Sedang Membaca
Konstruksi Identitas Gerakan Hijrah
Joko Yuliyanto
Penulis Kolom

Penggagas Komunitas Seniman NU. Penulis Buku dan Naskah Drama. Aktif Menulis Opini di Media Daring dan Luring.

Konstruksi Identitas Gerakan Hijrah

Ancaman multikultural dan multireligius berdampak terhadap krisis identitas dan kehilangan orientasi nilai-nilai moral, etika, dan spiritual. Kemunculan gerakan sosial baru (new social movement) menjadi satu wacana yang berkembang dalam masyarakat progresif terhadap peradaban. Orientasi modernisasi global mempengaruhi struktur sosial budaya masyarakat, termasuk dalam perkembangan identitas keagamaan.

Beberapa tahun ke belakang muncul suatu gerakan yang diinisasi oleh sekelompok muslim milineal yang bertransformasi melakukan perubahan dari aspek keagamaan. Mereka melabeli diri komunitas hijrah yang aktif membentuk organisasi (formal dan informal) dan menyebarkan ideologi melalui lembaga dakwah dan forum media digital.

Fenomena gerakan hijrah cukup populer di kalangan generasi muda yang diaktualisasikan sebagai proses migrasi dari kehidupan nonmuslim ke kehidupan muslim (syariah). Hijrah yang semula menjadi ritus personal mulai bergeser menjadi gerakan komunal. Namun gerakan hijrah mengalami degradasi makna ketika dijadikan selebrasi kebangkitan Islam dengan perilaku yang terkesan menolak keberagaman.

Dampak paling mencolok adalah hilangnya identitas bangsa akibat masifnya penyebaran ideologi muslim syariah tertentu. Generasi muslim milenial mulai mengubah gaya hidup ketimuran sebagai tren baru sebagai bentuk usaha meniru ajaran agama yang konservatif. Aktivitas tersebut membentuk bingkai kultural baru yang mendukung perkembangan gerakan hijrah di kalangan generasi muslim milenial.

Baca juga:  Diplomasi Santri, Narasi NU Abad ke-2 dan Indonesia 2045

Hijrah dianggap sebagai media dalam menciptakan identitas religius yang dibingkai dalam konstruksi gerakan dakwah. Faktor pendorong generasi muslim milenial melakukan hijrah karena kejenuhan beradaptasi terhadap cepatnya perkembangan teknologi informasi yang kemudian memaksanya untuk mengakses informasi keagamaan.

Sedangkan faktor internal adalah popularitas ustaz sunah, kajian dakwah kampus, berkembangnya komunitas hijrah, hingga kemudahan akses internet untuk mencari referensi keagamaan. Gadget dan sarana teknologi lainnya menjadi faktor utama pesatnya gerakan hijrah di Indonesia. Sehingga aktivitas dakwah tidak bisa dilepaskan dari pengaruh digital.

Implementasi gerakan hijrah dicapai dengan mengorganisir dan memobilisasi secara efektif berkenaan dengan tujuan ideologi politik keagamaan. Strategi penyebaran ajaran agama dilakukan melalui media sosial untuk menyasar generasi milenial yang bergantung pada teknologi digital. Sejauh ini, gerakan hijrah berhasil mempengaruhi aspek keimanan maupun penampilan para pengikutnya.

 

Problem Hijrah

Ketakutan masyarakat yang berada di luar gerakan hijrah adalah munculnya konflik antarsaudara. Bukan hanya saudara sebangsa, melainkan juga saudara seagama/ seiman. Kekhawatiran berikutnya adalah mulai hilangnya identitas budaya yang dianggap kontradiktif dengan ajaran Islam. Mulai dari ritus ibadah, konsep dakwah, hingga cara berpenampilan.

Saat ini generasi muda muslim milenial terikat oleh cara pandang dunia bahwa keimanan dan modernitas bisa berjalan beriringan. Dalam kajian keislaman di media sosial, gerakan hijrah menyebarnya sirkulasi informasi mengenai studi agama Islam secara cepat dan luas. Gerakan hijrah mencoba menyebarkan dakwahnya (video dan tulisan) melalui platform media sosial, Youtobe, Instagram, Facebook, dan media sosial lainnya.

Baca juga:  Sastra itu Bicara

Bagi generasi milenial yang mengalami krisis kepercayaan, gerakan hijrah dijadikan sarana untuk merefleksikan diri menjadi pribadi yang kembali menerapkan unsur-unsur keislaman dalam keseharian. Berkembangnya gerakan hijrah mengarahkan pada bagaimana setiap elemen dalam aspek gerakan dapat mereproduksi makna religius.

Sikap fanatisme terhadap gerakan hijrah tidak selamanya dianggap positif membangun persepsi publik. Kadang sikap konservatif terhadap ideologi Islam fundamentalis menciptakan berbagai konflik sesama muslim. Akar konflik biasanya bersumber dari rasa kebenaran berlebihan yang berimplikasi pada penafian akan kebenaran lain di luar keyakinannya. Kebenaran cenderung dipersepsikan sebagai sesuatu hak pribadi, sehingga jika ada beberapa pandangan yang berbeda akan muncul justifikasi dan vonis yang tidak menguntungkan.

Menariknya, bangunan persepsi gerakan hijrah terwakilkan secara komunal, bukan personal. Ketika ada anggota yang sama-sama memperjuangkan ideologi hijrah, mereka akan bersama menunjukan arogansinya untuk mendebat orang yang dianggap kontra terhadap nilai-nilai syariah. Bahkan beberapa di antaranya sudah aktif membenturkan aspek religiusitas dengan kebangsaan yang kerap menimbulkan konflik identitas.

Esensi hijrah adalah suatu perjalanan rohani untuk meninggalkan kemungkaran demi kehidupan yang lebih baik. Setiap manusia bisa memaknai secara berbeda sesuai dengan keadaan rohani masing-masing. Hijrah bukan semata euforia muslim milenial untuk memaksakan keyakinan atas ideologi tertentu terhadap muslim lainnya. Aplikasinya adalah dengan perilaku menyesatkan, membidahkan, mengafirkan muslim lain.

Baca juga:  Dua Tantangan Pancasila di Era Pasca-Soeharto

Gerakan hijrah bisa dijadikan magnet menggaet banyak muslim di suatu negara. Menjadi poros kekuatan politik dan ekonomi. Jika gerakan hijrah bisa istikamah berdakwah secara rahmatan lil ‘alamin dengan tetap mempertimbangkan aspek pluralitas, moderat, dan toleran, banyak potensi gerakan hijrah menjadi kekuatan Islam dunia di era globaliasi.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top