyad al-Banjari
Kembali dari Mekkah: ilmu dia mencari
Hari ini hormat kami bagi Syekh Muda Mujib al-Banjari

Mujiburrahman sudah doktor fiddin
Isteri dan anak dia bawa ke tanah orang lain
Dari mereka dia dapat izin
Asal tetap minal mu’minin

Isteri dan anak sukses dalam integrasi
Dalam belajar bahasa Belanda mereka prestasi
Mujib hanya satu hal konsentrasi
Supaya naskah ilmiah menjadi publikasi

Kristen dan Muslim sudah masuk satu buku
Walaupun hubungan mereka cuku kaku
Dan sering relasi dingin beku
Biarlah! Kata Mujib: Doktor Aku!

Dalam meneliti bidang ini yang cukup sukar
Mujib akrab dengan bodoh, terpelajar
Dengan ulama, pastor sampai Pendeta Jan Sihar
Ya, patut kita memuji doktor muda dari Banjar

Meskipun saya sudah tamat kuliah, hubungan saya dengan Steenbrink, sebagaimana juga dengan Martin van Burinessen, terus terjalin. Meskipun sudah pensiun, Steenbrink tetap aktif meneliti dan menulis. Dia juga dengan murah hati mengirimi saya karya-karyanya yang terbaru seperti The Jesus Verses of the Qur’an dan Catholics in Independent Indonesia (1945-2010). Ketika pada 2008 saya menerbitkan buku Mengindonesiakan Islam: Representasi dan Ideologi, Steenbrink bersedia menulis Kata Pengantar untuk buku itu. Kelak pada 2017, ketika bukunya tentang sejarah hubungan Islam Indonesia dan Belanda mau diterbitkan ulang, dia balik meminta saya untuk menulis Kata Pengantar. Buku berjudul Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia (1596-1942) yang diterbitkan Gading ini sebenarnya sudah diberi pengantar oleh Aqib Suminto dan Azyumardi Azra untuk edisi pertama terbitan Mizan. Karena itu, pengantar yang saya tulis lebih fokus pada biografi Steenbrink dengan judul “Pergumulan Intelektual Karel A. Steenbrink: Sebuah Pengantar”. Kemudian tak saya sangka, Steenbrink mau menerjemahkan artikel saya tentang Nabi Ayub ke bahasa Belanda, yang diterbitkan di majalah lintas agama yang diasuhnya: Begrip Moslims-Christenen.

Baca juga:  Pelopor Modernisasi Pendidikan Islam (4); Muhammad Iqbal

Pada Oktober 2018 silam, Steenbrink dan isterinya berlibur ke Indonesia. Saya kemudian mengundangnya untuk datang ke Banjarmasin, memberikan kuliah umum di UIN Antasari sekaligus jalan-jalan. Saya dan isteri sempat menemani mereka ke pasar terapung, naik kelotok menyusuri sungai dan sarapan di Soto Bang Amat. Kami juga mengunjungi Masjid Sultan Suriansyah dan Museum Lambung Mangkurat. Malam hari, kami juga mengundangnya ke rumah. Tak menyangka, itulah kali terakhir kami bertemu langsung dengannya.

Sebagai seorang Professor, Steenbrink telah meninggalkan dua warisan berharga: karya-karya ilmiah yang berbobot dan murid-murid yang tersebar di berbagai tempat. Selain itu, dia juga aktif membangun hubungan harmonis antar agama, khususnya di Belanda. Sembari mengenang kebaikan-kebaikannya, sebagai balasan atas syair yang ditulisnya untuk saya, berikut syair yang saya gubah bersama isteri untuknya, yang telah diterbitkan di kata pengantar saya untuk bukunya di atas:

Karel Steenbrink orang besar
Anak kesepuluh dari keluarga besar
Dia membuat karya-karya besar
Gara-gara ke Indonesia dia kesasar

Dunia Islam dan Kristen dia jembatani
Dari seminari hingga menjadi santri
Jawa, Sumatra, Ambon sampai Nusa Tenggara dia datangi
Semua untuk mencari ilmu dan mengabdi

Steenbrink bukan sarjana menara gading
Masalah antar-agama dia turut berunding
Di Belanda dan Indonesia dia pontang panting
Didukung isterinya yang selalu menggandeng

Baca juga:  Wasiat Terakhir Gus Sholah untuk NU

Semoga damai menyelimutimu di alam sana!

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top