Jawabannya, tergantung gejala yang dialami pasien. Obat-obatan di foto ilustrasi catatan ini yang kuterima dari rumah sakit, sebanyak 17 plastik. Diminum semua? Tidak. Kok bisa?
Jika RS atau puskesmas memberi obat-obatan, ada baiknya periksa kandungan, kegunaan, dan efek sampingnya. Bisa googling. Pastikan sesuai dengan kondisi medis dan psikis kita. Jika efek buruknya lebih banyak dari manfaatnya, kita punya hak untuk mengambil keputusan meminumnya atau tidak. Pada dasarnya belum ada obat Covid-19, yang diobati adalah berdasarkan gejala-gejalanya.
Untuk pasien Covid-19 OTG (Orang Tanpa Gejala) yang isolasi mandiri, kadang malah tidak dikasih obat apapun dari puskesmas. Hanya disarankan jaga imunitas selama karantina di rumah.
Apa saja obat yang dikasih buatku?Acetylscysteine (pengencer dahak dan lendir), Levofloxacin (antibiotik), Azithromycin (antibiotik), Methisoprinol (mengobati infeksi akibat virus), Ondansetron (antimual), Omeprazole (obat gangguan lambung, dua plastik), Clorokuin, Paracetamol (pereda rasa sakit dan demam) Clobazam (psikotropika untuk penenang), Vitamin C (Arkavit, tiga plastik), Vitamin B1, Curcuma Cavicur, Zinc, dan Ermuno (herbal untuk daya tahan tubuh).
“Loh, kok dikasih antibiotik? Bukannya itu untuk membunuh bakteri? Ini kan sedang melawan virus?” itu pikiran pertamaku yang muncul.
Kata salah satu dokter, karena biasanya masuknya virus bersamaan dengan bakteri. Oh, baiklah. Jika memutuskan minum antibiotik, maka harus dihabiskan.
Untuk Clorokuin, aku menolak minum. Efek sampingnya lebih banyak daripada manfaatnya. Banyak studi menyebut obat malaria ini tidak efektif membunuh virus Corona. WHO juga sudah melarang.
Selama ini aku tidak merasakan mual. Obat terkait itu tak kuminum. Juga tak punya penyakit lambung. Tapi saat isolasi di RS, terasa sakit di ulu hati beberapa kali. Jadi, minum seperlunya jika muncul gejala. Paracetamol hanya diminum jika sakit kepala muncul atau demam.
Clobazam, psikotropika gol IV untuk penenang. Ini karena aku mengalami kecemasan tinggi. Tidak kuminum. Aku mengatasi kecemasan dengan cara lain.
Aku berbagi di sini hanya berdasarkan apa yang aku alami. Pasien Covid lain bisa saja berbeda gejala. Aku tidak punya kapasitas memadai soal medis dan obat. Jadi, tidak berani rekomendasi soal obat-obatan.
Gejala Covid-19 yang Kualami
Gejala apa saja yang muncul? Pasien-pasien Covid-19 berbeda-beda gejalanya. Kehilangan kemampuan membau (anosmia) belakangan umum terjadi pada pasien Covid.
Aku diawali badan anget tiga hari (3-5 September 2020), bukan demam tinggi. Anosmia total sejak 7 September 2020 sampai 14 hari lebih dan kehilangan kemampuan indera pengecap 13 hari. Soal anosmia ini tak otomatis sembuh, bertahap. Sampai 10 Oktober 2020 aku belum bisa mencium aroma busuk. Tiap pasien bisa berbeda. Pasien lain melaporkan hari ke-7 anosmia sudah sembuh.
Gejalaku yang lain, badan rasa gak enak. Lemes, greges-greges, kepala sakit, dan kedinginan. Bahkan, bisa sampai menggigil. Kepala sering terasa tegang. Terjadi parah biasanya jelang sore sampai malam. Malam gelisah, tidur tak tenang dan sering terbangun kagetan. Suara serak, lebih parah terjadi seringnya pagi dan malam.
Siang relatif baik-baik. Jika muncul rasa dingin, aku segera olesi minyak kayu putih banyak, akan merasa lebih baik. Kondisiku paling fit biasanya jam 12-15 siang.
Kadang tiba-tiba lelah, kayak habis lari jauh. Berasa kehabisan napas. Habis ngepel ringan dan cuci pakaian dalam 3 lembar saja bisa megap-megap. Jika begini, rebahan saja atau jangan lakukan aktivitas berat.
Rambut rontok. Darah agak mengental, Hemoglobin turun dari 10 ke 9, normal wanita dewasa 12-16. Saturasi oksigenku bagus; 99 dan 98, normalnya 95-100. Paru-paru dan jantungku juga bagus.
Saat anosmia dan kehilangan kemampuan mengecap rasa, kehilangan rasa lapar dan kenyang. Tapi, bisa makan apa saja karena semua makanan terasa sama tawarnya. Ketika mulai bisa cium aroma makanan, nafsu makan turun. Karena itu, diresepkan suplemen Curcuma untuk memperbaiki nafsu makan.
Pasien Covid lain umumnya merasakan gejala: demam tinggi, mual, muntah, badan greges, pusing, kehilangan aroma dan rasa, sesak napas, batuk kering terus menerus, dada sakit, tenggorokan gatal, rambut rontok, kedinginan, dan kepala kliyengan.
Ada yang merasakan semua gejala, ada yang beberapa bagian saja, dan ada yang sama sekali tak muncul gejala alias Orang Tanpa Gejala (OTG).
Kondisi awal pasien sebelum terpapar Covid-19 juga berpengaruh. Jika punya sakit penyerta bisa makin melemahkan tubuh di bagian tersebut. Oleh karena itu, tidak boleh meremehkan penyebaran virus ini.
Meskipun demikian, sebagian besar kita, kuat melawan virus ini. Jika positif Covid, tetap optimis sembuh agar imunitas tubuh terjaga dan sehat kembali segera. ❤️
Catatan 24 September 2020 dan 10 Oktober 2020.
(Jika tulisan ini ditemukan dokter, apoteker, nakes, atau yang punya kapasitas memadai, boleh mengoreksi atau menambahkan)