Sedang Membaca
Sejarah Salat Tarawih: Mulai dari Nabi, Sahabat, dan Tabi’in
Avatar
Penulis Kolom

Santri Ma'had Aly Krapyak Yogyakarta.

Sejarah Salat Tarawih: Mulai dari Nabi, Sahabat, dan Tabi’in

Salat Tarawih (sering juga disebut Terawih, Taraweh, atau juga Tarwih) adalah salat sunnah yang dilakukan pada bulan Ramadan saja. Tarawih dalam bahasa arab adalah bentuk dari jamak تَرْوِيْحَةٌ yang artinya “waktu sesaat untuk istirahat”. Untuk waktu pelaksanaan salat sunnah ini ialah sesudah salat isya’, juga dilakukan secara munfarid dan berjamaah di masjid, mushola, atau juga di rumah.

Konon dikisahkan dalam hadist bahwasanya Rasulullah Muhammad ﷺ hanya pernah melakukan-nya secara berjamaah dalam tiga kali pertemuan saja. Hadist tersebut menyebutkan juga bahwa Rasullullah ﷺ kemudian tidak lagi melanjutkan pada malam-malam berikutnya karena takut akan diwajibkannya salat tarawih kepada umat islam.

Pada salat tarawih ini terdapat banyak praktik tentang jumlah rakaat serta jumlah salamnya. Dahulu pada masa Nabi Muhammad ﷺ, salat tarawih hanya dilakukan tiga sampai empat kali saja, tanpa ada keterangan yang menyebutkan banyak jumlah rakaatnya. Salat tarawih berjamaah sempat dihentikan karena ada rasa takut akan diwajibkannya. Baru ketika zaman kekhalifhan Umar bin Khattab salat tarawih berjamaah dihidupkan kembali, dengan banyak jumlah rakaatnya dua puluh serta dilanjutkan tiga salat witir.

Perbedaan Pendapat dalam Pelaksanaannya

Empat mazhab sunni berbeda pendapat dalam mempraktikkan banyak jumlah rakaat dalam tarawih, seperti mazhab Hanafi (8 rakaat ), mazhab Maliki (sebagian 8 atau 20 rakaat), mazhab Syafi`i (20 rakaat), juga mazhab Hambali (sebagian 8 atau 20 rakaat). Juga, Imam Syafi`i, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa salat tarawih lebih utamanya dilaksanakan dengan cara berjamaah, sesuai dengan apa yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab dan para sahabat.

Baca juga:  Hubungan Nizamul Mulk dengan Abu Sa’id Abul Khair, Hubungan Politisi dengan Kaum Sufi

Pada masa Umar bin Abdul Aziz yang notabenya sebagai khalifah dari Bani Ummayyah di Damaskus, beliau melaksanakan salat tarawih dengan 36 rakaat 18 kali salam, sementara Ibnu Taimiyah melaksanakan sholar tarawih sebanyak 40 rakaat 20 kali salam.

Kebiasaan menunaikan shalat Tarawih berjamaah sudah dimulai sejak pada zaman Nabi Muhammad ﷺ. Tapi, kala itu belum muncul Bahasa ‘Tarawih’. Melainkan Qiyam Ramadhan’. Ibadah yang selalu menghidupkan malam-malam di bulan suci Ramadan.

Sedangkan Bahasa Tarawih mulai masyhur dipakai oleh Sebagian besar ulama untuk menyebutkan shalat sunnah di malam Ramadan. Waktu pelaksaannya setelah salat isyak hingga terbit fajar.

Shalat Tarawih ini dikerjakan oleh Nabi Muhammad ﷺ pada tanggal 23 Ramadhan tahun ke-2 hijriyah. Kala itu rasullullah ﷺ mengerjakannya tidak selalu di masjid, melainkan sesekali di rumah beliau.

Hadist tersebut menerangkan bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ pernah melaksanakan shalat Tarawih di awal bulan Ramadhan. Namun setelah Nabi Muhammad ﷺ melihat antusiasme para sahabat yang begitu tinggi, justru Rasul mengurungkan niat nya untuk ke masjid.

Sebagaimana penjelasan Ibnu Hajar dalam kitab fathul bari tentang hadist tersebut: “Sesungguhnya Nabi Muhammad ﷺ ketika menekuni suatu amal kebaikan dan diikuti umatnya, maka perkara tersebut telah diwajibkan atas umatnya”. Langkah itu sangan menunjukkan bahwasahnya betapa bijaksana dan sangat sayangnya Nabi Muhammad ﷺ kepada umatnya. Pada hadist diatas dapat ditarik kesimpulan:

  1. Nabi Muhammad ﷺ shalat tarawih di masjid hanya 2 malam, dan beliau tidak hadir melaksanakan shalat tarawih berjamaah bersama-sama di masjid karena khawatir shalat tarawih akan diwajibkan kepada umatnya.
  2. Salat tarawih hukumnya sunnah, karena sangat digemari oleh Nabi Muhammad ﷺ dan beliau mengajak orang-orang untuk mengerjakannya.
Baca juga:  Generasi Aiwa: Jejak Nusantara di Saudi Arabia

Syekh Taqiyuddin al-Hishni menegaskan:

وَفعل عمر ذَلِك لأمنه الافتراض

“Dan Sayyidina Umar melakukan hal yang sama (mengumpulkan manusia untuk shalat dan jamaah tarawih) karena terjamin dari anggapan kewajiban Tarawih” (Syekh Taqiyuddin al-Hishni, Kifayah al-Akhyar, hal. 89).

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
2
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top