Sedang Membaca
Energi Hari Santri (2): Santri Nasionalis dari Bumi Maluku

Dosen Psikologi IAIN Ambon.

Energi Hari Santri (2): Santri Nasionalis dari Bumi Maluku

Whatsapp Image 2021 10 22 At 09.54.43

Suatu saat saya pernah mendengar curhat dari salah-satu anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bilang begini, “Dulu waktu saya masih kecil, saya sempat melihat foto-foto Syaikh Abdul Qodir al-Jailani dan imam Ali bin Abi Thalib dipajang di setiap rumah di Tual. Namun, sekarang foto-foto itu sudah tidak ada lagi. Saya tidak tahu mengapa hal ini bisa terjadi”.

Mendengar curhatan itu saya takjub sekaligus merasa sedih, mengapa foto-foto itu tidak dipajang lagi. Padahal, foto-foto para ulama sekelas wali sebetulnya memiliki kekuatan melindungi sekaligus pengingat bagi kita untuk menghindari perbuatan tercela. Namun, ketika saya mendengar curhatan itu, saya merasa kita sudah kehilangan sosok yang mengingatkan kita, Syaikh Abdul Qodir al-Jailani.

Pemajangan foto Syaikh Abdul Qodir al-Jailani ini menyingkapkan makna bahwa ajaran Islam yang paling pertama masuk ke Maluku sangat bercorak tarekat. Hal ini tidak bisa kita pungkiri, bahwa dalam praktik ritual Islam di Maluku sarat dengan tarekat Qodariyah-Naqsabandiyah. Hal ini berdasarkan diskusi lepas saya dengan Tuan Guru Hery Talaohu (ketua JATMAN wilayah Maluku). Dalam kesempatan diskusi lepas itu, Tuan Guru Hery mengatakan, “Dalam praktik ajaran Islam kita di Maluku ini sangat kental dengan nuansa tarekat seperti tarekat Qodariyah-Naqsabandiyah dan lain-lain. Namun, kita tidak sadar untuk menamainya sebagai ajaran tarekat”.

Berbicara tentang kapan masuknya ajaran tarekat Islam ke Maluku ini menimbulkan banyak kontroversi. Masing-masing negeri (orang Maluku menyebut desa/kampung sebagai negeri) meyakini bahwa di negeri merekalah ajaran Islam pertama kali masuk. Ada yang mengatakan masuk abad 12, ada pula yang mengatakan abad 15, dan seterusnya. Terlepas dari kontroversi tersebut, intinya orang Maluku punya semangat mengakui negeri-nya sebagai daerah pertama masuknya Islam. Dengan kata lain, orang Maluku sangat bersemangat memegang ajaran Islam sampai-sampai mengakui negeri-nya sebagai daerah pertama masuknya Islam.

Baca juga:  Santri dan Konservasi Lingkungan (4): Fikih Bi’ah: Ikhtiar Merumuskan Cara Pandang Fikih Soal Lingkungan

Semangat memegang ajaran Islam para leluhur ini belakangan terbentur oleh masuknya ajaran-ajaran puritan dengan slogan “bidáh, khurofat” dan lain-lain sejenisnya. Mungkin inilah salah-satu faktor sehingga foto-foto Syaikh Abdul Qodir al-Jailani tidak mau dipajang lagi. Ajaran Islam puritan mulai tampak mengental dalam benak masyarakat muslim Maluku selepas konflik 1999-2002 silam. Para mujahid yang mengatasnamakan jihad fisabilillah guna mewujudkan Maluku sebagai darussalam berubah menjadi darul harb. Inilah problem utama yang dihadapi santri-santri nasionalis di bumi Maluku.

Saya melihat ada api semangat para santri nasionalis di Maluku untuk mengangkat kembali ajaran-ajaran Islam para leluhur. Banyak di antara mereka tergabung ke dalam organisasi mahasiswa seperti PMII, ada juga yang mengikuti aktivitas pengajian Nahdlatul Ulama setiap minggu sekali yang di dawuh oleh Tuan Guru Hery Talaohu dan Tuan Guru Abdul Rahman Tuanaya, dan ada pula yang tergabung ke dalam rutinitas amaliyah tarikat Qodariyah-Naqsabandiyah yang dibawakan Tuan Guru Erwin Notanubun serta tarikat Dasuqiyah yang dibawakan Tuan Guru Hery Talaohu. Semua santri yang tergabung ke dalamanya memiliki spirit yang sama untuk mengangkat ajaran Islam para leluhur. Ketika para santri mencoba mengangkat ajaran tersebut di laman-laman facebook, mereka mendapat kritik dari kalangan puritan.

Baca juga:  Mengapa Imam Muslim Tidak Meriwayatkan Hadis dari Imam Bukhari?

Ada kasus, ketika salah-satu santri mengangkat tulisan para ulama terkait tasawuf, seketika itu juga masuk kritik bahwa ajaran tasawuf itu bidáh. Bahkan, baru-baru ini ketika kita sedang merayakan maulid Nabi Muhammad SAW, ada yang mengatakan peringatan itu terlalu berlebih-lebihan alias bidáh. Perkataan bidáh ini kemudian disangkal oleh Tuan Guru Hery Talaohu dan Tuan Guru Abdul Rahman Tuanaya bahwa yang pertama kali merayakan maulid ialah sang pemilik maulid sendiri yakni Nabi Muhammad SAW. Dengan kata lain, maulid Nabi Muhammad SAW bukan bidáh.

Selain itu, saya merasakan juga ada semangat para santri nasionalis di Maluku untuk mengeksplorasi naskah-naskah tua tentang ajaran tarekat Islam para leluhur. Memang, problem kita di Maluku sekarang ini masih minim penelitian-penelitian filologi untuk mengeksplorasi naskah-naskah tua. Di satu sisi, ketika peneltiian filologi mau dilakukan maka kita akan terbentur dengan reaksi masyarakat muslim Maluku yang enggan membuka naskah-naskah tua tersebut.

Katanya, membuka naskah tua itu termasuk kategori pamali. Hal ini tentu akan membatasi kita mengangkat ajaran Islam para leluhur. Dengan kata lain, ketika kita sulit mengangkat ajaran para leluhur melalui naskah-naskah tua, maka ajaran-ajaran Islam puritan akan semakin mengental dan akhirnya kita kehilangan ajaran para leluhur. Hal ini yang dihadapi para santri nasionalis di bumi Maluku.

Meskipun banyak problem yang dihadapi para santri nasionalis di Maluku, tapi tidak menyurutkan semangat mereka untuk terus menggelorakan ajaran Islam para leluhur. Sebab, bagi para santri Maluku, menggelorakan ajaran Islam para leluhur sama halnya dengan mengangkat jati diri kemanusiaannya. Banyak hikmah-hikmah yang tersirat dibalik ajaran Islam para leluhur seperti persatuan dan spirit melawan ketidakadilan.

Baca juga:  Iklan dan Martabat

Spirit melawan ketidakadilan ini misalnya tampak dari perilaku almarhum Habib Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Aqil bin Syeikh Abu Bakar yang letak kuburannya berada di areal masjid agung An-Nur kota Ambon. Ketika saya mengikuti ziarah bersama pengurus JATMAN ke makam Habib Syeikh Abu Bakar, saya mendengar nasehat dari salah-seorang habib mengatakan bahwa dulu waktu penjajah Belanda masih di Maluku mereka tidak berani lewat di depan Habib Syeikh Abu Bakar. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku Habib Syeikh Abu Bakar sangat menentang ketidakadilan yang dilakukan penjajah kala itu. Perilaku ini menginspirasi para santri nasionalis di Maluku sekarang ini.

Itulah sekilas ulasan tentang api semangat para santri nasionalis di bumi Maluku. Bahwa, para santri di Maluku memiliki spirit yang sama dengan para santri di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Yakni, menjaga persatuan, melawan ketidakadilan dan mengangkat jati diri kemanusiannya melalui penggeloraan ajaran-ajaran Islam para leluhur. Meskipun para santri di bumi Maluku tidak mengenyam lezatnya dunia pesantren, namun dibalik aktivitas pengajian dan amaliyah tarikat para santri nasionalis Maluku memiliki spirit yang sama dengan lulusan pesantren. Sekian.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top