Pada hari Kamis, 21 November 2024, Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PCINU Mesir mengadakan acara Bahtsul Masail Kubra (BMK) dengan mengangkat tema “Mengaktualisasikan Turats, Merespons Realitas”. Acara ini diadakan di Auditorium Markaz Syekh Zayid, Hayy Sadis, Kairo. BMK adalah kegiatan rutinan tahunan yang diadakan oleh LBM PCINU Mesir. Tahun ini adalah tahun kesepuluh atau satu dekade sejak acara BMK ini pertama kali digelar.
“Bahtsul Masail adalah salah satu cara kita mengaktualisasikan apa yang diwariskan oleh ulama terdahulu agar sesuai dengan zaman sekarang.”, ungkap Ketua LBM PCINU Mesir, Jauharil Ma’arif Annur, dalam sambutannya.
Acara ini dihadiri oleh sekitar 150 mahasiswa dari pelbagai almamater, forum kajian, kelompok belajar, dan juga dari negara tetangga serumpun Indonesia, yaitu Malaysia dan Singapura. Dalam BMK ini, ada tiga permasalahan yang dibahas: Resto All You Can Eat (AYCE), Hukum Salam Lintas Agama, dan Hukum Salat di Atas Kendaraan.
BMK kali ini dihadiri oleh salah satu ulama dari Darul Ifta Mesir, Dr. Rabi’ Saad Abdul Adzim, sebagai Keynote Speaker. Dalam pidatonya, ia menyampaikan, “Dalam berfatwa, mengandalkan kitab-kitab ulama salaf saja tidaklah cukup, namun harus juga mempertimbangkan realitas yang ada dan maqashid syariah.” Ia juga menegaskan bahwa menggunakan pendapat di luar mazhab Syafii pada keadaan tertentu merupakan keharusan, apalagi dalam permasalahan yang berkaitan dengan kemaslahatan, baik individu maupun orang banyak.
Pada kesempatan ini, hadir pula Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kairo, Prof. Abdul Muta’ali, MA., M.I.P., Ph.D serta Ketua Tanfidziah PCINU Mesir, KH. Faiz Husaini, Lc. M.A. Dalam sambutannya, keduanya berharap BMK ke-X ini bisa berjalan dengan lancar dan dapat menghasilkan keputusan yang tidak hanya benar, namun juga maslahat bagi masyarakat secara luas.
Acara yang berjalan selama 7 jam ini mendapat antusiasme yang luar biasa dari para peserta. Diskusi berjalan dengan khidmat dan syahdu. Beberapa peserta mengutarakan pendapatnya dan yang lain mengkritisi pendapat-pendapat tersebut. Pada pukul 19.00 WLK, diskusi Bahtsul Masail selesai dan dua soal berhasil diputuskan jawabannya. Pada saat pembacaan keputusan akhir, Ustadz Qoimuddin Said, Lc. M.A, selaku musahih, menyampaikan bahwa Bahtsul Masail merupakan ijtihad jama’i (kolektif) untuk memutuskan hukum sebuah perkara.
Secara ringkas, hasil keputusan dalam BMK ke-X kali ini adalah sebagai berikut:
“Keputusan jawaban persoalan pertama—Hukum transaksi resto all you can eat—adalah boleh. Akad ini termasuk dalam transaksi jual-beli yang sah. Adapun persoalan jumlah makanan yang tidak dibatasi dan syarat-syarat yang seakan menghilangkan hak kepemilikan pembeli makanan terhadap makanan yang ia beli, dua hal ini tidak masalah dalam Mazhab Hanafi dan Ibnu Syubrumah (w. 144H).
Sedangkan keputusan persoalan kedua terkait salam lintas agama, hukumnya adalah boleh selama lafaz-lafaz yang digunakan secara urf tidak memiliki makna yang bertentangan dengan Syariat. Hukum ini diambil berdasarkan ketentuan fikih bahwa kalimat-kalimat yang digunakan dalam bahasa di luar bahasa Arab dipahami sesuai dengan urf penutur kalimat tersebut. Dalam kenyataannya, salam-salam tersebut dalam urf sebagian orang hanyalah bermakna sapaan. Tidak lebih. Dari sini, salam-salam sebagaimana disebut, boleh untuk diucapkan.”
Acara diakhiri dengan pembagian doorprize untuk peserta teraktif dan foto bersama. Abul A’la Nawawi, ketua BMK ke-X ini, menyampaikan rasa syukur atas kelancaran acara yang telah dipersiapkan selama sebulan ini. “BMK tahun ini merupakan BMK yang sangat istimewa, sebab menjadi BMK pertama yang menjalin hubungan dengan Darul Ifta Mesir.”, ujarnya lagi saat diwawancarai.