Sedang Membaca
Sejarah Nabi Muhammad (2): Menikahi Ibu Kandung dan Nasab Nabi yang Suci
Kholili Kholil
Penulis Kolom

Alumni Pesantren Lirboyo-Kediri. Saat ini mengajar di Pesantren Cangaan Pasuruan, Jawa Timur.

Sejarah Nabi Muhammad (2): Menikahi Ibu Kandung dan Nasab Nabi yang Suci

Sejarah Nabi Muhammad 2

Ada satu kitab primer yang berbicara tentang silsilah Nabi Agung Muhammad SAW. Kitab itu berjudul Al-Muwaffaqiyat karya Zubair b. Bakar (w. 256 H) salah seorang sejarawan awal Islam. Aku baca kitab itu karena kitab itu rujukan primer tentang masalah silsilah Rasulullah SAW. Sebelum aku bercerita lebih lanjut, aku ingin menjelaskan sedikit hal.

Sudah jamak dalam anggapanku bahwa silsilah Nabi Muhammad SAW adalah silsilah mulia yang terjaga dari hal-hal memalukan. Tak ada satu pun dari leluhur beliau yang berzina atau pun menikah secara jahiliah. Aku pernah membaca keterangan dari Kalbi, seorang ilmuwan profilik, “Aku meneliti empat ratus nama leluhur Nabi SAW, tak kutemukan satu orang pun yang berzina.” Bahkan kudengar Nabi SAW bersabda:

لم يصبني من نكاح الجاهلية شيء

“Tak ada satu pernikahan jahiliah pun yang pernah menyentuhku.”

Maka hal ini betul-betul terpatri dalam dadaku. Tak ada satu leluhur Nabi pun yang menikah ala jahiliah.

Kembali ke Muwaffaqiyat karya Zubair b. Bakar. Aku membaca tentang kisah singkat leluhur Nabi SAW. Melihat bagaimana mereka menjadi pemegang Ka’bah, menjalankan siqayah dan rifadah, memimpin Darun Nadwah, serta hal lain. Saat membaca biografi salah satu leluhur beliau yang bernama Kinanah, aku terkejut melihat nama istrinya: Barrah bt. Murr b. Udd b. Thabikhah. Aku terkejut karena ibu dari Nadlor b. Kinanah adalah wanita yang sama, yakni Barrah bt. Murr tadi. Aku baca lagi. Ternyata memang sama. Wah, masak salah ketik? Pikirku kala itu.

Baca juga:  Peristiwa Zunburiyah dan Fleksibelnya Mazhab Kufah

Jadilah aku telusuri di Raudlul Unuf, penjabaran buku sejarah Ibn Hisyam, karya Suhaili. Di sana Suhaili memang menerangkan hal yang sama: ibu Nadlor b. Kinanah, dan ibu Kinanah b. Mudrikah (keduanya adalah anak bapak, leluhur Nabi SAW) adalah gadis yang sama. Jadi Kinanah menikah dengan ibu kandungnya sendiri, alias istri Mudrikah. Katanya, adat orang Arab memang jika suami meninggal, maka anak pertama akan menikah dengan ibu kandungnya.

Menurut Suhaili, hal ini tidak masalah dan termasuk pengecualian yang ada di ayat berikut:

ولا تنكحوا ما نكح آباؤكم من النساء إلا ما قد سلف

“Jangan kalian nikahi wanita yang pernah dinikahi ayah kalian, kecuali yang sudah lewat.”

Jadi pernikahan Kinanah dengan ibunya termasuk firman Allah “kecuali yang sudah lewat”. Singkat kata begini: “Dulu kalian tidak masalah menikah dengan ibu kandung, tapi sekarang jangan.” Maka pernikahan Kinanah tidak termasuk pernikahan jahiliah yang menjijikkan hingga merusak nasab Nabi SAW. Namun tetap saja aku terkejut membaca fakta itu. Secara saja, hatiku telah lama memiliki anggapan bahwa nasab beliau itu suci.

Akhirnya aku buka buku sejarah Nabi SAW yang lebih lengkap. Kubuka Subulul Huda yang berjilid-jilid itu. Di sana kutemui keterangan dari Jahizh—teolog idolaku—bahwa memang benar Kinanah menikahi ibu kandungnya. Namun namanya adalah Barrah bt. Udd b. Thabikhah b. Ilyas. Bukan Barrah bt. Murr b. Udd. Dari ibu kandungnya (Barrah bt. Udd) Kinanah tak punya putra. Nadlor, putra Kinanah yang menurunkan Nabi SAW, bukanlah berasal dari Barrah bt. Udd istri Mudrikah (ayah Kinanah). Melainkan ibu Nadlor adalah Barrah bt. Murr b. Udd yang bukan ibu kandung Kinanah.

Baca juga:  Perjalanan Nabi Ibrahim Mencari Tuhan

Membaca keterangan Jahizh itu aku lega. Sebab nasab nabiku benar-benar murni dan suci. Allahumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbih.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top