Ahlussunnah wal jama’ah yang lebih dikenal dengan Sunni adalah ajaran untuk mengajak umat Islam kembali kepada Alquran dan hadis. Lahirnya sunni tidak lain karena terjadinya perang politik yang membuat keretakan dalam persatuan umat Islam. Sunni sendiri merupakan gerakan yang dipelopori Hasan bin Yasar al-Bashri. Sedangkan menurut Mbah Hasyim (KH. Hasyim Asy’ari), sunni merupakan gerakan yang mengajak umat Islam kembali kepada Alquran dan hadis, serta menggabungkan akal dan wahyu untuk mencapai seluruh aspek kehidupan yang tawassuth, tawazun, dan tasamuh.
Di Indonesia, Sunni sebagai kelompok besar mazhab di Islam memiliki banyak kelompok, seperti Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Al-Irsyad, bahkan Wahabi. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan apa yang diketahui oleh umat Islam di Indonesia, terutama umat Islam yang menganggap bahwa ahlusunnah wal jam’ah adalah Nadhatul ulama saja. Lantas bagaimanakah pemikiran kelompok-kelompok tersebut tentang Sunni?
Dalam terjemahan buku Risalah Ahlusunnah wal Jam’ah (Asy’ari: 2017:81) menyebutkan bahwa Sunni mempunyai banyak perbedaan dalam pemikiraannya. Seperti aliran Salafi yang dipelopori Ibnu Taimiyah, memiliki pandangan agar umat Islam kembali kepada Alquran dan hadis saja, tetapi menganjurkan ijtihad dan melarang taqlid. Dari aliran Salafi ini, muncul dua ide yaitu: gerakan yang mempertahankan ajaran salafi dan gerakan yang tetap mempertahankan ajaran salafi, namun berbeda dalam praktiknya.
Gerakan yang mempertahankan ajaran Salafi dimotori oleh Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Ahmad Khan. Gerakan seperti ini banyak kita temukan di Indonesia seperti Muhammadiyah. Sedangkan Wahabi merupakan aliran yang tetap mempertahankan ajaran Salafi, namun berbeda dalam praktiknya. Seperti prinsip dakwah aliran wahabi yang menghalalkan pembunuhan (Asy’ari: 2017:83). Hal ini tentu mengalami kecaman dari berbagai kalangan Sunni lainnya karena merusak toleransi antar ummat Islam. Lantas bagaimanakah teologi Nahdhatul ulama yang dipelopori oleh Kyai Hasyim?.
Integrasi Kalam Asy’ariyah dan Maturidiyah
Menurut Suis Qaim (2012:361) dalam artikelnya, menyebutkan bahwa Nadhatul Ulama merupakan salah satu organisasi terbesar di Indonesia yang didirikan pada 31 januari 1926. Nahdhatul Ulama adalah organisasi yang berhaluan ahlussunnah wal jam’ah. Dimana teologinya didasarkan kepada paham Asyariyah dan Maturidiyah. Dan dalam fikihnya berdasarkan kepada madzahib al-Arba’a.
Doktrin-doktrin pada paham Asy’ariyah dan Maturidiyah sejatinya memiliki banyak persamaan. Karena pada hakikatnya, munculnya aliran berpaham Asy’ariyah dan Maturidiyah sebagai bentuk perlawanan terhadap paham Muktazilah. Dimana paham Asy’ariyah melawan paham Muktazilah di Basyrah, dan paham Maturidiyah melawan sisa-sisa paham Muktazilah yang ada di Samarkand. Al-Asy’ari merupakan pengikut imam Syafi’i sedangkan Al-Maturidi merupakan pengikut madzhab Hanafi (Harun Nasution:1986:78).
Kyai Hasyim memiliki peran penting dalam teologi yang ada dalam Nadhatul Ulama, karena beliaulah yang menggabungkan pemikiran paham Asy’ariyah dan Maturidiyah. Pemikiran Asy’ariyah dan Maturidiyah lebih membahas kepada tiga bagian yaitu keesaan Tuhan, ke-qadiman Alqur’an dan qadha dan qadar Tuhan. Dimana pemikiran Asy’ariyah dan Maturidiyah memiliki pengertian masing-masing mengenai tiga bagian tersebut.
Menurut Asy’ariyah, yang pertama adalah keesaan Tuhan, Al-Asyari berpendapat bahwa Allah adalah Tuhan yang Maha Esa, dengan alasan bahwa adanya alam semesta merupakan bentuk dari ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa. Sedangkan mengenai sifat-sifat Tuhan Al-Asyari menegaskan bahwa sifat Tuhan adalah bukan Tuhan dan bukan selain Tuhan. Maksud dari Al-Asyari adalah sifat Tuhan tidak sama dengan sifat dari ciptaanya, dan dzat Tuhan pasti memiliki perbedaan dari dengan semua ciptaan yang sifatnya baru. Dan sifat Tuhan menurut Al-Asyari yang dianut oleh masyarakat Nadhatul Ulama sampai saat ini.
Yang kedua adalah ke-qadiman Alquran, menurut Al-Asyari Alquran merupakan kalam Allah, dan kalam Allah adalah qadim. Kalam Tuhan merupakan sifat-sifat Tuhan, karena bagi Al-Asyari sifat-sifat Tuhan sudah dijelaskan didalam Alquran. Dan yang terakhir adalah qadha dan qadar Tuhan, Al-Asyari berpendapat bahwa Allah menciptakan baik dan buruk kepada semua makhluknya. Namun Al-Asyari menegaskan bahwa kebaikan merupakan kebaikan Tuhan dan sifat yang dianjurkan oleh Tuhan, sedangkan keburukan merupakan perbuatan yang dilakukan oleh makhluknya dan tidak dianjurkan oleh Tuhan.
Sedangkan menurut Maturidiyah, yang pertama adalah Keesaan Tuhan, menurutnya, Allah adalah Tuhan yang Maha Esa, karena menurutnya tidak mungkin ada alam semesta ini kecuali ada yang menciptakan, dan tidak mungkin juga ada dua Tuhan di dunia ini, karena apabila ada dua Tuhan pasti memiliki kehendak yang berbeda, dan apabila memiliki kehendak yang sama, pasti Tuhan bukanlah yang Maha Kuasa.
Yang kedua adalah ke-qadiman Alquran, menurut Al-Maturidi, untuk mengetahui keqadiman Alquran harus menggunakan akal dan pendengaran. Karena pendengaran digunakan untuk memperoleh media penjelasan Alquran dan akal digunakan untuk mengetahui baik dan buruknya sesuatu. Dan yang terakhir adalah qadha dan qadar Tuhan, menurut Al-Maturidi, kepercayaan terhadap qadha dan qadar adalah bentuk ketaatan atas keputusan dan perbuatan Tuhan terhadap makhluknya atas ketidakpastian bentuk atas keputusan Tuhan.
Ahlussunah wal jam’ah menurut Kyai Hasyim merupakan ajaran yang didasarkan kepada Alquran dan hadits serta menggabungkan akal dan wahyu untuk mencapai seluruh aspek kehidupan yang tawassuth, tawazun, dan tasamuh. Mungkin inilah yang membuat Kyai Hasyim menggabungkan pemikiran Asy’ariyah dan Maturidiyah menjadi teologi Nahdhatul Ulama. Wallahu a’lam.