Sedang Membaca
Tafsir Gus Baha dan Gitar Gus Alip Ponorogo

Alumni Pesantren Hidayatul Mubtadiin Ngunut Tulungagung, Jawa Timur. Tinggal di Magelang, Jawa Tengah.

Tafsir Gus Baha dan Gitar Gus Alip Ponorogo

Gus Alip kini membahana di jagad Youtube. Video-video musiknya menjadikan cepat terkenal lantaran gaya keren main gitar akustik. Sungguh canggih cara pilih memetik gitar model fingerstyle dengan gaya pengambilan gambar video ala ‘ndeso’, tanpa make up dan tanpa dibuat-buat. Monoton satu sudut pengambilan gambar. Kostumnya ajeg: kaos oblong, lesehan bersila, topi (kadang pakai terbalik), dan gitar.

Fingerstyle adalah sebuah teknik bermain gitar dengan memetik secara langsung senar-senar gitar menggunakan ujung jari, kuku, atau pun pick (fingerpick) yang di pasang pada jari-jari kanan (pada jari kiri bila bermain secara kidal).

Latar belakang gambar videonya lebih ndeso lagi: tembok belepotan bekas coretan anak-anak. Tembok latarnya tertempel dua lukisan cetak angka-angka perkalian dan huruf abjad. Cetakan warna dua dimensi yang biasanya tertempel di tembok sekolah TK untuk belajar anak-anak mengenal angka dan huruf.

Mungkin, tempat shooting gambar video itu dilakukan dengan berbagi dengan anak-anaknya. Saat mereka bersekolah, Gus Alip memanfaatkan waktu dan tempat untuk bermain gitar dan shooting sendiri. Terkadang, lokasi pengambilan gambar, sepertinya, di dapur.

Dari 72 video yang diunggah, Gus Alip menunjukkan pengambilan gambar menggunakan satu ponsel tanpa variasi editing dan rekayasa lokasi pengambilan gambar. Istikamah, apa adanya. Gus Alip fokus pada permainan gitarnya yang alami dan menggelitik pendengaran. Indah, lezat, dan aduhai melodi suara dari petikan gitarnya.

Berbagai gaya sudut visual dan gerak gambar yang ‘aneh-aneh’ seperti umumnya Youtuber ‘modal besar’ tidak ada dalam video Gus Alip. Mungkin belum punya pendukung tim kreatif untuk memperkaya keindahan videonya. Atau mungkin juga gaya video `ndeso` itulah jadi pilihan beratraksinya.

Toh penonton tidak bakal bisa berbohong menilai jenius atas kepiawaiannya memetik gitar akustik Gus Alip. Karena dimensi kealamiahan apresiasi musik ya kuping alias pendengaran, bukan mata. Semesta tidak akan pernah berdusta dalam memperlakukan dan menghargainya. Para penonton pasti lebih berpihak pada penghargaan karya musik yang enak dinikmati, bukan pada gaya-gaya pengambilan gambar dan kecanggihan editing video.

Akun Youtube-nya, Alip_ba_ta dibuat pada Januari 2018. Belum sampai setahun tembus 500rb subscriber. Saat catatan ini ditulis sudah tembus 1,08 juta subscriber dan 84,596 juta views berada pada rangking 387 youtuber Indonesia.

Baca juga:  Ledakan Estetika Sastra Arab Pasca Arab Spring

Posisinya telah melampaui para fingerstyle terdahulu yang masih laku tenar di Youtube. Sebut saja “teoakustikgitar” (724 ribu subscriber), “Aing Lee” (419 ribu), dan Josephine Alexandra (673 ribu). Sementara gitaris akustik terdahulu “Nathan Fingerstyle” (2,81 juta) –pernah manggung di Hitam Putih-nya Deddy Corbuzier—belum tersalip subscriber-nya.

Nama lengkapnya Alief Gustakhiyat (31) asal Ponorogo, tetangga Pak Ibnu Multazam Anggota DPR Dapil Jawa Timur. Profesinya sopir forklip di Jakarta. Tampaknya, setelah tenar di Youtube, pekerjaan “rekoso” itu bakal segera ditinggalkan, atau malah sudah ditanggalkan?

Dari namanya bisa dipastikan Gus Alief adalah santri. Hanya saja sampai artikel ini ditulis, saya belum mendapatkan informasi lebih jauh tentang pemain gitar individual ini pernah ngaji (nyantri) di mana. Tapi paling tidak, bila ia kedapatan pernah mengaji turutan, sanifah atau alala maka layak dinobatkan PBNU sebagai gitaris NU.

Kelak saat Muktamar NU di Lampung, Gus Alip harus diundang dan dipanggungkan bersama pemusik-pemusik legendaris termana dan manggung kolaborasi gitar akustik bersama Gus Muwafiq menyajikan Kesaksian-nya Kantata Takwa. Bila proposal ini disetujui, maka aktivis Penggerak Budaya Muhamad Nahdliyin (Kang Diying) dan Ishfah Abidal Aziz (Gus Alex, Wasekjend PBNU) harus dilibatkan dengan membawa gitar sendiri.

Menilik jumlah subscriber dan viewer akun permainan gitar akutisik itu, penghasilan Gus Alip sudah melampaui `gaji normal` anggota DPR. Estimasi angka pendapatan dari monetisasi akun Youtube berdasar situs analitik sosial media SocialBlade.com, uang terendah buah karyanya adalah USD4,354 dan tertinggi USD68,846. Sedangkan pendapatan rata-rata USD123 per video per hari.

Dihitung dalam kurs rupiah bulan November 2019 pendapatan Gus Alip `hanya’ main gitar terendah rata rata 5 juta rupiah per hari. Tentu penghasilan ini juga ditentukan oleh popularitasnya dari waktu ke waktu alias naik turun. Sepanjang video-videonya ditonton oleh pengunjung Youtube maka penghasilan Gus Alip tetap terus mengalir.

Banyak pengunjung Youtube mengapresiasi Gus Alip dengan kata-kata memuji dan mendorong agar terus berkarya. Beberapa komentator mengajak penonton saat menikmati musik gitar Gus Alip tidak men-skip iklan yang tayang sebelum atau setelahnya. Sebab dengan begitu kita ikut “membayar” Gus Alip setelah menikmati karya-karyanya agar memperoleh uang pendapatan monetisasi berdasar iklan yang menempel di videonya.

Baca juga:  Epidemi Covid-19 sebagai Ancaman Keamanan "non-Tradisional"

Karya video akustik Gus Alip bertajuk Hotel California (HC) sampai sekarang masih dicekal Youtube. Artinya tidak bisa diakses melalui akunnya. Namun beberapa penggemar yang kebetulan mengunduh lagu tersebut berbalik mengunggah ke Youtube dengan diselipi ulasan. Alhasil, video HC-nya Gus Alip di Youtube dapat ditemukan di lebih dari 10 akun. Tentang pilihan lagu-lagu Gus Alip yang sudah dipublikasikan akan dibahas lain artikel.

Musik Konten Popular

Mesin pelacak isu-isu popular milik Google mencatat bahwa musik (baca: cover music) konten populer dan paling banyak dicari penjelajah internet. Bersamaan dengan itu ada konten kuliner, vlog, fashion, jenaka/lucu, traveling, game, olah raga, make up, dan pengajian Gus Baha’. Pilihan Gus Alip pada konten musik tampaknya mengikuti arus yang baik sekaligus menyesuaikan bakat alamiah dan kreatifitas yang dimilikinya.

Musik merupakan bidang alamiah manusia yang diberikan Tuhan sejak lahir. Setiap manusia ditempeli bakat alam mampu berlanggam dengan ciptaan sendiri atau menirukan langgam-langgam karya orang lain. Pada dasarnya orang bermusik tidak membutuhkan perangkat-perangkat bantu yang rumit apalagi membeli. Saat manusia menyendiri potensi bermusiknya lebih tinggi ketimbang di keramaian. Artinya, bermusik di depan banyak orang membutuhkan mental berlipat.

Konten musik di platform sosial media modern lebih cepat memperoleh respon positif saat karya tersebut mampu memukau rasa yang masuk melalui pendengaran. Dalam menangkap kualitas musik baik atau kurang baik, manusia cukup membutuhkan perangkat alamiah pemberian Tuhan, yakni kuping. ‘Hanya’ dengan kuping manusia dari kalangan manapun akan cepat menangkap musik tersebut lezat atau hampa (tidak berasa).

Gus Dur (Abdurrahman Wahid, ayahnya Mbak Lissa) dan Gus Mus (Mustofa Bisri, ayahnya Mbak Ines) adalah sebagian tokoh NU yang dikenal sebagai penikmat musik-musik sejak jaman suara disimpan di piringan hitam. Koleksi kaset-kasetnya mungkin sampai sekarang masih tersimpan rapi. Dalam even tertentu oleh PBNU, PCNU, MWCNU,  dan kataman pondok pesantren bisa dipastikan ada tampilan musik (shalawatan) di panggung sebelum atau sesudah acara inti pengajian mauidhoh hasanah.

Tiap akhir akhir tahun saat momentum akhirussannah Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo Magelang, Jawa Tengah, menggelar pentas musik menghibur para santri dan rakyat dengan mengundang group-group musik nasional papan atas. Tercatat beberapa group musik pernah diundang Pengasuh Ponpes API, KH Muhammad Yusuf Chudlory (Gus Yusuf), antara lain: Dewa 19, Gigi, Sheila on 7, Ahmad Dhani, Jamrud, Dewa-Dewi, Slank, Boomerang, dan Padi.

Baca juga:  Kearifan Lokal Sebagai Ideologi dan Identitas Bangsa

Konteks ini memberikan isyarat penting bahwa musik merupakan gejala universal yang mudah ditangkap, dirasa, dan dipahami manusia-manusia. Sehingga bagi kaum santri – karena musik bukan benda asing—harus selalu meleburkan diri alias `ambyar` ke dalam berbagai jenis melodinya. Ya musik pop, keroncong, dangdut, rock, gambus, koplo, dan sebagainya.

Maqam Gus Baha’ dan Gus Alip

Kiai Haji Bahauddin Nur Salim (Gus Baha’) dan Gus Alip dua sosok santri yang sedang ngetrend di Youtube dengan maqam/konten-nya masing-masing. Gus Baha’ dengan kajian-kajian tafsir Alqurannya, konon, makin meluas didengarkan ibu-ibu setiap pagi. Ia menjadi teman setia di dapur sambil mempersiapkan sarapan anak-anak sebelum berangkat sekolah. Dan di malam harinya, pengajian tasawuf Gus Baha’ menjadi `pengantar tidur` bagi bapak-bapak. “Ini penting saya utarakan,” tutur Gus Baha’.

Dalam “menikmati” ulasan-ulasan Gus Baha’ para penikmat harus mempunyai pengetahuan dasar yang pada umumnya sudah dipahami kalangan santri. Setidaknya pernah mengenal safinah, fa’ala yaf’ulu fa’lan, ja’a zaidun, alifbata/turutan, alala, atau aqidatul awam. Sulit rasanya (bukan tidak mungkin) menikmati kajian Gus Baha` tanpa pernah mengenal ilmu-ilmu dasar yang umum diajarkan di lembaga pendidikan pesantren. Setinggi-tingginya keilmuan Gus Baha’ akan sulit dinikmati kajian-kajiannya oleh kalangan non-santri.

Gus Alip dan petikan gitarnya adalah keunggulan unik kaum santri berpartisipasi signifikan mewarnai kehidupan bahagia di muka bumi Indonesia. Petikan-petikan gitar akustiknya yang melahirkan melodi-melodi indah itu lebih mudah ditangkap oleh rasa manusiawinya siapapun orang dari manapun asalnya.

Dengan gitar Gus Alip punya potensi medan dakwah yang lebih luas nyaris tak terbatas hingga melampaui batasan santri dan non-santri. Di sinilah PBNU atau institusi yang konsen pada dunia dakwah layak mempertimbangkan Gus Alip dan para “mujtahid dan mujahi dakwah” dianugerahi penghargaan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top