Sedang Membaca
Karna (4): Surtikanti, Unconditional Love

Lahir di Subang, 22 Juli 1981. Lulusan pesantren Lirboyo dan ma'had aly Sukorejo, Situbondo. Ayah dua orang anak ini sekarang sedang menempuh pendidikan s3 di SPS UIN Jakarta.

Karna (4): Surtikanti, Unconditional Love

4

“Satu-satunya kesedihanku ialah bahwa aku tak akan bisa lagi memandangmu, ketika kau memandangku.” Karna pada Surtikanti, malam sebelum kematian.

Saat ia lahir, ibunya, Kunthi, menghanyutkannya ke sungai untuk menjaga harga dirinya yang saat itu belum menikah. Dibesarkan oleh kusir kereta kuda milik Bhisma, Karna menjadikan Panglima Perang Hastina itu sebagai panutannya. Namun Bhisma membalas kekagumannya dengan peringatan agar ia tahu batasan. Anak kusir kereta sepantasnya menjadi kusir kereta, tak pantas mengangkat senjata. Saat yang lain mendapatkan kesempatan untuk berguru kepada Drona, ia ditolak dengan ludahan. Hal yang kemudian membuat ia terpaksa menyamar menjadi Brahmana agar bisa menjadi murid dari Parasutama yang notabenenya adalah guru dari Drona dan Bhisma. Terbongkarnya penyamaran membuat ia terkena kutukan. Kelak pada pertandingan hidup dan mati, ia akan melupakan semua ajiannya.

Nyatanya ia mumpuni dalam berolah senjata. Sejujurnya yang bisa menandingi kesaktian Arjuna hanyalah dia. Dia telah dibekali ilmu dari Resi Parasutama, dan jubah perang, anting-anting serta kalung yang melekat pada dirinya semenjak ia bayi, pemberian dari ayahnya, Bhatara Surya. Namun masyarakat yang membedakan kasta-kasta selalu tak memberikan dia kesempatan untuk membuktikan bahwa ia bisa, dan berpotensi untuk menjadi yang terbaik.

Bahkan saat sayembara memperebutkan Draupadi, gendewa sudah mampu ia angkat. Ketika sebentar lagi anak panah akan dilepaskan mengarah pada mata ikan, Draupadi berteriak bahwa ia tak sudi menjadi istri dari anak seorang kusir. Penghinaan besar baginya. Kelak ia balas penghinaan tersebut dengan menyebut Draupadi tak ubahnya seperti seorang pelacur karena memiliki lima suami. Ternyata penolakan Draupadi pada Karna berbuah konsekuensi yaitu Draupadi harus rela menjadi istri dari kelima Pandawa, karena meskipun Arjuna yang menang sayembara, namun Kunthi ibu para Pandawa sudah berjanji agar semua anaknya membagi apa yang mereka dapatkan saat berada dalam pengasingan.

Baca juga:  Warna Islam dalam Tradisi Lokal

Jagat pewayangan terkesan selalu tak berpihak pada Karna. Berkebalikan dengan Arjuna yang selalu dipuja para dewa-dewa dan digandrungi setiap wanita. Mengapa hingga sejauh ini Karna bisa bertahan? Semata karena cinta. Cinta dari Radha, ibu asuhnya, dan cinta dari Surtikanti, istri Karna satu-satunya.

Dalam Mahabharata versi India, istri Karna bernama Vrusali. Sama seperti Karna, Vrusali juga adalah anak Kusir teman baik Adirata, ayah asuh Karna. Keduanya saling mencintai dan memiliki sembilan anak. Salah satunya ialah Wrestaketu, bungsu yang selamat dari pertempuran Mahabharata. Saat Karna diangkat menjadi Raja Angga, Vrusali lebih memilih tinggal bersama ibu mertuanya Radha, dan menolak tinggal di dalam Istana Angga karena merasa bahwa kebahagiaannya tidak berada disitu. Karna merelakan berpisah dengan kedua wanita yang amat ia cintai demi bakti kepada negara Hastina yang telah mengangkat derajatnya.

Dalam Mahabharata versi Jawa, istri Karna bernama Surtikanti, anak kedua dari Prabu Salya. Salya adalah Raja negara Mandaraka dengan permaisuri Dewi Pujawati atau Setyawati, putri tunggal Bagawan Bagaspati dari pertapaan Argabelah.

Mengacu pada Mahabharata versi Jawa, Ia mempunyai empat saudara kandung, satu kakak perempuan bernama Dewi Erawati istri Prabu Baladewa, serta tiga adik, yaitu Banowati istri Prabu Duryudana, Raden Burisrawa dan Raden Rukmarata.

Baca juga:  Muasal Istilah “Tebak-Tebak Buah Manggis”

Sesungguhnya Dewi Surtkanti ini sedianya akan dijadikan sebagai calon istri bagi Duryudhana. Namun ternyata Duryudhana lebih memilih adiknya, Banowati, dan Surtikanti sendiri sudah jatuh hati dengan Karna. Perjumpaan Surtikanti dengan Karna bermula ketika Surtikanti bersama dengan Arjuna sedang kebingungan mencari kakaknya, Erawati yang diculik. Di tengah perjalanan, Surtikanti rupanya kesal pada Arjuna yang ternyata bersedia mencarikan Erawati hanya agar ia bisa berdekatan dengan Banowati. Kekesalannya ia ungkapkan dengan mengatakan bahwa Arjuna akan kehausan dalam perjalanan mencari kakaknya. Saat itulah Karna hadir dan menjalin asmara dengannya.

Mengingat bahwa Surtikanti sudah dijodohkan dengan Duryudhana, maka upacara pernikahan pun akan segera dilangsungkan. Namun Surtikanti meminta syarat agar yang meriasnya adalah satria yang sangat tampan, maksudnya adalah Karna. Namun ternyata yang ditugaskan untuk merias oleh ayahnya ialah Arjuna. Arjuna kemudian memergoki Karna dan Surtikanti sedang berduaan di taman Keputren. Arjuna menangkap Karna setelah melewati pertandingan yang seru, kemudian dibawa menghadap kepada Salya dan Duryudhana.

Keadaan ternyata menjadi kacau karena Surtikanti malah menghilang dari taman Kaputren. Sebagai hukuman, maka ditugaskanlah Karna untuk mencari Surtikanti sampai dapat. Karna berhasil menemukan Surtikanti di negara Angga dan merebutnya dari tangan Prabu Karnamadra, seorang Raja Raksasa. Karnamadra ini adalah musuh yang selama ini sering mengganggu Hastina. Maka keberhasilan Karna membunuhnya membuat Duryudhana mengampuni Karna. Karna lantas menikah dengan Surtikanti dan menjadi Raja Angga. Duryudhana sendiri kemudian menikah dengan Banowati yang memang selama ini lebih dipilihnya ketimbang Surtikanti.

Baca juga:  Catatan Santri Plumbon (4): Pesantren dan Sangu Urip

Layaknya istri ksatria lainnya, Surtikanti tak pernah mempersoalkan dharma yang Karna persembahkan pada Hastina yang notabenenya dikuasai oleh Kurawa. Surtikanti bahkan tak pernah mempersoalkan keberadaan dirinya sebagai anak seorang kusir kereta. Bagi mereka berdua, hanyalah cinta yang penting. Segala status sosial atau kasta apapun itu tak menjadi persoalan buat mereka.

Pada perang Bharatayudha, Surtikanti merelakan Karna maju berperang karena ia tahu bahwa suaminya berperang demi dharmanya, kewajibannya sebagai seorang ksatria pada tanah air yang telah memberinya penghidupan. Bagi Surtikanti, Karna berbeda dengan Duryudhana ataupun Arjuna. Mereka berdua berperang demi memperebutkan sebidang tanah bernama Hastinapura.

Saat sedang berperang dengan Arjuna, Karna yang kelelahan di tengah pertempuran menyuruh Adimangala, Patih negara Angga untuk datang kepada Surtikanti membawa pesan yang berbunyi Karna nyuwun sedah yang artinya Karna meminta sirih. Namun Patih Adimangala yang ceroboh salah ucap dan berkata Karna seda yang dipahami oleh Surtikanti berarti Karna Mati. Sedih mendengar berita tersebut, Surtikanti kemudian melakukan bela pati. Ia bunuh diri menyusul suaminya yang ia sangka sudah mendahuluinya.

Patih Adimangala lantas mengabarkan kematian Surtikanti pada Karna yang membuatnya marah hingga membunuh Patih Adimangala. Karna yang sudah malas hidup akhirnya melanjutkan peperangan dengan tanpa semangat lagi. Akhirnya ia mati di tangan Arjuna saat sedang mendorong keretanya yang terperosok ke dalam kubangan.

Tragis, bukan? Lagi-lagi jagat pewayangan terlalu pahit memberikan nasib kepada Karna.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top