Cerita tentang Lukman tidak bisa diragukan lagi dalam Alquran. Ketaatannya kepada Tuhan sampai-sampai diabadikan dalam kitab-Nya, sebagaimana yang berbunyi:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”Ayat ini menandakan bahwa Lukman adalah sosok ayah yang sangat mendambakan kepada anaknya untuk tidak melakukan kemusyrikan. Perbuatan yang jelas Tuhan tidak mengampunkan.
Menurut kitab tafsir Imam at-Thbari, Juz 20, Lukman adalah seorang Nabi. Tentu dengan seorang Nabi, pemimpin pada masanya, utusan pada waktunya, ia tidak menginginkan anak-anaknya keluar dari syariat yang telah ditentukan oleh Tuhannya. Termasuk misalnya perbuatan kesyirikan. Sebab bisa jadi, betapa malunya seorang ayah yang berdakwah kepada umat manusia namun anaknya sendiri keluar dari yang didakwahkan ayahnya. Hal itu tentu sangat memalukan sekali.
Oleh karena itulah kemudian, sosok kebaikan Lukman ternyata tidak hanya diabadikan dalam al-Quran. Tetapi dalam kitab-kitab klasik pun, banyak kita jumpai nasehat-nasehatnya terhadap anaknya. Di antara kitab tersebut adalah Nasaih al-Ibad karangan Imam Nawawi al-Jawi yang mensyarahi Ala al-Munabihat ala al-isti’dad liyaumi al-Maád, kitab Syekh Sihabuddin Ahmad bin Hajar al-Asqaláni.
Bahwa menurutnya, Lukman pernah bernasehat begini kepada anaknya, Sarán:
إن الحكمة أن تعمل اربع خصال تحي القلب الميت وتجالس المساكين وتتقى مجالس الملوك وتشرف الوضيع وتعين الفقير…الخ
Yang arti bebasnya begini, “Sesungguhnya (kamu akan mendapatkan) hikmah ketika kamu mengerjakan empat perkara, di mana empat itu akan menghidupakan hatimu yang mati, yaitu ‘berteman dengan orang yang miskin, menjauhi pergaulan dengan penguasa (yang zalim), memuliakan (mengangkat drajat) orang yang lemah, dan membantu orang yang fakir….’” Nasehat Lukman ini bagi penulis adalah hal yang sangat penting sekali di situasi sekarang ini. Betapa tidak, di tengah-tengah arus perkembangan teknologi, sering kita jumpai kemiringan prilaku. Di antaranya, melecehkan orang yang lemah, tidak membantu orang fakir miskin, dan berteman dengan penguasa yang zalim.
Berteman dengan orang miskin mungkin bisa dikatakan hal yang sangat jarang sekali hari-hari ini. Seolah-olah bukan kelasnya, seolah-olah orang yang sangat hina. Padahal prinsip ini tidak benar sekali. Kita sebagai umat manusia seharusnya tidak membeda-bedakan dalam berteman. Tidak pandang bulu. Apalagi melakukan diskriminasi. Tujális al-Masákin ini bermaksud adalah menemani orang miskin dalam banyak hal. Belajar kepadanya, dan mengambil pelajaran yang sangat berharga, yaitu bagaimana kita tidak gila terhadap dunia.
Dalam keterangan sebelumnya, Imam Nawawi pernah mengatakan begini, “Jika terhadap dunia (harta), lihatlah kepada orang yang lebih rendah darimu, jika terhadap akhirat, lihatlah kepada orang yang lebih tinggi darimu”. Jelas ini menunjukkan betapa orang yang miskin sebenarnya adalah teman yang sangat memberikan pelajaran berharga kepada kita. Di mana menggilai dunia, harta, adalah hal yang tidak sepenuhnya benar dalam ajaran Islam.
Poin yang kedua, “menghindari berteman dengan penguasa”. Berteman dengan penguasa, apalagi pemimpin yang zalim, jelas ulama sangat mengecam keras terhadap kita. Sebab berteman dengan penguasa yang demikian, juga terkadang menjadikan kita haus kekuasaan. Haus kedudukan. Yang ujung-ujungnya malah melalaikan kita akan penghambaan kepada Tuhan. Apalagi penguasa tersebut jelas-jelas sudah keluar dari batas kepemimpinan yang diajarkan Nabi, seperti sering korupsi, melakukan sogok-menyogok, dan lain-lain.
Poin yang ketiga, “memuliakan orang yang lemah”. Nawawi memberikan syarah dengan “mengangkat derajat-martabat” orang lemah (hina). Menjunjung tinggi kepentingannya, tidak melecehkannya. Sebab dengan mengangkat derajatnya, seperti misalnya menginfakkan harta kekayaan kita kepadanya, dapat mengangkat derajat orang yang lemah tersebut. Sehingga tidak ada yang beda dari antara kita.
Poin yang keempat, “membantu orang yang fakir”. Membantu di sini adalah menolong mereka yang fakir. Memberikan kesejahteraan hidup. Memberikan ruang untuk menjadi orang terpandang juga. Sebab dengan saling membantu, tentu kesejehteraan hidup akan tecapai dalam kehidupan ini. Wallahhu a’lam.