Sedang Membaca
Keistimewaan Bulan Rajab dan Cerita Supernatural yang Mengelilinginya
Moh. Ali Rizqon MD
Penulis Kolom

Alumni Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Jurusan Tasawuf & Psikoterapi, dan Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Latee.

Keistimewaan Bulan Rajab dan Cerita Supernatural yang Mengelilinginya

Rajab

Kita lalui hari-hari di bulan Rajab ini. Bulan yang–menurut umat Islam–penuh berkah dan keutamaan. Rajab adalah bulan mulia yang oleh Nabi sangat dianjurkan berpuasa. Sehingga Nabi menyebutnya: “Barang siapa yang berpuasa di bulan Rajab, maka Allah akan memberikan minuman kepadanya dengan minuman yang lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu”.

Tentu, dari hadits tersebut membuat saya dan Anda terharu-haru. Kenapa Rajab itu sangat dispesialkan sebagaimana bulan mulia lainnya? Pertanyaan dan sederet rasa penasaran pasti ada dalam benak hati kita bersama. Oleh karena itu, berdasar penelusuran penulis terkait fadilah Rajab di kitab-kitab klasik, saya menyimpulkan bahwa Rajab memang bulan yang penuh keistimewaan (terlepas dari kontroversial ulama terkait kesahehan hadits tentang puasa di bulan Rajab).

Ulama abad ke-13 Hijriah banyak menerangkan tentang bulan Rajab. Kitab-kitab klasik seperti misalnya, “Dhurratu al-Nasihin” karangan Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir secara khusus menerangkan tentang keutamaan bulan Rajab.  Ada juga kitab “Al-Azkar”–karangan Syekh Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syarif an-Nawawi as-Syafi’e–yang secara khusus membahas tentang doa-doa di bulan Rajab.

Sekarang, apa gerangan di bulan Rajab? Pertama, saya hanya menyebutkan bahwa Rajab adalah bulan yang sama-sama dimuliakan oleh Allah dari empat bulan lainnya: Sya’ban, Muharaam, Zulqa’dah, dan Zulhijjah. Kemuliaan ini oleh Nabi sangat diperintahkan dengan tidak dibolehkannya melakukan perang. Sekalipun, misalnya, si Fulan menemukan pembunuh ayahnya.

Baca juga:  Kenusantaraan yang Bagai Semar Sang Pakubumi

Ulama memang berbeda pendapat tentang larangan melakukan peperangan di bulan mulia termasuk Rajab. Sebagian mereka menganggap “larangan perang” di bulan Rajab, sejatinya sudah dimansukh dengan ayat Allah yang setelahnya. Mengingat pada saat itu, intimidasi orang-orang kafir kepada umat muslim sangat genting, maka Nabi memerintahkan umat muslim untuk melawan. Hal ini berdasarkan perintah Allah “Perangilah orang kafir sebagaimana mereka memerangimu…”

Bertolak dari polemik pelarangan perang di bulan Rajab, ternyata ada sebagian ulama yang lebih kritis dalam menafsirkan kemulian bulan Rajab. Ulama ini menganggap bahwa yang dimaksud larangan perang di bulan Rajab adalah perbuatan yang lebih mengarah pada “kemaksiatan”. Hal ini berdasarkan hadis Nabi yang berbunyi: “Bertobatlah kalian semua kepada Tuhanmu. Minta ampunilah akan segala dosa-dosamu. Dan jauhilah kemaksiatan di bulan yang mulia ini yaitu Rajab.”

Terlepas dari perbedaan ini, tentu Rajab memang adalah bulan yang melahirkan ragam penafsiran di antara ulama tentang larangan berperang secara tekstual dan larangan melakukan kemaksiatan secara metaforis. Yang jelas, perbedaan ini tidak membuat kita mengingkari bahwa sebanyak apapun penafsiran tentang bulan Rajab, Rajab tetaplah bulan yang sangat mulia.

Kenapa begitu? Dalam suatu cerita ulama yang dimuat dalam kitab “Dhurratun Nasihin” diceritakan ada seorang perempuan yang sangat alim, ahli ibadah, sering merayakan bulan Rajab dengan sadakah, dan mengamalkan surat al-Ikhlas sebanyak 11-kali dalam setiap hari.

Baca juga:  Menjaga Iman di Tanah Seberang

Tatkala perempuan ini sakit dan hendak meninggal, perempuan ini berwasiat kepada anak lelakinya agar ketika ia meninggal hendaknya mengkafani dengan kain kafan yang lusuh, dan kumuh tak bernilai. Ternyata, singkat cerita, tak berselang lama si perempuan itu meninggal. Alih-alih tangis dan nestapa bergumal dalam hati anaknya. Tahu-tahu si anak mengkafani ibunya dengan kain kafan yang megah dan penuh manik mutiara.

Sampailah pada suatu malam yang petang, tiba-tiba suara Ibunya terdengar dari arah yang tidak ditemukan: “Aku tidak rela terhadapmu, kenapa kamu tidak mengikuti wasiatku”. Lagi-lagi si anak menangis, penyesalan dirinya akahirnya berujung pada penggalian kuburannya, namun dengan keajaiban Tuhan, jasad si perempuan itu sudah tidak ada. Didengarlah suara dari jarak jauh, “Barang siapa yang memuliakan Bulan Rajab, aku tidak akan membiarkan dia sedirian di alam kubur”. Wallahu A’lam

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top