Sedang Membaca
Masjid Tongas, Masjid Andalan Pelintas di Probolinggo
M Faizi
Penulis Kolom

Penyair, tinggal di Pesantren Annuqoyah, Sumenep

Masjid Tongas, Masjid Andalan Pelintas di Probolinggo

Semua orang muslim tahu, masjid adalah bangunan yang peruntukannya untuk salat. Ada beberapa kalangan yang menyempitkan arti masjid menjadi “tempat untuk salat, iktikaf,  dan juga digunakan salat Jumat.” Inilah yang membedakan masjid dengan surau, langgar, musala, yang kesemua itu memiliki fungsi dasar yang sama: tempat untuk salat.

Dengan pengertian di atas, kata masjid mengesankan kelebihan dari yang lain, antara lain secara ke-lapang-an, mengingat masjid digunakan untuk salat Jumat.

Masjid yang terletak di pinggir jalan raya mempunyai fungsi yang lain. Biasanya, masjid-masjid seperti ini, yang memiliki lokasi yang strategis, halaman luas, seringkali digunakan orang untuk transit di saat bepergian.

Namun, tidak dapat dipungkiri, ada pula orang yang hanya sekadar numpang pipis di kamar kecil masjid. Yang lebih tragis, terkadang, sudah numpang pipis, lalu ngeloyor tanpa nyumbang ke kotak amal. Prinsip mereka yang seperti ini adalah: parkir, pipis, pergi.

Saya pernah ikut mendiang ayah saya ke Jember. Kami berangkat dari Madura. Mendekati kota Probolinggo, di ayah saya mampir di sebuah masjid yang ‘belum jadi’. Lantainya masih berdebu, hanya bagian dalamnya saja yang sudah dilepa. Kejadian ini sekitar tahun 1998/1999.

Ngapain juga beliau mampir di masjid yang belum jadi seperti ini, wong masjid yang bagus-bagus itu banyak,” pikir saya dalam hati.

Baca juga:  Kerukunan Mazhab di Makam Syekh Yazid al-Busthami

Sebelum-sebelumnya, masjid andalan kami biasanya di masjid Ar-Rahmah, depan pabrik kertas Leces.

Tanpa mengajukan pertanyaan itu, saya langsung paham alasannya begitu kami turun di pelataran. Rupanya, yang paling menarik dari masjid ini adalah kamar mandinya. Loh? Iya, jarang ada masjid yang kamar mandinya dibuka untuk umum, apalgi melimpuah pula airnya.

Bagi kami yang menganut mazhab Syafiiyah, melimpahnya air di masjid serta jaminan kesucian berdasarkan arsitektur bangunan, seperti titian dari kamar mandi hingga lantai musalla, adalah tujuan utamanya, bukan kemegahan bangunan atau fasilitasnya.

Itulah nyaman di Jawa Timur yang saya tahu: Masjid Raudlatul Muttaqin. Masjid ini terletak Sumberasih, berlokasi di ruas jalan Probolinggo-Pasuruan. Letaknya di selatan jalan, kira-kira 1,5 kilometer di barat kota Probolinggo.

Saya sering mampir salat di situ, meski sesekali juga pernah numpang istirahat. Pertama kali saya tahu kenyamanan masjid ini adalah di era akhir 90-an saat saya sering ikut ayah bepergian.

Dulu, masjid itu berlantai tanah. Hanya bagian dalamnya saja yang menggunakan ubin. Namun, meskipun begitu, 4 kamar mandi dan enmpat WC (untuk pria; belum lagi untuk yang wanita) sudah berdiri, seperti kondisi yang sekarang ini. Selama berpuluh kali saya kesana, air di masjid ini selalu penuh. Mungkin, inilah yang paling menarik bagi para musafirin untuk singgah.

Baca juga:  Dari Tepi Nil ke Jantung Benua Biru

Sejatinya, masjid ini tidak terlalu besar. Hanya ada 8 shaf (dalam setiap shaf, kira-kira memuat 18 orang jika berbaris rapat) di bagian dalam. Bagian luarnya memang lebih lapang. Areal parkir mobil pun juga tidak begitu luas, hanya memuat sekitar 9 baris mobil kecil.

Tapi mengapa banyak orang singgah di sini, padahal tempatnya juga tidak begitu strategis karena sangat mepet dengan jalan raya yang lalu-lintasnya sangat ramai? Tentu, jawabannya adalah karena fasilitas air di masjid ini melimpah. Kamar mandi selalu kancap. Tempat cuci kaki terus-menerus mengalir terus.

Saya yakin, karena alasan itu pulalah orang-orang begitu mudah memasukkan uang sebagai amal untuk masjid. Maka, tidak heran jika pada suatu kesempatan,  beberapa tahun yang lalu, saya melihat jumlah kas di masjid ini mencapai angka 1.800.000 dalam sepekan; bahkan pernah saya lihat juga di atas 2 juta, dengan catatan: semua itu berasal dari kotak amal yang diisi orang secara sukarela. Itu yang saya lihat sekitar 5 tahun yang lalu, kalau sekarang, saya kurang tahu karena setiap kali mampir sudah tidak pernah memperhatikan data-data tersebut lagi.

Jadi, kalau dalam perjalanan Anda harus mampir di masjid, apalagi numpang pipis, jangan lupa kasih infak yang lebih besar daripada Anda pipis di terminal agar takmirnya tidak kekurangan dana sehingga harus menggelar barisan TOA di tepi jalan seraya memanggil: “Amal… amal… amal…”

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top