Sedang Membaca
Kisah Imam Al-Qusyairi Menyembuhkan Anak Sakit Setelah Memperoleh ‘Resep’ Lewat Mimpi
M. Naufal Hisyam
Penulis Kolom

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kisah Imam Al-Qusyairi Menyembuhkan Anak Sakit Setelah Memperoleh ‘Resep’ Lewat Mimpi

Dalam kajian Tasawuf, nama Imam ‘Abd al-Karim Al-Qusyairi tentu sudah sangat familiar, namanya bersanding di antara nama-nama sufi besar pada masa awal perkembangan tasawuf.

Nama lengkap beliau adalah ‘Abd al-Karim ibn Hawazin ibn ‘Abd al-Malik ibn Thalhah ibn Muhammad Al-Qusyairi, julukannya Abu al-Qasim, gelarnya Zayn al-Islam (perhiasan Islam), dan terkenal dengan Al-Qusyairi. Beliau dilahirkan pada bulan Rabiul Awwal tahun 376 H di desa kecil bernama Ustuwa, terletak tidak jauh dari kota Naisabur. (al-Imam al-Qusyairi Hayatuh wa Tasawwufuh wa Tsaqafatuh, h. 8)

Ketika masih usia kanak-kanak, beliau telah ditinggalkan oleh ayahnya menghadap ke Rahmatullah, kemudian diasuh oleh Abu al-Qasim al-Alimani lalu belajar adab dan bahasa Arab kepadanya. Pada suatu hari, beliau menghadiri majlis seorang sufi bernama Abu ‘Ali al-Daqqaq (w. 405 H) di Naisabur. Di situlah awal mula Al-Qusyairi berkenalan dengan dunia tasawuf dan kemudian memutuskan untuk berguru kepadanya, bahkan kemudian Al-Qusyairi dinikahkan dengan salah satu putri dari Abu ‘Ali.

Singkat cerita, Al-Qusyairi tumbuh menjadi ulama besar yang ahli di bidang fiqih, hadis, tafsir hingga tasawuf. Di bidang Fiqih beliau menganut Mazhab Syafi’i, sedangkan di bidang Teologi beliau menganut Mazhab Asy’ari. (Lathaif al-Isyarat, Jil. 1, h. 4) Karya-karya beliau sangat banyak sekali, dan karya terbesarnya adalah kitab tasawufnya yang berjudul al-Risalah al-Qusyairiyah.

Adapun sanad ajaran tasawufnya adalah dari Abu ‘Ali al-Daqqaq, dari Abu al-Qasim al-Fairuzzabadi, dari Abu Bakr al-Syibli, dari Junaid al-Baghdadi, dari Sirri al-Saqathi, dari Ma’ruf al-Kurkhi, dari Dawud al-Tha`i, dan dari Tabi’in. (Mu’jam al-Udaba`, Jil. 4, h. 131) Di akhir hayatnya, Al-Qusyairi jatuh sakit hingga wafat pada bulan Rabiul Awwal tahun 465 H dan dimakamkan di samping makam gurunya, Imam Abu ‘Ali al-Daqqaq.

Baca juga:  Ekspresi Sufistik dalam Puisi Tradisional Jawa (3): Suluk Wujil-Jalan Mengenal Tuhan

Memperoleh Ilham dalam Mimpi

Kedalaman ilmu dan kejernihan hati Imam Al-Qusyairi tidak perlu diragukan lagi, berbagai pujian dan apresiasi dari para ulama mengindikasikan hal itu. Selain itu, terdapat sebuah kisah yang menjadi bukti tentang kewalian beliau, yakni kisah yang dinukil oleh Imam Taj al-Din al-Subki (w. 771 H) dalam kitab Thabaqat al-Syafi’iyyah al-Kubra tentang peristiwa yang menjadi judul artikel ini, yakni ketika Al-Qusyairi diminta untuk membantu dan mendoakan seorang anak yang sedang sakit untuk kesembuhannya.

Suatu hari, Al-Qusyairi didatangi oleh seseorang yang membawa anaknya yang sedang dalam kondisi sakit yang cukup parah, orang tersebut memohon bantuan kepada Al-Qusyairi untuk berkenan membantu dan mendoakan kesembuhan bagi anaknya. Al-Qusyairi yang tidak tahu cara menyembuhkan orang sakit kebingungan, beliau pun tidak langsung melakukan tindakan apapun, hingga pada malam harinya, beliau bermimpi ‘bertemu’ Allah Swt. dan mengadu kepada-Nya perihal anak yang sakit.

Allah Swt. kemudian Menjawab:”Kumpulkanlah ayat-ayat Syifa`, bacakan ayat-ayat itu pada anak tersebut, tulislah dalam sebuah wadah dan isilah dengan minuman, lalu minumkanlah pada anak tersebut.” Setelah mengalami mimpi tersebut, Al-Qusyairi kembali bertemu dengan sang anak dan melakukan hal-hal sebagaimana dalam mimpinya. Dan, dengan izin Allah, anak tersebut berhasil disembuhkan. Adapun ayat-ayat Syifa` yang dimaksud dalam kisah tersebut adalah At-Taubah [9]: 14, Yunus [10]: 57, An-Nahl [16]: 69, Al-Isra` [17]: 82, Asy-Syu’ara` [26]: 82, dan Fussilat [41]: 44. (Thabaqat al-Syafi’iyyah al-Kubra, Jil. 5, h. 158-159)

Baca juga:  Tentang Tasawuf

Demikianlah kisah luar biasa dari Imam Al-Qusyairi. Peristiwa yang dialami oleh beliau tidak mungkin terjadi begitu saja, hal semacam itu hanya bisa dialami oleh orang-orang yang hatinya merdeka dari kehidupan duniawi. Berbagai materi dan status sosial yang dimiliki tidak berarti apapun baginya, tidak ada sesuatu apapun yang bercokol di hatinya selain Sang Pencipta dari segala sesuatu, yakni Allah Swt. karena segala sesuatu pun terjadi atas kehendak-Nya, dan ketika Dia sudah berkehendak, maka tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Wallahu A’lam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top