Kitab Dala’il Al-Khairat merupakan kitab penting dalam khazanah keislaman. Berisikan berbagai shalawat dan pujian kepada Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Dikarang oleh Imam Muhammad bin Sulaiman Al-Jazuli yang merupakan salah satu dari Sab’atur Rijal kota Marakesh.
Imam Al-Jazuli mempunyai nama lengkap Muhammad bin Abdur Rahman bin Abi Bakar bin Sulaiman As-Samlali Al-Jazuli. Dilahirkan pada akhir abad ke delapan Hijriah. Para sejarawan tidak menyebutkan secara jelas dan tepat kapan Al-Jazuli dilahirkan. Hanya terdapat keterangan bahwa ia besar dan tumbuh di sebuah daerah bernama Jazulah nama salah satu kabilah suku berber di wilayah Sous.
Apabila diruntut ke atas, maka nasab Al-Jazuli sambung kepada Nabi Muhammad melalui jalur Sayyidina Husain. Hal ini merujuk pada pendapat Al-Mahdi Al-Fasi dalam kitabnya Mumti’ul Asma’ bahwa moyangnya yang bernama Sulaiman bin Abdullah Al-Kamil bin Hasan hijrah ke daerah Telemsen pada awal masuknya Islam di Maghrib (Maroko). Kemudian banyak dari keturunannya yang mulai berdatangan ke wilayah Lamtah dan Sous Al-Aqsha. Tempat di mana keluarga Al-Jazuli tinggal.
Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa Imam Al-Jazuli merupakan dzurriyah nabi melalui jalur sayyidina Hasan. Hal ini bersumber dari Imam Abdussalam Al-Qodiri yang dinukil Mukhtar Al-Susi dalam master piece-nya, Al-Ma’sul lengkap beserta silsilahnya yang sambung kepada Nabi.
Masa kecil Imam Al-Jazuli dihabiskan untuk belajar ilmu agama. Ia hidup dalam lingkungan keluarga yang senantiasa menumbuhkan benih-benih mencintai nabi dalam batin sejak dini. Pada akhir abad ke 8 dan permulaan abad 9 H, terjadi beberapa konflik internal yang menghantarkan pada pemberontakan kaum Berber terhadap otoritas kekuasaan kala itu. Ditambah kedatangan Portugis yang ingin menguasai semenanjung Sous. Peperangan pun tak terhindarkan.
Pada masa genting inilah, Imam Al-Jazuli memutuskan untuk pergi ke kota Fes. Ia pun tiba di Madrasah As-Shaffarin. Madarasah yang didirikan oleh Sultan Ya’qub Al-Marini pada tahun 720 H. Selama di kota Fes ini, ia lebih banyak merenung dan menjalani laku uzlah. Ia tidak pernah mengajak seorang pun masuk di dalam kamarnya. Konon, Imam Al-Jazuli memahat pintu kamarnya besar-besar dengan tulisan Al-Maut (kematian) sebanyak tiga kali. Hal ini membuktikan bahwa Imam Al-Jazuli telah mencapai titik pergolakan batin terhadap eksistensinya dan memutuskan untuk menempuh jalan sebagai seorang salik.
Ia pun mulai mencari seorang mursyid yang hakiki. Guru yang dapat membimbimnya kepada hakikat kebenaran. Dengan ghirah yang begitu tinggi, ia akhirnya memutuskan untuk melakukan rihlah ilmiah ke timur. Ia melaksanakan haji dan berkeliling untuk mengaji kepada para ulama hijaz. Lalu melanjutkan perjalanan ke Mesir dan berguru kepada Syeikh Abdul Aziz Al-Ajami di Al-Azhar. Setelah itu singgah di Al-Quds dan kembali lagi ke Fes. Perjalanan ini ditempuh dalam kurun waktu 7 tahun. Tidak banyak referensi yang menerangkan secara detail guru-guru yang ia temui dan kitab apa yang telah ia kaji selama perjalanan.
Setelah kembali dari perjalan panjang inilah, ia bertemu dengan Imam Zarrouq Al-Fasi, yang memperkenalkannya kepada seorang murabbi yang selama ini ia cari, yaitu Imam Abu Abdillah Muhammad Amghaur As-Shagir.
Ia kemudian pergi ke distrik Tith, dekat dengan tepian pantai kota Azmour, di sanalah terdapat ribat atau zawiyah milik gurunya. Pada mursyid Abi Abdillah Amghaur inilah ia telah memantabkan batin dan jiwanya untuk mengambil baiat tarekat Syadziliyyah. Atas isyarat dari sang guru, ia mulai melakukan tirakat khalwat selama 14 tahun. Di sela-sela masa khalwat inilah, ia mulai bermujahadah membaca hizib dan wirid tarekat Syadziliyyah atas izin gurunya. Selain itu, Al-Jazuli juga mendawamkan membaca kitabnya sendiri, yaitu Dalail Al-Khairat dan membaca basmalah sebanyak 100.000 kali. Serta menghatamkan Al-Quran setiap harinya.
Berdakwah di Kota Asafi
Setelah menjalani masa uzlah selama kurang lebih 14 tahun, Imam Al-Jazuli memulai melakukan perjalanan untuk berdakwah dan menyebarkan ilmu yang dimiliki agar bermanfaat bagi orang banyak. Ia memilih kota Asafi sebagai tujuan. Di sana terkenal sebagai basis tarekat Abi Muhammad Sholih. Selain itu, terdapat juga Ribat Kuz atau mashur dikenal sebagai Zawiyah Hartananah, pusat suluk tarekat Syadziliyyah dengan Syekh Abu Said Usman Al-Hartanani sebagai mursyid utamanya. Dari beliau inilah, guru imam Al-Jazuli, Abu Abdillah Amghaur mengambil tarekat Syadziliyyah. Selain itu, kota Asafi ini berdekatan secara geografis dengan distrik Rajrajah, yang memeliki sejarah panjang tasawuf sunni di Maroko.
Dakwah Imam Al-Jazuli pun diterima oleh banyak kalangan. Imam ibnu Al-Mu’aqit mencatat jumlah murid dan pengikut Al-Jazuli mencapai 12.665 orang. Kemanfaatan pun menyebar, orang-orang mulai berdatangan kepadanya mengambil baiat tarekat Jazuliyah Syadziliyyah.
Pergerakan yang begitu masif itu tentu tidak tanpa resiko. Otoritas kerajaaan kala itu mengawasi gerak-gerik Imam Al-Jazuli dengan ketat. Di tengah kondisi melemahnya kerajaan dan stabilitas keamanan dinasti Marini yang kala itu berpusat di kota Fes, berdampak kecurigaan terhadap sang imam dan berakhir dengan pengusiran paksa atas perintah wali kota Asafi.
Setelah mengalami pengusiran, Imam Al-Jazuli menetap di distrik Afghal, masih dalam wilayah Sous Al-Aqsha. R. Montagne menyebut bahwa kota ini dikenal dengan nama Ahad Dar. Disinilah beliau fokus untuk mendidik para murid dalam laku tasawuf. Mencurahkan seluruh hidupnya untuk menanamkan pada jiwa manusia mahabbah pada Nabi Muhammad dengan mendawamkan shalawat. Pengikutnya pun bertambah banyak.
Tarekat Jazuliyah dan Ajaran Imam Al-Jazuli
Seperti dijelaskan di awal bahwa Imam Al-Jazuli merupakan penganut tarekat Syadiliyyah. Sanad dan silsilahnya sambung hingga Al-Qutb Imam Abul Hasan Asy-syadili. Berikut saya kutipkan:
Imam Al-Jazuli berbai’at kepada Abu Abdillah Amghaur dari Abdur Rohman Ar-Rajraji dari gurunya Al-Arif Al-Hind dari Syekh An-Nus dari Al-Imam Al-Qurafi dari Abi Abdillah Al-Maghribi dan berakhir pada mu’assis tarekat Syadziliyyah, Al-Qutb Imam Abul Hasan Asy-Syadzili.
Setelah mashur dengan kepakaran dalam ilmu-ilmu syariat, Imam Jazuli dikenal juga memiliki maqam kewalian dan mashur dengan berbagai keramat berkat wasilah kecintaan atas Nabi Muhammad. Para muridnya pun mulai menisbatkan sanad tarekat kepada sang imam dan membangun sendiri madrasah pemikiran dan suluk dengan nama tarekat Al-Jazuliyah.
Ada 5 pokok ajaran dari tarekat Al-Jazuliyah ini: Pertama, mendawamkan dzikir kepada Allah, shalawat kepada Kanjeng Nabi (Dengan mendawamkan membaca Dalail Al-Khairat) dan Membaca Al-Quran. Tiga hal ini merupakan asas dari aurod yaumiyyah tarekat Jazuliyyah.
Kedua, mewajibkan adanya seorang mursyid dalam laku suluk. Ketiga, keharusan murid menjaga adab terhadap guru. Ada 20 adab yang harus dijaga: 5 tatkala duduk dengan guru, 5 ketika tidak bersama guru, 5 saat menyebutkan gurunya dan 5 terakhir tatkala seorang murid ber-mulazamah dengan guru. Karena beliau berkata, “Barang siapa yang menjaga adab dengan gurunya, maka ia telah menjaga adab terhadap tuhannya.”
Keempat, disyaratkan kepada seorang salik untuk berhias dengan akhlakul karimah. Mulai dari mencintai sesama makhluk, meminilasir tidur, sabar atas cobaan, menjauhi amarah, hasud dan dengki, zuhud terhadap harta dan jabatan.
Kelima, menyerukan jihad melawan kebatilan. Pada saat itu, yang paling menentang kedatangan Portugis untuk menjajah tanah mereka adalah pengikut tarekat Jazuliyah yang turun ke jalan berjihad bersama masyarakat. Ajaran dan kekuatan yang besar inilah menjadi sumber ketakutan sendiri bagi pihak kerajaan. Tak heran, berbagai tindakan dilakukan guna mematikan gerak langkah Imam Al-Jazuli dan pengikutnya. Selain itu imam Al-Jazuli juga menekankan ajaran untuk beruzlah bagi para salik. Serta menganjurkan bermulazamah kepada ahli ilmu dan para auliya.
Kitab Dalail
Selain fokus untuk mendidik para murid dan salik, Imam Al-Jazuli juga termasuk ulama yang produktif. Di antara karangannya antara lain: Hizb Al-Falah, Aqidah Al-Jazuli (Kitab ini dikaji dan ditahqiq oleh guru kami, Dr. Kholid Zahri Ar-Ribati), Hizb Subhana Ad-Daim, Kitab An-Nush At-Tam, Al-Hizb Al-Kabir, dan kitab Dalail Al-Khairat wa Syawariq Al-Anwar fissholati Ala An-Nabi Al-Mukhatar.
Kitab terakhir inilah kitab paling mashur baik di timur maupun di barat. Ulama, mursyid, dan para murabbi dari berbagai tarekat juga mengamalkan kitab Dalail ini. Adapun sebab yang melatarbelakangi dikarangnya kitab Dalail ini sebagai berikut:
Dikisahkan suatu hari Imam Al-Jazuli ingin berwudhu untuk melaksanakan salat. Tapi sumur tempat ia biasa mengambil air kering. Dari atas, ia melihat anak perempuan kecil dan ia bertanya, “Siapa kamu?”
Imam Al-Jazuli pun mengabarkan siapa dirinya. Lantas anak perempuan ini menjawab, “Anda seorang yang dikenal orang berbudi pekerti baik. Dan sekarang anda bingung mengapa sumur ini tidak mengeluarkan air?”
Secara spontan anak perempuan itu meludah ke dalam subur dan meluberlah air dari dasar sumur hingga ke atas. Melihat kejadian ajaib itu, Imam Al-Jazuli terperanjat dan bertanya, “Dengan apa engkau bisa memperoleh derajat yang tinggi seperti ini?”
“Dengan memperbanyak shalawat kepada seseorang yang apabila berjalan di padang pasir, maka hewan-hewan buas akan mengibas-ngibaskan ekor.”
Maka setelah itu Imam Al-Jazuli berjanji untuk mengarang kitab berisi kumpulan Shalawat kepada junjungan besar Nabi Muhammad Saw. Sang imam memulai mengumpulkan berbagai shalawat di perpustakaan Al-Qarawiyyin. Setelah itu ia juga melanjutkan penulisan di kamar sekaligus tempat ia beruzlah, yaitu di madrasah As-Shafarin. Tempat ini masih berdiri kokoh hingga hari ini. Sekarang berfungsi sebagai asrama pelajar dan mahasiswa di Univesitas Al-Qarawiyyin, yang terletak di jantung kota tua Fes.
Ketika Habib Umar bin Hafidz berziarah ke Maroko tahun lalu, kami diberi kesempatan untuk masuk ke dalam ruang kholwat sekaligus kamar Imam Al-Jazuli ketika masih belajar dan tempat dimana kitab Dalail ini dikarang. Habib Umar dan rombongan bertabaruk dengan melakukan shalat sunnah sekaligus memimpin doa bersama di dalam kamar sang imam yang kini lebih mirip musalah dengan anak tangga sebagai penghubung ke atas. Tidak terlihat lagi pintu dengan ukiran bertulisankan Al-Maut.
Di komplek asrama itu juga, terdapat batu yang konon adalah pecahan dari tembok Kakbah yang Imam Jazuli bawa saat perlawatannya ke tanah hijaz. Dan kini batu itu menempel tepat di bawah kamar sang Imam.
Jasad Yang Dibongkar Untuk Perang
Yusuf An-Nabhani dalam kitabnya Ad-Dalalat Al-Wadihat Syarah Dalail Al-Khairot menyebutkan hingga akhir hayatnya Imam Al-Jazuli tidak memiliki anak laki-laki. Selain itu, fakta sejarah sepakat bahwa Imam Al-Jazuli wafat sebab diracun oleh seseorang tak dikenal. Ada yang menyebut hal ini akibat pengaruh yang begitu kuat dari Al-Jazuli. Sebagian lain memilih untuk mauquf.
Ibnu Al-Mu’aqqit menuturkan dengan gamblang perihal wafatnya sang imam dan nasib jenazah setelah dikubumikan dalam kitabnya As-Sa’adah Al-Abadiyah. Saya coba kutipkan kisah menarik ini sebagai berikut: Imam Al-Jazuli wafat diracun tatkala melaksanakan salat subuh pada saat melakukan sujud kedua di rakaat pertama atau sujud pertama di rakaat kedua. Bertepatan dengan 6 Rabiul Awwal tahun 870 H.
Setelah 7 tahun dimakamkan, tepatnya tahun 877 H, jasad Imam Al-Jazuli dekeluarkan dari liang lahat. Jasad sang imam seperti keadaan saat ia dimakamkan. Tidak hancur dan rusak dalam waktu yang cukup lama. Bahkan rambut dan jenggotnya masih terlihat rapi seperti setelah dicukur. Adapun sebab yang melatarbelakangi pembongkaran makam adalah Amr As-Syayadhimi, salah satu murid dari Al-Jazuli yang lantang menuntut balas atas siapa yang meracuni gurunya. Lantas jasad yang utuh dimasukkan ke dalam peti.
Jasad dalam peti ini dibawa dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh As-Syayadhimi, tidak ada hasil lain kecuali kemenangan. Beberapa penjaga ditugaskan agar menjaga jasad mulia ini dari pencuri. Ketika malam tiba disediakan lampu minyak untuk penerangan.
Dikisahkan dua istri dari Imam As-Syayadhimi melakukan percobaan pembunuhan terhadap suami mereka karena dinilai telah menimbulkan kerusakan di bumi. Keduanya mengintai secara diam-diam, saat suaminya terlelap. Mereka pun berhasil membunuh sang suami. Ketika keduanya mencoba melarikan diri menuju ruang bawah tanah, salah satu dari keduanya selamat. Tetapi satunya tertangkap dan dibunuh oleh para pengikut suaminya.
Pada pertengahan 930 H, Sultan Ahmad Al-A’raj, pemimpin dinasti As-Sa’diyyin melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Amr As-Syayadhimi karena takut adanya pemberontak atas kekuasannya. Makam Imam Al-Jazuli dibongkar dan dipindahkan ke Marakesh.
Di Marakesh inilah peristirahan terakhir Imam Al-Jazuli yang masih ramai diziarahi hingga hari ini. Biasanya pada hari Kamis setelah ashar, para muridin dan fuqara tarekat jazuliyah dan berbagai tarekat lain bersama warga sekitar melakukan pembacaan Dalail secara bersama-sama hingga khatam dalam sekali duduk. (RM)
Casablaca, 30 Maret 2020