Sedang Membaca
Tradisi “Ilouwe Basudarao” Khas Orang Siri-Sori Islam

Dosen Psikologi IAIN Ambon.

Tradisi “Ilouwe Basudarao” Khas Orang Siri-Sori Islam

“Ilouwe basudarao” merupakan salah-satu tradisi yang “khas” dimiliki orang Siri-Sori Islam, Saparua Timur, Maluku Tengah. Secara bahasa, “ilouwe basudarao” berarti kumpul keluarga. Sedangkan, secara makna, “ilouwe basudarao” berarti ikatan rasa senasib-sepenangggungan.

Rasa senasib-sepenangggungan itu sama artinya dengan kata “solidaritas”. Yang mana, setiap individu mengikatkan diri dalam satu kelompok demi meringankan “beban” bersama.

Biasanya, tradisi “ilouwe basudarao” diaplikasikan ketika ada seorang muda-mudi dari salah-satu keluarga tertentu sedang punya hajat “nikah”. Untuk meringankan beban keluarga tersebut, maka dilakukanlah tradisi “ilouwe basudarao”.

Dalam pelaksanaannya, selalu melibatkan semua orang dari berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari anakmuda sampai lanjut usia. Semuanya saling bahu-membahu demi meringankan “beban” dari salah-satu keluarga yang punya hajat dari aspek ekonomi, sosial, dan lain-lain.

Mungkin, tradisi semacam itu yang diistilahkan Bartels (2017) sebagai “loyalitas” orang Maluku. Dalam ulasan Bartels (2017) bahwa loyalitas orang Maluku paling tinggi ialah pada keluarga, kemudian kepada negara, dan terakhir pada dunia secara keseluruhan.

Tradisi “ilouwe basudarao” ini uniknya diselingi dengan makan “nasi pulut” bersama. Nasi pulut melambangkan “kelekatan atau kohesi sosial” dalam sistem masyarakat Siri-Sori Islam.

Metafor “nasi pulut” ini sebagai wujud dari penerapan nilai “ipika mese-mese”. “Ipika” berarti berpegangan, dan “mese-mese” berarti erat-erat. Jadi, “ipika mese-mese” ialah berpegangan yang erat-erat. Sebagaimana nasi pulut yang terbuat dari ketan, tampak setiap butirnya saling lengket-menyatu, inilah metafor “ipika mese-mese”.

Baca juga:  Beramadan di Iran, Yuk!

Penerapan “ipika mese-mese” dalam wujud nasi pulut tersebut juga untuk mempertegas pernyataan orang Siri-Sori Islam yakni “sa inoro’o sa”. Pernyataan itu berarti satu sama lain “harus” saling lihat, membantu demi kemajuan bersama.

Bagi orang Siri-Sori Islam, tradisi tsb juga tidak sekedar menyelesaikan “beban” salah-satu keluarga yang punya hajat. Melainkan, dapat juga menjadi alat “perekat” untuk menyelesaikan problem sosial lainnya, seperti “konflik” akibat beda pandangan, dan lain-lain.

Sebagaimana pernyataan KH. Said Aqil Siroj bahwa “Budaya dapat menjadi infrastuktur agama”, maka sama artinya dengan tradisi orang Siri-Sori tersebut. Tentu, tujuan yang di capai dari tradisi ialah mencapai kemaslahatan bersama. Semoga tradisi ini tetap di pertahankan sama anak cucu kelak. Aamiin. Sekian. Wallahua’lam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top