Saya membaca Al-Qur’an. Saya buka surat Al-Baqarah. Isinya dibuka dengan klasifikasi tiga golongan. Golongan pertama, kaum mukmin, dijelaskan dengan empat ayat (2-5). Golongan kedua, kaum kafir, dijelaskan dengan dua ayat (6-7). Golongan ketiga, kaum munafik, dijelaskan dengan 13 ayat (8-20).
Kaum kafir terdiri dari dua golongan: kaum musyrik pagan dan musyrik Ahlul Kitab. Kaum munafik adalah mereka yang pura-pura memeluk Islam, padahal hatinya ingkar. Mereka juga terdiri dari kaum musyrik pagan dan Ahlul Kitab. Ahlul Kitab, yang paling sengit memusuhi Nabi, adalah kaum Yahudi. Mereka keturunan Ibrahim, dari jalur Ya’qub, alias Israel. Al-Qur’an menyebut mereka sebagai Bani Israel.
Setelah menjelaskan hikayat pengangkatan Adam sebagai Khalifah (30-39), Al-Qur’an menjelaskan tentang Bani Israel dan kelakuan mereka. Disisipi pesan-pesan umum, Bani Israel dielaborasi panjang lebar, sekitar 83 ayat (40-123).
Pertama-tama, Al-Qur’an mengingatkan berbagai nikmat dan karunia Allah yang mereka terima, lantas menagih janji dan komitmen mereka. Allah selamatkan mereka, melalui tongkat Musa yang membelah lautan, dari kejaran tentara Fir’aun. Mereka ingkar. Ketika Musa naik ke Gunung Sinai untuk menerima 10 Perintah Tuhan, mereka murtad dengan menyembah anak sapi. Allah naungi mereka dari sengatan matahari dan cukupi kebutuhan pangan mereka dengan manna (sejenis madu) dan salwa (sejenis burung puyuh).
Lepas dari kejaran Fir’aun, mereka sampai di tanah yang dijanjikan, Palestina. Mereka disuruh memasuki Baitul Maqdis dengan cara membungkuk (58). Setelah itu, banyak adegan buruk Bani Israel yang diceritakan Al-Qur’an. Melalui tongkat Musa, Allah cukupi kebutuhan air mereka dari batu yang dipecah dan memancarkan 12 sumber mata air. Mereka kemaruk, minta sayur mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas, dan bawang merah. Sebagian mereka rakus dan melanggar kesucian Hari Sabat. Mereka tamak terhadap harta dan Allah kutuk mereka menjadi kera (65).
Al-Qur’an menceritakan sikap bawel Bani Israel. Ketika salah seorang di antara mereka terbunuh, mereka saling tuduh. Untuk menguak siapa dalang pembunuhnya, Allah menyuruh Musa agar kaumnya menyembelih sapi betina. Mereka tanya, apa dan bagaimana? Sapi itu tengah-tengah: tidak muda dan tidak tua. Mereka tanya, apa warnanya? Warnanya kuning emas. Belum puas, mereka masih tanya lagi, apa ciri lainnya? Sapi itu tidak dikaryakan untuk membajak dan mengairi sawah. Mulus tanpa belang. Sapi dengan kualifikasi seperti itu, yang rumit akibat bawelnya Bani Israel, ternyata ada pada seorang yatim. Harganya selangit. Daya tawarnya tinggi. Itu cara Allah memuliakan anak yatim dan mendera Bani Israel. Setelah sapi itu disembelih, ekornya dipakai mendera mayit. Mayit itu bangun dan bicara, mengungkap siapa pembunuhnya.
Peringai buruk lain Bani Israel yang diceritakan Al-Qur’an adalah tidak adanya respek terhadap para Nabi. Setelah Musa, para Nabi datang silih berganti kepada Bani Israel. Sebagian didustakan, sebagian dibunuh. Konon, dalam sehari, mereka bisa membunuh 70 Nabi. Mereka membunuh Zakaria, Yahya, dan merancang mengeksekusi Isa (Ibn Qayyim al-Jauziyah, Hidâyat al-Hayârâ, h. 48).
Kelakuan mereka yang lain, yang dikecam Al-Qur’an, adalah mengubah kitab suci. Perihal ini tergambar dari ucapan Ka’ab al-Ahbar, orang Yahudi yang masuk Islam, sebagaimana tertuang dalam Kitab Maulid Diba’:
« علمني أبي التوراة إلا سفرا واحدا كان يختمه ويدخله الصندوق, فلما مات أبي فتحته فإذا فيه نبي يخرج آخر الزمان, مولده بمكة, وهجرته بالمدينة, وسلطانه بالشام »
“Ayahku mengajariku seluruh isi kitab Taurāt, kecuali satu lembar. Ia simpan dan masukkan ke dalam peti. Ketika ayahku meninggal, aku buka peti itu, di dalamnya terdapat satu lembar yang menerangkan seorang Nabi akhir zaman. Tempat kelahirannya di Makkah, hijrahnya ke Madīnah, kekuasaannya sampai ke negeri Syam.”
Mereka tahu perihal Nabi Muhammad, tetapi menggunting informasi itu. Sebagian Ahlul Kitab yang lurus mengakui nama Muhammad atau Ahmad tertulis dalam Perjanjian Lama dan Baru (QS. Al-A’raf/7: 157).
Setelah menguraikan kelakuan mereka di masa lampau, Allah berkata kepada Nabi Muhammad, apakah kamu berharap mereka akan mengimanimu?
« أفتطمعون أن يؤمنوا لكم وقد كان فريق منهم يسمعون كلام الله ثم يحرفونه من بعد ما عقلوه وهم يعلمون » (البقرة : ٧٥)
“Apakah kamu berharap mereka akan mempercayaimu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, padahal mereka tahu?”
Ketika Muhammad kecil dibawa ke Syam oleh Abu Thalib, Buhaira, pendeta Kristen Nestorian, menemukan semua tanda kenabian pada anak kecil itu. Dia berpesan ke Abu Thalib:
« فارجع بابن أخيك إلى بلده، واحذر عليه يهود، فوالله! لئن رأوه وعرفوا منه ما عرفت ليبغنّه شرًّا »
“Bawa pulanglah kemenakanmu. Jauhkan dia dari Yahudi. Demi Allah, jika mereka tahu dan mengenali Muhammad seperti aku, mereka akan mempersekusinya” (Sîrah Ibn Hisyâm/I/h. 208).
Uraian tentang Bani Israil ditutup dengan ayat yang sangat populer di kalangan penceramah:
« ولن ترضى عنك اليهود ولا النصارى حتى تتبع ملتهم » (البقرة : ١٢٠)
“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka” (QS. Al-Baqarah/2: 120).