Sedang Membaca
Islam Agama Kesimpulan

Peneliti di Research Center for Biology, Indonesian Institute of Scienties

Islam Agama Kesimpulan

Dalam tradisi akademik, setiap tulisan ilmiah dipastikan ada kesimpulan. Yakni satu bagian dalam tubuh tulisan yang membicarakan jawaban atas uraian permasalahan yang dikaji.

Kesimpulan juga berarti pokok-pokok pikiran yang ada dalam suatu karya ilmiah yang ditulis seorang ilmuwan. Ditulis di bagian akhir artikel ilmiah.

Kesimpulan adalah sintesa dari berbagai teori yang dikemukakan oleh penulis. Di kesimpulan tawaran pemikiran baru dari penulis disuguhkan, sebagai alternatif solusi dari pemikiran sebelumnya.

Agama Islam sebagai Kesimpulan

Sebagai Nabi terakhir yang diutus Tuhan, Nabi Muhammad harus bisa memilah doktrin maupun ritual dari misi nabi-nabi sebelumnya. Nabi Muhammad menyulam dan merajut doktrin-doktrin serta ritual yang dipercayai dan dilakukan oleh ummat sebelumnya, dengan memberikan nuansa baru dari doktrin maupun ritual tersebut.

Doktrin ke-Esa-an Tuhan, misalnya adalah misi semua Nabi. Setiap nabi mengajarkan mengenai pentingnya Tuhan sebagai fondasi keimanan. Dari Nabi Adam sampai Nabi Isa mengajarkan dan membina keimanan ummatnya. Jejak ketauhidan tersebut direkam oleh Allah dalam kitab suci. Bahkan ketika Nabi Muhamamd lahir pun, orang-orang yang masih memiliki keimanan lama disebut, baik dengan istilah agama hanif untuk menyebut keyakinan Nabi Ibrahim atau sebutan-sebutan lainnya.

Lalu, apa yang membedakannya?

Nabi Muhammad membina umatnya dengan dua kalimat syahadat.

Dalam ritual agama Islam pun demikian. Bahkan, dapat dikatakan semua ritual wajib yang dilakukan oleh ummat islam dilakukan juga ummat-ummat sebelumnya. Dari sholat sampai haji.

Irka’u ma’a arroki’iin (rukuklah bersama orang yang ruku) demikian salah satu ayat dalam Alquran mengisyaratkan bahwa ummat-ummat Nabi yang lain pun juga melakukan salat. Hanya saja gerakan-gerakan salat dan bacaan salat yang berbeda.

Baca juga:  Pendidikan Agama Perlu Dihapus atau Hanya Butuh Pembaharuan?

Ibadah haji pun demikian, setiap Nabi mengajarkan untuk ziarah ke Baitullah. Setiap musim haji, orang-orang dari berbagai pelosok dunia berdatangan untuk melakukan ibadah di Ka’bah. Sejak zaman dahulu, Mekkah sudah menjadi sentral ritual agama haji.

Banyaknya peziarah setiap tahunnya tentu berdampak secara ekonomi. Para peziarah membawa barang dagangan dari daerah asalnya dan membeli barang yang dibawa oleh kafilah dagang dari daerah lain.

Sebagai magnet agama dan ekonomi yang melandasi Raja Abrahah berniat untuk memindahkan Ka’bah ke negeri. Usahanya gagal dan tentaranya hancur oleh serangan burung yang membawa batu dari Neraka, demikian Alquran mengkisahkan rencana penyerangan Raja Abrahah.

Sebagai tradisi agama-agama samawi, Nabi Muhammad pun mewajibkan ummatnya untuk haji, dengan syarat memiliki kemampuan, baik secara finansial maupun fisik. Hanya saja berbeda dalam beberapa praktik ritual. Seperti berlari-lari kecil dari Bukit Shofa dan Bukit Marwa tentu tidak ditemukan pada ajaran agama Ibrohim. Nabi memasukkan ritual ini dalam rangkaian haji karena berusaha meneladani usaha Siti Hajar dalam berikhtiar mencari pertolongan. Walaupun kemudian diketahui solusi itu ada di dekatnya.

Dalam ajaran Islam dikenal ibadah kurban. Paada bulan dzulhijjah atau pada bulan haji, setiap muslim dianjurkan untuk berkurban. Aturan fikih kemudian memberikan detail dari kurban ini.

Berkurban pun sejatinya adalah amalan yang dilakukan oleh ummat sebelum islam. Bukankah di Al-Qur’an dijelaskan kisah anak Nabi Adam yang berkurban? Demikian juga nabi-nabi lainnya mengajarkan pengikutnya untuk berkurban.

Ibadah puasa yang dilakukan oleh muslim pun memiliki akar sejarah pada ajaran-ajaran nabi sebelumnya. Dari Nabi Adam sampai Nabi Isa mengajarkan ummatnya untuk berpuasa.

Baca juga:  Sekolah dan Perguruan Tinggi Akan Dibuka Kembali di Masa Pandemi, Apakah Aman?

Pada bulan ini, setiap gerak dihitung sebagai ibadah. Siklus hidup ummat Islam di bulan ini adalah rangkaian ibadah yang bermuara pada sahur sampai berbuka. Aktifitas di dalamnya, apapun bentuknya adalah penantian untuk berbuka atau sahur.

Di akhir ramadan, ummat islam akan menemui hari yang penting. Idul fitri. Secara bahasa arti idul fitri ini adalah kembali berbuka. Hari tersebut adalah penanda dimulainya kembali aktifitas-aktifitas yang dilakukan sebelum ramadan.

Sekarang, makna idul fitri makin meluas. Hari tersebut tidak saja ummat islam kembali berbuka atau tidak puasa, tetapi ada makna lainnya, yakni kembali fitrah.

Pemaknaan kembali fitrah merujuk pada aktifitas sebulan yang dipenuhi dengan ritual-ritual agama, baik yang sifatnya transdental maupun sosial. Pemaknaan tersebut juga merujuk pada penutup rangkaian ibadah di bulan ramadan, yakni zakat fitrah.

Setiap orang islam yang terlahir di hari akhir ramadan maupun usia sangat lanjut diwajibkan mengeluarkan harta sebagai pembersih jiwa, yang dikenal sebagai zakat fitrah. Aturan fikih menghendaki zakat fitrah berupa makanan pokok yang dibagikan pada mustahik (orang yang berhak menerima zakat). Semacam sharing poverty dalam istilah antropologi. Diharapkan pada hari tersebut semua orang merasa bergembira dan bisa menikmati makanan.

Makna lain dari idul fitri yang populer sekarang ini adalah “Hari kemenangan”. Maksudnya, pada hari ini ummat islam dianggap telah berhasil melewati fase pengendalian hawa nafsu selama sebulan, walaupun dalam praktik bisa saja justru hawa nafsu kita meningkat, terutama pada keinginan untuk belanja dan membeli barang-barang konsumtif lainnya.

Baca juga:  Mengapa Tubuh Saya Menolak Makan Babi

Lalu, Apa yang Beda?

Jika setiap ritual agama islam memiliki akar sejarah pada ajaran-ajaran sebelumnya, maka pertanyaannya adalah apa yang membedakan praktik ritual dalam doktrin agama islam dengan doktrin-doktrin agama lainnya?

Sebagai penutup dari para nabi, Nabi Muhammad ketika hendak mempraktekkan suatu bentuk ibadah memberikan pembeda. Seperti puasa di bulan Muharrom, dikisahkan pada suatu hari nabi bertemu dengan orang yahudi yang sedang berpuasa. Nabi pun menanyakan alasan orang tersebut berpuasa. Orang Yahudi menjawab pada tanggal tersebut Nabi Musa selamat dari kejaran tentara Fir’aun. Lalu, nabi berkomentar ummat islam (saya) lebih berhak atas Nabi Musa. Sejak saat itu, setiap tanggal tersebut Nabi Muhammad berpuasa dan menganjurkan para pengikutnya untuk puasa. Untuk membedakannya, nabi menganjurkan berpuasa di hari sebelum dan setelahnya.

Demikian juga dalam ibadah yang lain, berpuasa misalnya. Jika ajaran Nabi Dawud berpuasa selama dua bulan dengan tata cara hari ini puasa maka besoknya tidak puasa. Demikian seterusnya. Ajaran Nabi Adam berpuasa setiap pertengahan bulan qomariyah.

Maka untuk membedakannya, di ajaran Nabi Muhammad puasa dilakukan selama satu bulan. Selain itu, Nabi Muhammad juga memasukkan sahur pada malam hari sebagai bagian penting dalam puasa. Di ummat-ummat sebelumnya tidak ada sahur.

Intinya, sebagai agama kesimpulan. Ajaran islam memiliki akar sejarah dengan ajaran-ajaran Nabi sebelumnya dan Nabi Muhammad memberikan penambahan pada tata cara, kualitas dan kuantitasnya.

Bukankah, dengan memahami demikian kita bisa lebih menghormati jika masih ada yang mempraktekkan ajaran-ajaran Nabi yang lain?

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
2
Terhibur
2
Terinspirasi
1
Terkejut
3
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top