Dua tahun yang lalu, saya sempat membaca buku milik Cak Hamid yang tergelatak di meja dekat kasurnya tentang biografi Imam As-Suhaili yang dikarang oleh Dr. Hasan Jallab. Di sela-sela membaca saya menemukan informasi penting bahwa Imam As-Suhaili merupakan ulama yang kehilangan indera penglihatannya pada usia 17 tahun.
Selain itu, saya juga menemukan salah satu buku referensi penting yang menghimpun biografi para ulama yang tuna netra karangan Imam As-Shofadi. Kitab itu berjudul Nukatul Hamyan fi Nukatil Umyan. Dan kebetulan telah diunggah di website alif.id. Kali ini saya akan mengulas biografi dari pengarang kitab babon dalam bidang sirah nabawiyyah, Raud Al-Unuf fi Tafsiri As-Sirah An-Nabawiyyah.
Nama dan Nasab
Memiliki nama lengkapnya Abul Qosim Abdullah bin Ahmad bin Ashbagh bin Sa’dun bin Ridwan bin Fattuh. Ada tiga julukan yang dimiliki, Abul Qosim, Abu Zaid dan Abul Hasan. Ketiga kunyah ini disebutkan oleh Imam Ibnul Abar dalam Tadzkirotul Huffadz.
Perihal tanggal lahirnya, Imam Ibnu Dahiyyah, murid dari Imam As-Suhaili, pernah bertanya perihal tanggal kelahirannya dan dijawab, “Saya dilahirkan di tahun 508 H.” Untuk tahun kelahiran tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama.
Suhail merupakan nama salah satu nama desa dan distrik yang ikut kepada wilayah Malaga yang terletak di laut mediterania. Imam Al-Hamiri menyebutkan asal muasal penamaan Suhail adalah nama bintang yang hanya dapat dilihat dari atas gunung yang berada di wilayah itu. Tapi pendapat ini dibantah oleh sejarawan modern Al-Ustadz Inan yang berkata bahwa nama Suhail ini tahrif dari Selitana, nama Yunani yang ada sejak sebelum kaum muslimin datang ke Andalus.
Ia melanjutkan, “Suhail atau Fuengirola merupakan nama kota yang berada di tepi pantai dan berdekatan dengan gunung. Berjarak 30 Km dari kota Malaga. Di sana terdapat benteng yang dibangun oleh Sultan Abdurrahman bin Al-Hakam pada pertengahan abad ke 9 M. Di sekitar benteng inilah Imam As-Suhaili lahir.”
Rihlah Ilmiah
As-Suhaili kecil tumbuh dan besar di Malaga. Di kota inilah ia mulai belajar kepada para ulama. Kegandrungannya terhadap keindahan bahasa dan sastra Arab membuatnya kelak menjadi seorang linguis linguis pilih tanding. Dan guru yang sangat memengaruhi dalam pemikiran kebahasannya adalah Imam Abul Husain At-Thorowah (w 528 H).
Dari Imam At-Thorowah ini, As-Suhaili mengkaji kamus Lisan Al-Arab milik Ibnu Mandzur. Ia juga mengkaji magnum opusnya Imam Sibawaih, yaitu Al-Kitab. Dikatakan bahwa tidak ada yang lebih paham dan pakar Al-Kitabnya Sibawaih di zamannya kecuali gurunya ini.
Setelah itu mulai melakukan rihlah ilmiyyah pertamanya ke Cordoba. Ia berguru ilmu qiraat kepada Sulaiman bin Yahya Al-Qurtubi. Tak lama, ia melanjutkan perjalanan pergi ke Isbiliyyah atau Sevilla. Disini ia bermulazamah dengan Imam Ibnu Al-Arobi Al-Ma’afiri (w 543 H), seorang Qodhi dan Faqih pengarang Ahkamul Qur’an, untuk belajar fiqih, ushul fiqh dan Akidah.
Ia juga berguru kepada Ar-Rammak yang juga pakar bahasa. Ia meriwayatkan banyak hadist dari Ibnu Ikhtu Ghonim (w 525 H) Banyak lagi para masyayikh yang ia datangi untuk beristifadah hingga ia menguasai berbagai macam ilmu, Mulai dari tafsir, fiqih, hadist, sirah, dan berbagai cabang ilmu lain.
Ulama Tuna Netra
Para ulama sepakat bahwa Imam As-Suhaili mengalami kebutaan pada saat berusia 17 tahun. Tapi cobaan ini tak sedikit pun mengendorkan ghiroh nya dalam mencari ilmu dan berkhidmah kepada agama Islam. Hal ini terbukti dengan berbagai karangan yang telah ia karang setelah kehilangan penglihatannya.
Dalam mukadimah kitab Roud Al-Unuf, diterangkan bahwa ia mengarang kitab ini dengan cara mendiktekan kepada salah satu muridnya. Karena kala itu, penglihatannya sudah mulai kabur dan tubuhnya mulai merasakan kepayahan.
Adapun kitab ini dikarang sebagai hadiah kepada Sultan Abu Ya’kub Yusuf bin Abdul Mu’min yang mulai memimpin dinasti Muwahhidun 557 H. Sultan Abu Ya’kub ini termasuk sultan yang mencintai ilmu dan para ahli ilmu.
Pada masa kepemimpinan Sultan Abu Yusuf inilah Andalus takhluk di bawah kekuasaan Dinasti Muwahhidun. Sejarawan Abdul Wahid Al-Murakusyi dalam kitabnya Al-Mu’jib mencatat bahwa Sultan Abu Ya’qub termasuk orang yang mutqin, faqih dan hafid. Berperawakan gagah berani di atas kuda di medan perang. Tidak ada dalam sejarah bani Abdul Mu’min yang melampaui kepemimpinan sultan Abu Ya’qub.
Berkat cintanya akan ilmu pengetahuan dan para ahlinya, sang sultan sering mengundang para ulama untuk datang ke istananya yang berada di kota Marakesh. Di antara ulama yang diundang untuk datang sebagai penghormatan atas dedikasi dan kerja intelektualitasnya adalah Imam Ibnu Rusyd dan Imam Ibnu Thufail. Keduanya adalah filosof muslim yang berpengaruh dalam perkembangan dunia filsafat Islam setelahnya.
Hal ini berlaku juga pada Imam As-Suhaili, berkat kiprah, keluasan ilmu dan pengaruhnya di bumi Andalus, membuat sang sultan membuat surat keputusan untuk mengundang dan memboyong As-Suhaili ke kota Marakesh.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 579 H. Dalam catatan sejarah, Imam Suhaili menetap di Marakesh selama 3 tahun. Diceritakan bahwa suatu ketika Imam As-Suhaili merasakan kerinduan yang menggebu-gebu kepada keluarga dan tanah airnya. Ia merasakan sebuah kesepian yang amat menyiksa. Beberapa pelayan kerajaan mengetahui kesedihan sang imam dan melaporkannya ke pada sultan Abu Ya’qub. Mendengar kabar itu, sang sultan mengutus seseorang untuk menggambar rumah Imam As-Suhaili beserta perabotan dan bagian dalam rumah. Ketika kembali, sang sultan membangunkan rumah di komplek Al-Qonariyah yang persis dengan bentuk rumah yang telah digambar oleh pelukis suruhan. Tak lupa, diboyong juga beberapa keluarga agar menghilangkan kesedihan hati Imam As-Suhaili.
Dr. Hasan Jallab termasuk yang meragukan kisah di atas. Dengan alasan bahwa ketika itu kondisi perpolitikan sedang diambang batas. Kerajaan disibukkan untuk berjihad mempertahankan wilayah Andalus dari para pemberontak.
Selain itu, buku-buku tarajim dan tarikh tidak menyebut kegiatan apa saja yang dilakukan oleh Imam As-Suhaili selama berada di Marakesh. Diketahui Imam Suhaili disibukkan mengajar para murid, tapi tidak sampai kepada kita data tentang siapa saja murid yang belajar kepadanya dan kitab apa yang dikaji.
Di antara ajaran Imam As-Suhaili yang dapat kita ambil sebagai ibrah: Pertama, Keistikamahan beliau dalam mencari ilmu. Hal ini senada dengan apa yang diucapkannya, “Menyibukkan diri dengan ilmu itu lebih baik daripada menyibukkan diri dengan perkara dunia.” Kedua, zuhud untuk urusan dunia. Ketiga, sabar menghadapi cobaan. Di maqam ini, banyak ulama mengatakan bahwa ia menyerupai Imam Yusuf bin Ali Al-Mubtali. Keempat, produktifitas dalam menulis. Penyakit yang menimpanya tidak menghalangi sedikit pun untuk tetap menulis dan berkarya. Bagaimana dengan kita yang masih sehat ini?
Beberapa karya lain selain master piecenya berupa Roud Al-Unuf adalah sebagai berikut: Tafsir Surah Yusuf (Masih berupa manuskrip yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Maroko yang berada di kota Rabat), Syarah Ayat Al-Washiyyah, Masalat fi Ru’yatillah fil Manam, Masalat As-Sir fi Aur Ad-Dajjal, Nata’ijul Fikr fi ilm An-Nahw, At-Ta’rif wa Al-I’lam fi ma Abhama fi Al-Quran min Al-Asma’ wa Al-A’lam (Merupakan kitab penting dalam kajian Ulumul Qur’an. Imam Syuyuti memuji sebagai karangan yang agung. Disyarah oleh dua orang ulama, Syekh Muhammad bin Ahmad Al-Ghornati (w 903 H) dan Syeikh Muhammad bin Abdullah Al-Fadil).
Di antara kasidah yang mashur dinisbatkan kepada Imam As-Suhaili:
يا من يرى ما في الضمير ويسمـع أنــــت المُعـد لـكــل مـا يُتــوقـع
يـا مـــن يُــرجى للشــدائــد كلهـا يـا من إليه المشتكى و المَفزع
يا مــــن خزائن رزقه في قول كن امنن فـإن الخــيـر عـــندك أجمع
مالـي سوى فـــــقري إليك وسيلـة فبــالافتـقــــار إليـــك فــــقري أدفـع
مالي سـوى قــــرعي لبابك حيلة ولئـــن رددت فــــــأي بــــاب أقــرع
ومن الذي أدعو وأهتف بــاسمـه إن كان فضلك عن فقيرك يمنـع
حـــــاشـا لجودك أن تقنط عاصـيا الفضــــل أجـزل والمواهب أوسع
Wafat
Setelah tepat tiga tahun menetap di kota Marakesh, pada hari Kamis 26 Sya’ban tahun 581 H, Imam Abdurrahman As-Suhaili sowan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dimakamkan waktu dhuhur di bagian luar dari Bab Rubb atau Bab As-Syariah. Di usia 72 tahun. Kuburannya berada di belakang komplek istana raja. Apabila ingin berziarah, harus menyerahkan KTP atau paspor karena terdapat pos keamanan yang dijaga oleh polisi dan tentara. Para peziarah tetap ramai menziarahi petilasan Imam As-Suhaili hingga kini. (RM)
Casablanca, Selasa, 31 Maret 2020