Hurmuzan adalah gubernur Kota Ahwaz di masa Kekaisaran Persia. Dia membuat sebuah perjanjian dengan orang muslim saat itu. Namun, dia mengkhianati perjanjian itu.
Sehingga ketika orang muslim menaklukkan Ahwaz, maka segera saja Hurmuzan dibawa ke Madinah menemui Khalifah Umar bin Khattab. Ketika sampai di depan Masjid Nabawi di Madinah, Hurmuzan bertanya kepada dua orang yang menggiringnya, “Di mana Umar?” Dua orang itu menjawab, “Itu dia tidur di samping masjid.”
Hurmuzan mulai menunjukkan tanda kekaguman atas kesederhanaan khalifah. Dua orang yang mengawal Hurmuzan membangunkan Khalifah Umar dan mengabari bahwa Hurmuzan si pengkhianat telah sampai.
“Aku tak mau menemui dia sedang pakaian mewahnya itu masih menempel,” ujar Umar. Segera saja mereka mengganti pakaian Hurmuzan. Ketika selesai, mereka menghadapkan lagi Hurmuzan pada sang khalifah.
“Hurmuzan,” Umar yang saat itu kulitnya sudah mengeriput karena kian tua berkata dengan tenang, “menurutmu hukuman apa yang paling cocok untuk pengkhianat?”
Hurmuzan terus berkelit ke sana ke mari tak mampu menjawab. Sebagaimana sudah maklum, ingkar janji adalah hal yang sangat buruk dalam tradisi Arab. Maka Umar pun menjatuhi Hurmuzan hukuman mati.
Ketika hendak dihukum mati, Hurmuzan mengajukan satu permintaan. “Apa itu?” ujar Khalifah Umar. “Aku ingin segelas air putih,” ujar Hurmuzan.
Didatangkanlah segelas air putih. “Apakah aku aman sampai aku selesai minum, wahai Amiral Mukminin?”
“Tentu saja kau akan aman sampai kau selesai minum,” ujar Umar.
Namun Hurmuzan membuang air itu sehingga orang-orang disekitar emosi dan hendak menghunus pedangnya masing-masing. “Amirul mukminin,” Hurmuzan berkata, “aku belum minum. Maka aku masih aman.”
“Benar,” Anas bin Malik muncul dari kerumunan. “Dia tidak boleh dibunuh. Engkau sendiri tadi berkata demikian. Kau harus memegang janjimu wahai Amirul Mukminin.”
“Benar wahai Anas. Umar harus menepati janjinya,” ujar Khalifah Umar.
Hurmuzan kagum akan keteguhan Khalifah Umar dalam memegang prinsip. Maka sejak itu dia menyatakan keislamannya. (Sumber: Al-Muntazham karya Ibnul Jauzi)