Kholili Kholil
Penulis Kolom

Alumni Pesantren Lirboyo-Kediri. Saat ini mengajar di Pesantren Cangaan Pasuruan, Jawa Timur.

Khatbah “Janggal” Ali bin Abi Thalib: Tanpa Huruf “Alif”

Di kalangan para Sahabat Nabi saw, Sayidina Ali karramallahu wajhah terkenal sebagai orang yang cerdas. Nabi disebut-sebut pernah berkata, “Jika ilmuku diumpamakan seperti kota, maka ilmu Ali ini laksana gerbangnya.”

Kisah-kisah tentang kecerdasan Sayidina Ali cukup melegenda di dunia keislaman. Beliau termasuk alladzina dluribal matsalu bihim atau orang-orang yang kecerdasannya sampai dijadikan pepatah: cerdas bagai Ali.

Ibnu Abil Hadid, dalam Syarh Nahjil Balaghoh, sempat merekam kisah kecerdasan Sayidina Ali yang mufrith atau di luar batas. Jadi suatu hari sahabat Nabi berkumpul dan ngobrol-ngobrol. Beliau-beliau bercerita tentang huruf yang paling sulit dihindari dalam bahasa Arab.

Mereka semua pada akhirnya bersepakat bahwa huruf yang paling sulit dihindari adalah “alif” dan segala variannya (hamzah washal, hamzah qath’, dan lain-lain).

Sayidina Ali yang mendengar hal itu pun langsung maju ke depan dan mulai berkhatbah.

Beliau berkhatbah berisi sekitar tujuh ribu kata. Jumlah kata tersebuat sudah biasa, tapi ini sangat fenomenal sekali karena tidak mengandung satu pun huruf “alif” (ا).

Khatbah ini dikenal dengan nama “khuthbah muniqah” yang berarti khatbah yang sangat luar biasa. Ya, luar biasa karena tidak ada huruf “alif” dan diucapkan tanpa teks serta tanpa rancangan sebelumnya.

Baca juga:  Ulama Banjar (3): Biografi Syekh Abdurrahman Siddiq

Berikut ini kutipan khatbah beliau serta terjemahnya:

حَمِدْتُ مَنْ عَظُمَتْ مِنَّتُهُ وَسَبَغَتْ نِعْمَتُهُ وَتَمَّتْ كَلِمَتُهُ وَنَفَذَتْ مَشِيَّتُهُ وَبَلَغَتْ حُجَّتُهُ وَعَدَلَتْ قَضِيَّتُهُ وَسَبَقَتْ غَضَبَهُ رَحْمَتُهُ

“Aku memuji Dzat yang anugerah-Nya agung, nikmat-Nya sempurna, Kalimat-Nya purna, dan kehendak-Nya selalu terjadi. Dzat yang bukti-bukti-Nya nyata, keputusan-Nya adil, dan Dzat yang rahmat-Nya selalu mendahului murka-Nya.”

حَمِدْتُهُ حَمْدَ مُقِرٍّ بِرُبُوبِيَّتِهِ مُتَخَضِّعٍ لِعُبُودِيَّتِهِ مُتَنَصِّلٍ مِنْ خَطِيئَتِهِ مُعْتَرِفٍ بِتَوْحِيدِهِ مُسْتَعِيذٍ مِنْ وَعِيدِهِ مُؤَمِّلٍ مِنْ رَبِّهِ مَغْفِرَةً تُنْجِيهِ يَوْمَ يَشْغَلُ كُلٌّ عَنْ فَصِيلَتِهِ وَبَنِيهِ

“Aku memuji-Nya dengan pujian orang yang mengakui ketuhanan-Nya, yang tunduk karena kehambannya, yang meminta maaf katena kesalahannya, yang mengakui ketauhidan-Nya, yang berlindung dari ancaman-Nya, serta memuji seperti orang yang senantiasa mengharap ampunan-Nya pada hari di mana semua orang tidak peduli kepada keluarga dan anaknya.”

وَشَهِدْتُ لَهُ شُهُودَ عَبْدٍ مُخْلِصٍ مُوقِنٍ ، وَفَرَّدْتُهُ تَفْرِيدَ مُؤْمِنٍ مُتَيَقِّنٍ، وَوَحَّدْتُهُ تَوْحِيدَ عَبْدٍ مُذْعِنٍ لَيْسَ لَهُ شَرِيكٌ فِي مُلْكِهِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ فِي صُنْعِهِ، جَلَّ عَنْ مُشِيرٍ وَوَزِيرٍ وَعَوْنٍ وَمُعِينٍ وَنَظِيرٍ

“Dan aku bersaksi untuk-Nya sebagaimana kesaksian seorang hamba yang ikhlas dan yakin. Mengesakan-Nya sebagaimana pengesaan orang beriman nan mantap. Serta mentauhidkan-Nya sebagaimana tauhid hamba yang taat. Dia tak memiliki sekutu di kerajaan-Nya, serta tidak memiliki pembantu dalam ciptaan-Nya. Maha agung Dia dari segala penunjuk, wazir, pertolongan, pembantu, serta sekutu.”

Baca juga:  Kiai Sahal dan Gus Dur

عَلِمَ فَسَتَرَ وَبَطَنَ فَخَبَرَ وَمَلَكَ فَقَهَرَ وَعُصِيَ فَغَفَرَ وَعُبِدَ فَشَكَرَ وَحَكَمَ فَعَدَلَ وَتَكَرَّمَ وَتَفَضَّلََ

“Ia mengetahui namun Ia menutup Dzat-Nya. Ia tersimpan namun Ia menunjukkan. Ia menguasai lalu Ia perkasa. Ia didurhakai namun Ia memaafkan. Ia disembah namun Ia menerima syukur. Ia memutuskan namun Ia tetap adil. Ia mulia dan Ia tetap memberi anugerah.”

لمْ يَزَلْ وَلَنْ يَزُولَ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْ‏ءٌ وَهُوَبَعْدَ كُلِّ شَيْ‏ءٍ ، رَبٌّ مُتَعَزِّزٌ بِعِزَّتِهِ مُتَمَكِّنٌ بِقُوَّتِهِ مُتَقَدِّسٌ بِعُلُوِّهِ مُتَكَبِّرٌ بِسُمُوِّهِ ، لَيْسَ يُدْرِكُهُ بَصَرٌ وَ لَمْ يُحِطْ بِهِ نَظَرٌ ، قَوِيٌّ مَنِيعٌ بَصِيرٌ سَمِيعٌ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dia tidak sirna dan tidak akan sirna. Tidak ada yang menyerupai-Nya. Dia akan tetap ada setelah segala sesuatu sirna. Dia adalah Tuhan yang mulia karena memang Dia mulia. Dia Maha Mampu dengan kekuatan-Nya. Maha Suci karena keluhuran-Nya. Maha Sombong karena kebesaran-Nya. Tidak ada penglihatan yang bisa mengetahuinya. Tidak pula pandangan mampu meliputinya. Dia Maha Kuat, Maha Mencegah, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.”

عَجَزَ عَنْ وَصْفِهِ مَنْ وَصَفَهُ وَضَلَّ عَنْ نَعْتِهِ مَنْ عَرَفَهُ ، قَرُبَ فَبَعُدَ وَبَعُدَ فَقَرُبَ ، يُجِيبُ دَعْوَةَ مَنْ يَدْعُوهُ وَيَرْزُقُهُ وَيَحْبُوهُ ، ذُو لُطْفٍ خَفِيٍّ وَبَطْشٍ قَوِيٍّ وَرَحْمَةٍ مُوسَعَةٍ وَعُقُوبَةٍ مُوجِعَةٍ ، رَحْمَتُهُ جَنَّةٌ عَرِيضَةٌ مُونِقَةٌ ، وَعُقُوبَتُهُ جَحِيمٌ مَمْدُودَةٌ مُوبِقَةٌ

Baca juga:  Mengenal Pengarang Maulid Diba’

“Orang yang mendeskripsikannya akan kesulitan menjelaskan. Dan orang yang mengetahuinya akan tersesat dari sifatnya. Dia dekat namun jauh dan ia jauh namun dekat. Dia mengabulkan sesiapa yang berdoa; Dia memberinya rizki dan menganugerahkannya nikmat. Dia memiliki kelembutan yang samar, namun siksa yang juga besar. Dia memilki rahmat yang luas namun juga memliki siksa yang menyakitkan. Rahmatnya adalah surga yang lebar dan indah, siksanya adalah neraka yang panjang dan merusak.”

Itu adalah potongan dari khatbah Sayidina Ali yang luar biasa. Meskipun tidak menyampaikan pesan khusus, namun keajaiban sastrawinya sangat-sangat melampui kebiasaan.

Kalimat seperti ini dalam ilmu badi’ (ilmu yang membahas keindahan bahasa Arab) disebut “badi’ hadzf” atau susunan kalimat yang penyusunnya berkomitmen untuk tidak menggunakan huruf tertentu.

Selain tidak menggunakan huruf “alif”, Sayidina Ali juga pernah dalam kesempatan lain menyusun pidato yang tidak menggunakan huruf “ra”.

Tunggu, masih ada lagi, yakni, dia berpidato tanpa menggunakan huruf yang memiliki titik (misal: ب ت ق ث ش). Dahsyat bukan?

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
7
Ingin Tahu
3
Senang
6
Terhibur
1
Terinspirasi
6
Terkejut
4
Lihat Komentar (4)
  • Saran:
    Cantumin rujukan khutbah (kitab apa, karangan siapa, halaman berapa), karena khutbah ini banyak versi dr bbrp kitab..
    Alif yang dimaksud yang bagaimana.. alif dan hamzah apakah sama apa berbeda.. perjelas definisi alif..

    Koreksi:
    Khuthbah tanpa huruf ra’ karya washil bin atha’, bukan Sayyidina ‘Ali. Ada khutbah fenomenal lainnya dr Sayyidina’Ali khutbah tanpa huruf bertitik.

    • Di atas sudah dijelaskan bahwa diambil dari kitab Syarah Nahjil Balaghoh jilid 19 hlm 77-78. Dan sudah dijelaskan bahwa yg dimaksud alif adalah huruf yang berbentuk lurus dgn segala variannya (pergantian dari waw atau ya’ serta hamzah washal dan hamzah qath’).

      Soal khatbah tanpa huruf ra’ yg pertama kali adalah Khalifah Ali, memang benar Washil ibn Atha’ jg pernah. Tapi Khalifah Ali jg pernah.

      Penulis.

Komentari

Scroll To Top