Kitab ini dikarang oleh Ibn Wahsyiah. Ibn Wahsyiah mengklaim dirinya merupakan keturunan dari ras asli Nabatea, suku kuno yang mendiami Arab Utara. Dia bahkan menulis buku tebal yang ia beri judul Al-Falahah Al-Nabathiyah, bertani ala Nabatea. Di buku ini Ibn Wahsyiah mengklaim bahwa dia merujuk dari sumber-sumber kredibel yang ditulis dalam Bahasa Babilonia kuno.
Selain itu, di antara karya terpenting Ibn Wahsyiah adalah buku yang ia beri judul Shawq al-Mustaham fi Rumuz al-Aqlam. Di buku ini Ibn Wahsyiah menerangkan tentang aksara-aksara kuno yang dia kenal. Mulai dari aksara Arab-Afrika Utara hingga Hieroglif Mesir ia terangkan dan ia bandingkan dengan aksara Arab. Namun banyak sarjana meragukan validitas konten kitab ini. Beberapa ahli menganggap Ibn Wahsyiah terlalu terobsesi dengan “barang antik” sehingga dia mengarang beberapa hal yang sebenarnya tak ia ketahui. Namun tak ada yang tahu pasti tentang kebenarannya.
Pada awal abad 19, tepatnya antara tahun 1800-1810, Joseph Hammer-Purgstall, seorang orientalis yang bekerja untuk Kerajaan Inggris, pergi ke Kairo. Di sana ia menemukan sebuah manuskrip kuno yang unik. Disebut unik karena di sana ditulis gambar-gambar aneh. Ada mata, binatang, serta hal-hal lain. Tak biasanya manuskrip Arab berbicara tentang topik ini, demikian Joseph Hammer berpikir. Maka ia pun membawa manuskrip itu ke London. Di sana ia menyunting, menerjemahkan, lalu menerbitkan manuskrip tersebut. Namun karena tak banyak dimengerti, maka manuskrip ini tak terlalu mendapatkan perhatian ketika itu.
Shawq al-Mustaham karya Ibn Wahsyiah ini sendiri di antaranya berisi tentang simbol yang ia klaim “ditemukan oleh Hermes di masa Firaun.” Simbol ini, demikian klaim Ibn Wahsyiah, sudah ditulis sejak sebelum banjir besar. “Simbol-simbol ini tak boleh diungkap kecuali kepada orang yang sudah ahli,”tulis Ibn Wahsyiah, “karena jika rahasia yang ada di balik simbol ini terungkap, maka alam dunia akan rusak.”
Demikianlah sekilas tentang kitab Shawq al-Mustaham yang misterius karya Ibn Wahsyiah.