Warisan kesusasteraan berkembang dari tradisi lisan atau sastra rakyat sampai dengan tradisi tertulis. Pun tradisi tulis menulis dari satu bahasa ke bahasa lainnya juga sangat subur. Bahkan pengaruh satu budaya ke budaya lainnya dalam sebuah tulisan pun tak terelakkan.
Ditambah lagi, ada faktor tradisi yakni tradisi mendongeng yang biasa digelar di istana dan faktor ekonomi dimana para pedagang menggunakan waktu berdagang mereka untuk menulis hingga karyanya juga bisa dijual. Hal ini tentu saja semakin menyemarakkan tradisi tulis menulis tersebut. Maka tidak heran jika sebuah karya mampu menurunkan karya lainnya dengan variasi yang beragam dan tentu pula bahasa yang berbeda.
Salah satu naskah yang cukup populer adalah kitab Seribu Masa’il yang merupakan teks ajaran Islam yang populer pada abad pertengahan. Kitab ini berisi dialog antara Nabi Muhammad dengan seorang Yahudi, Abdullah bin Salam tentang pengajaran Islam, eskatologi, kosmologi dan juga cerita para nabi. Selain itu, juga tentang keagungan Allah, penciptaan alam dan nasehat-nasehat.
Kitab ini juga cukup terkenal mengingat cendekiawan Ronit Ricci menelurkan karyanya berjudul Islam Translated: Literature, Conversion, and the Arabic Cosmopolis of South and Southeast Asia menggunakan kitab Seribu Masa’il sebagai objek penelitiannya.
Dalam bukunya, Ricci menyuguhkan ragam kitab Masa’il dengan judul dan bahasa yang berbeda yaitu Jawa, Melayu, dan Tamil dengan beragam judul, seperti Samud, Seh Ngabdulsalam in Suluk Warna-Warni, Seh Samud, Serat Samud, Suluk Seh Ngabdulsalam, Hikayat Seribu Masalah, dan Āyira Macalā. Selain Melayu dan Jawa, kitab Seribu Masa’il juga diterjemahkan ke bahasa Sunda dengan judul Wawacan Sual Sarebu yang merupakan koleksi Perpustakaan Nasional Jakarta.
Kitab Seribu Masa’il memang cukup menarik untuk ditelisik. Bahkan dalam kitab Persia al-Tabari karangan Abu Ali Muhammad al-Bal’ami menyebutkan referensi kitab Masa’il yang menceritakan tentang Abdullah bin Salam, seorang Yahudi yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Muhammad. Kitab al-Tabari sendiri ditulis oleh Abu Ali Muhammad al-Bal’ami pada tahun 963. Pada tahun 1143, kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan sebelumnya juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Parsi dengan judul kitab 28 Masalah dan ada pula yang berjudul kitab Hazar Masa’il.
Menurut G.F. Pijper, kitab ini dipercaya telah ditulis dalam bahasa Arab sebelum abad sepuluh karena Abu Muhammad al-Ba’lami telah menulis buku Tabari dan menyebutkan kitab Seribu Masalah yang telah ditulis oleh Abdullah bin Salam. Pijper telah menyebutkan beberapa versi dalam bahasa Arab yakni Masa’il Abdullah bin Sallam Li Nabiyyina, al-Kitab Masa’il Abdullah bin Sallam dan Masa’il Abdullah bin Sallam. Dalam buku Islam Translated, Ricci juga merujuk Kitab Seribu Masa’il versi Arab berupa teks cetak yang diterbitkan di Kairo yang berjudul Kitāb Masā’il Sayyidi ‘Abdallāh Bin Salām Lin-Nabī.
Berikut adalah dua naskah berbahasa Melayu dan Arab:
Naskah Arab di atas memiliki judul “مسائل سيدى عبد الله ابن سلام للنبي” yang disalin oleh Muhammad Mushtafa al-‘Aduwwi dan merupakan cetakan kedua yang diterbitkan oleh Maktabah Mubi’ah. Teks ini hanya memiliki 15 halaman dan diakhiri dengan sebuah hikāyat. Tulisan berhuruf Arab yang tidak terlalu jelas karena teks tersebut berbentuk cetak yang diduga difoto copy dari naskah asli yang sudah korup. Sehingga, di setiap pojok halaman, tidak terlihat dengan jelas teksnya. Kitab ini penulis penulis dapatkan dari salah satu pengajar Oklahoma yang didapatkannya dari salah satu perpustakaan di Oklahoma.
Adapun kitab berbahasa Melayu ditulis oleh Muhammad Shaleh bin Abdullah Banjari. Dengan judul “حكايات مسئلة سريبو” (Hikayat Masalah Seribu), akan tetapi dalam penutup teks dikatakan bahwa teks ini disebut dengan “مسئلة الف” (Masalah Alf). Kitab ini didapatkan dari Perpustakaan Nasional RI (PNRI) dengan dengan kode W 82. PNRI sendiri memiliki memiliki 7 naskah kitab Seribu Masa’il berbahasa Melayu baik edisi cetakan berupa monograf dan juga transliterasi.