Sedang Membaca
Panduan Mencintai Nabi Muhammad Menurut KH. M. Hasyim Asy’ari
Mohammad Rifki
Penulis Kolom

Mohammad Rifki, lahir di Sumenep 23 November 1991. Sempat nyantri di PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Kini tinggal di Sumenep Madura.

Panduan Mencintai Nabi Muhammad Menurut KH. M. Hasyim Asy’ari

Bagi setiap umat Islam mencintai Nabi Muhammad Saw merupakan suatu hal yang mutlak. Sebab, melalui beliau umat Islam terbebas lepas dari dunia kegelapan menuju cahaya: dunia iman dan ilmu. Walau pun sering kali memicu perdebatan pada tataran pegungkapan ekspresi kecintaan dimaksud.

Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari menulis sebuah buku atau kitab berjudul al-Nùrul Mubìn fì Mahabbati Sayyid al-Mursalin (Cahaya yang Terang tentang Kecintaan Pada Utusan Tuhan, Muhammad saw) Menurut Zuhairi Misrawi, buku ini merupakan salah satu kado yang dihadiahkan kepada murid dan pengikut Kiai Hasyim, agar senantiasa mencintai Nabi Muhammad saw.

Bagaimana memupuk rasa cinta pada Nabi Muhammad saw agar terus bergelora? Akan hal ini Kiai Hasyim menggarisbawahi pentingnya iman terhadap kehadiran Muhammad saw sebagai nabi dan utusan Tuhan. Termasuk di dalamnya adalah meyakini kerasulan dan kenabian Muhammad saw , termasuk di dalamnya segala ajaran yang diwahyukan Allah Swt dan hadis-hadisnya.

Keyakinan tersebut tidak hanya dimanifestasikan dalam hati, melainkan harus diekspresikan dalam ucapan dan diimplementasikan dalam bentuk tindakan. Sebab, hanya dengan meyakini kenabian serta kerasulan Muhammad saw inilah yang menjadi barometer terhadap sempurna tidaknya seorang muslim.

Mentaati segala pesan dan ajaran yang dibawa Muhammad saw tidaklah sia-sia. Menurut Kiai Hasyim, mentaati Nabi pada hakiknya adalah taat terhadap Allah Swt. Sebab, Nabi tidak lain adalah utusan Allah Swt dan tidak memerintahkan maupun melarang sesuatu kecuali atas izin Allah Swt.

Baca juga:  Ihwal Tren Menghafal Alquran

Tidak sedikit ayat di dalam Alquran yang memerintahkan kepada umat Muslim untuk mentaati Muhammad saw. Seperti dalam surah an-Nisa 4:64: “Dan kami tidak mengutus seorang utusan kecuali untuk ditaati dengan izin Allah Swt”. Bahkan, kecintaan Allah Swt terhadap makhluknya diukur dengan sejauh mana ketaatannya kepada Muhammad saw. “Katakanlah jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya kalian akan dicintai Allah SWT” (QS. Ali Imran 3:31).

Ayat Alquran seperti tersebut di atas merupakan penegasan bahwa kecintaan terhadap Allah Swt harus disertai dengan ketaatan terhadap risala Muhammad saw. Karena itu, redaksi dari kalimat syahadat adalah “Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah Swt dan Muhammad saw adalah utusan-Nya”.

Testimoni demikian merupakan hal utama yang harus tumbuh dalam sanubari setiap Muslim, sebelum melakukan ibadah lainnya, seperti salat, puasa, zakat, dan ibadah haji. Semua ibadah akan tiada guna (tak bernilai) bila tidak dibangun di atas pondasi tertimoni tersebut, yakni keyakinan akan ketauhidan dan kerasulan.

Mengikuti sunah Muhammad saw, menurut Kiai Hasyim dengan merujuk pada Sahl al-Tustari, ada tiga hal penting yang harus dilakukan seorang Muslim. Pertama, meneladani akhlak dan perbuatan Nabi. Akhlak Nabi sepatutnya menjadi pegangan bagi seorang muslim dalam menjalani hidup sehari-hari. Karena seperti disampaikan Siti Aisyah, bahwa akhlak Nabi pada hakikatnya Alquran itu sendiri.

Baca juga:  Percepatan Transformasi Digital NU

Kedua, makan atau menjauhi rezeki yang tidak halal. Dengan hal ini, seorang Muslim diharapkan mempunyai etos kerja tinggi untuk mencapai kebahagiaan hidup, baik di dunia lebih-lebih kelak di akhirat. Dorongan moralitas yang luhur ini tampaknya masih jauh panggang dari api. Karena tidak sedikit yang bertahan hidup dari hasil memopoli dan mengeksploitasi hak orang banyak demi isi perut pribadi atau kelompok. Jika masih demikian, maka hal tersebut telah mengingkari ajaran Muhammad saw.

Ketiga, niat tulus dalam melakukan setiap pekerjaan. Niat atau positive thinking dalam istilah psikologi modern, mempunyai kedudukan yang sentral dalam Islam. Bernilai tidaknya bergantung kepada niat yang dijadikan titik pijak sebelum memulai perbuatan. Seperti salah satu hadis saat peristiwa hijrahnya Nabi dari Mekkah ke Madina.

“Sesungguhnya amal perbuatan amat tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mencapai sesuatu sesuai dengan niatnya. Barang siapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (akan diterima) sebagai hijrah karena Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya, barang siapa yang niat hijrahnya karena mencari dunia atau perempuan yang hendak dinikahinya, maka ia akan mendapatkan sesuai yang diniatkan (karena dunia atau perempuan)”. (HR. Bukhari-Muslim).

Selain itu, Kiai Hasyim dalam al-Nurul Mubìn, sebagaimana diurai Zuhairi Misrawi juga memaparkan beberapa indikasi bahwa seorang benar-benar mencintai Muhammad saw. Pertama, mengimplementasikab sunnah Nabi, termasuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya. Kedua, memperbanyak zikir untuk mengingat Nabi. Alquran telah menegaskan bahwa yang bershalawat kepada beliau bukan hanya manusia, tetapi Allah Swt dab malaikat juga menghaturkan shalawat dan salah. Masihkah risih jika di setiap langgar, masjid, lembaga pendidikan shalawat selalu digemakan? Bahkan, di kalangan sufi pelafalan shalawat dijadikan media dalam rangkan menjalin komunikasi dengan Nabi.

Baca juga:  Najmuddin at-Thufi Menyoal Otoritas Teks dan Kemaslahatan

Ketiga, mencintai orang-orang yang dicintai oleh Muhammad saw, yaitu para keluarga, ahlulbait, para sahabat, baik muhajirin maupun ansar. Seperti diisyaratkan Nabi dalam salah satu sabdanya bahwa betapa beliau mencintai kedua cucunya, yakni Hasan dan Husein. Keempat, meninggalkan hal-hal yang dibenci dan dilarang Tuhan. Seperti larangan menghilangkan nyawa seseorang dan berzina.

Kelima, gemar membaca Alquran, memahami isi dan berakhlak sebagaimana akhlak yang dianjurkan Alquran. Sebab kitab suci Alquran merupakan panduan utama umat Muslim di dalam mengarungi lika-liku kehidupan. Keenam, mencintai sesama sebagaimana diteladankan oleh Muhammad saw. Selama hidupnya Nabi tidak pernah bersikap kasar atau menebar kebencian, sekalipun itu terhadap orang yang beda keyakinan.

Ala kulli hal, pada momentum maulid kali ini semoga dapat terus memupuk kecintaan kita terhadap Nabi Muhammad saw. Dan mengaktualisasikan laku hidupnya, yaitu sebagai rahmah bagi semesta alam. Wallahu ‘alam. (Dinukil-ringkaskan dari buku “Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan”, Zuhairi Misrawi 2010)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top