Sedang menyelesaikan studi di bidang Optik, Karlsruher Institut fur Technologie (KIT), Jerman. Aktif di PCI NU Jerman.

Muslim dan Dunia Sains (1): Al-Kindi, Sang Pionir Ilmu Optika

Whatsapp Image 2020 06 23 At 5.55.02 Pm

Bagi sebagian orang, ilmu optika adalah sesuatu yang terdengar cukup asing. Tentu tak dapat dikatakan bahwa ia asing seluruhnya, sebab banyak yang sudah paham bila kacamata dan lensa adalah aplikasi ilmu optika. Meski, ilmu yang berinduk kepada ilmu Fisika ini sesungguhnya memiliki aplikasi yang lebih luas dari sekadar keduanya.

Optika pada dasarnya adalah sebuah cabang ilmu Fisika yang yang mempelajari secara lebih mendalam segala fenomena, perilaku, dan sifat-sifat cahaya, termasuk interaksinya dengan berbagai macam benda dan bagaimana cara mendeteksinya.

Ilmuwan muslim yang dikenal cukup dini bersentuhan dengan ilmu optika ialah Abu Yusuf Yaqub bin Ishak al-Sabbah al-Kindi (801-873). Ia adalah seorang filsuf besar pada era keemasan Islam.

Al-Kindi lahir di Kufah-Irak, yang pada saat itu menjadi pusat kemajuan bangsa Arab. Ayahnya adalah gubernur Kufah, demikian pula kakeknya yang menjabat sebelum ayahnya. Mereka semua adalah bagian dari suku Kindah yang berasal dari Arab Selatan [2].

Al-Kindi pindah ke Baghdad untuk meneruskan pendidikannya. Setelahnya, ia menjadi lebih dikenal sebab mendapatkan beasiswa dari khalifah al-Ma’mun yang sedang membangun Baitul Hikmah [3]. Al-Ma’mun diketahui sebagai pendukung utama proyek penerjemahan banyak literatur asal Yunani khususnya dalam bidang filsafat dan sains.

Baca juga:  Ingin Kuberi Nama Cucuku: Hypatia

Bersama al-Khawarizmi, dan Ibnu Musa bersaudara, al-Kindi ditunjuk oleh sang khalifah untuk menjalankan proyek besar ini [4]. Dikemudian hari al-Kindi kehilangan dukungan dari khalifah al-Wathiq dan juga al-Mutawakkil yang secara berurutan menggantikan khalifah al-Ma’mun. Sebagian percaya bila hal ini disebabkan oleh persaingan Ibnu Musa bersaudara. Selain dikenal sebagai seorang filsuf besar, al-Kindi juga ahli dalam bidang matematika dan sains. 

1 Al Kindi
Satu halaman manuskrip “De radiis stellarum” oleh Al-Kindi. Dikutip oleh Muhammad Rodlin Billah dari Wikipedia via Cambridge, Trinity College Library, Medieval manuscripts, MS R.15.17 (937)

 

Pionir Ilmu Optika

Didukung dengan melimpahnya fasilitas Baitul Hikmah seperti melimpahnya koleksi manuskrip serta berbagai observatorium, al-Kindi banyak menerjemahkan karya-karya Aristoteles, Plato, dan Euclid dari bahaya Yunani ke bahasa Arab. Merekalah yang memberikan banyak inspirasi pada pemikiran al-Kindi. Meski demikian, al-Kindi tidak sekadar menerjemahkan karya para raksasa Yunani tersebut, melainkan ia juga memperbaiki terjemahan karya orang lain, menambahkan banyak catatan samping dan ide-idenya sendiri. 

Melalui berbagai karyanya, al-Kindi berusaha untuk menunjukkan bila ilmu filsafat sesungguhnya dapat berjalan beriringan dengan prinsip-prinsip Islam. Hal inilah yang dikemudian hari menginspirasi filsuf muslim besar berikutnya seperti Abdullah ibnu Sina (Avicenna) dan Ibnu Rusyd (Averroes). Sebagian kalangan sajrana bahkan berpendapat bahwa munculnya filsuf besar seperti al-Farabi dan al-Ghazali tidaklah mungkin tanpa melalui karya-karya al-Kindi [5]. 

Lebih jauh lagi, sebagian kalangan percaya bila al-Kindi adalah orang pertama yang mendalami ilmu optika dan teori penglihatan secara serius. Satu faktor penyebab munculnya pandangan ini ialah karya-karyanya, bersama karya Ibnu Haytham (Alhazen), menghasilkan dampak yang kuat pada dunia Islam dan Barat di zaman pertengahan. Al-Kindi diketahui sebagai penerus “madzhab” Euclidean, yang mengatakan fenomena optika seperti penglihatan, pemantulan, pembiasan, dan lensa/kaca cembung-cekung dapat dijelaskan dengan konstruksi geometrinya.

Baca juga:  Kenapa Santri Tidak Menguasai Sains, padahal di Kitab Kuning Melimpah?

Kontribusi al-Kindi dalam ilmu optika antara lain ialah kritiknya atas penjelasan Anthemius tentang sebuah cermin yang dapat digunakan untuk membakar sebuah objek [3]. Al-Kindi segera memprotes Anthemius bahwa semestinya ia tidak hanya memberitahu bagaimana cara membuat cermin semacam itu, melainkan juga menjelaskan bagaimana hubungan antara cermin tersebut dan jarak objek yang terbakar. Inilah yang dikemudian hari dijelaskan secara empiris oleh al-Kindi. Mengagumkan!

Pemikiran-pemikiran al-Kindi diteruskan oleh al-Razi dan al-Farbi meski keduanya menyatakan ketaksetujuan terhadap teori extramission, yaitu pemancancaran cahaya dari mata untuk dapat melihat sebuah objek. Teori yang dipopulerkan oleh Euclid dan didukung oleh al-Kindi ini tentu saja dipatahkan oleh teori intromission dimana persepsi visual oleh mata diakibatkan oleh adanya pemantulan cahaya terlihat (visible spectrum) oleh objek-objek disekitar kita. Hal ini sejalan hingga pemahaman kita hari ini.

Sebagaimana banyak ilmuwan di masa lampau yang memiliki kecerdasan dalam berbagai bidang, tak terkecuali juga al-Kindi. Selain filsafat dan optika, ia juga menghasilkan banyak karya dalam bidang astronomi, kedokteran, kimia, matematika, kriptografi, meteorologi, dan musik.

Referensi:

  1. MD Al-Amri, Optics in our time (Swiss, 2016)
  2. N Atiyeh, Al-Kindi: The philosopher of the Arabs (Karachi, 1966)
  3. JJ O’Connor dan EF Robertson, Abu Yusuf Yaqub ibn Ishaq al-Sabbah Al-Kindi (Skotlandia, 1999)
  4. AA al’Daffa, The Muslim contribution to mathematics (London, 1978)
  5. P Adamson, Al-Kindī and the reception of Greek philosophy (Cambridge, 2006)
Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top