Kholili Kholil
Penulis Kolom

Alumni Pesantren Lirboyo-Kediri. Saat ini mengajar di Pesantren Cangaan Pasuruan, Jawa Timur.

Sejarah Islam yang Tersembunyi: Kisah Jorok Khalifah Harun ar-Rasyid

Khazanah sastra Arab banyak menyimpan kisah menarik tentang anekdot klasik. Salah satunya adalah kisah di dalam kitab ‘Iqdul Farid jilid 8 halaman 108 karangan Ibnu Abdi Rabbihi berikut. Kisah ini berkisah tentang Raja Harun ar-Rasyid dan dua orang selir (jariyah). Ibn Abdi Rabbihi meriwayatkan kisah berikut dari Abu Thayyib Al-Katib. Berikut ini kisahnya.

Malam itu adalah malam yang indah di Baghdad. Di dalam istana, Raja Harun sedang ditemani dua orang selir. Yang satu berasal dari Madinah dan yang satu lagi berasal dari Kufah. Selir dari Kufah sedang bertugas meraba-raba tangan Harun sedangkan selir dari Madinah bertugas menyentuh kaki Harun. Aura permusuhan sudah tampak dari sorot mata keduanya. Harun hanya mengamati mereka berdua sambil sedikit menahan tawa melihat rivalitas dua selir ini.

Tanpa terasa selir dari Madinah meraba organ vital Harun hingga berdiri. Melihat hal ini selir dari Kufah tidak terima dan mendorong selir dari Madinah hingga tersungkur. Perebutan pun tidak bisa dihindarkan. Mereka berdua beradu argumen. Jika tidak dicegah, gumam Harun, maka bukan tidak mungkin akan terjadi pertikaian.

“Sudah..sudah..” Harun menengahi mereka, “Cukup! Jangan bertengkar lagi.” Harun mencoba bijak.

Harun melanjutkan, “Wahai gadis Madinah!” Harun beranjak dari kasur mewahnya sambil mengenakan handuk, “Apa yang membuatmu merasa berhak atas “itu”-ku?”

Baca juga:  Al-Mustansiriyah, Universitas Tertua Peninggalan Dinasti Abasiyah

Selir dari Madinah menjawab, “Imam Malik telah menceritakan padaku bahwa beliau meriwayatkan dari ‘Urwah bin Hisyam bahwa Hisyam berkata:

مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَوَاتًا فهي له

Barangsiapa menghidupkan bumi mati, maka bumi mati itu menjadi miliknya.”

Yang dimaksud bumi mati adalah tanah kosong. Siapa saja yang menempati tanah kosong yang tak bertuan maka tanah itu menjadi miliknya. Maklum saja, zaman itu belum ada sertifikat.

“Sedangkan kau, wahai gadis Kufah,” ujar Harun sambil menyeruput minumannya. “Apa landasanmu sehingga kamu merasa berhak merebut ‘itu’-ku dari tangan gadis Madinah ini?”

“Aku meriwayatkan dari al-A’masy bahwa beliau meriwayatkan dari Khaitsamah bahwa Ibnu Mas’ud berkata:

ليس الصَّيْدُ لِمَنْ أَثَارَهُ ولكن الصَّيدُ لِمَنْ صَادَهُ

“Binatang buruan bukan milik orang yang membangunkannya. Sebaliknya, hewan buruan menjadi milik orang yang menyergapnya.”

Kontan saja Harun Ar-Rasyid langsung menumpahkan minumannya karena tertawa melihat tingkah dua selir ini. 

Eh, omong-omong, hebatnya ya zaman khalifah Harun ar-Rasyid, selir saja mahir mengutip para imam mujtahid.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
2
Terhibur
2
Terinspirasi
1
Terkejut
2
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top