Siapa yang tidak kenal sosok sufi besar Andalusia yang dikenal dengan al-Syaikh al-Akbar (Maha Guru) Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Arabi al-Hatimi atau sang puitis puisi cinta Ibnu Arabi (1165 M) julukan yang penulis kira cocok diberikan untuk sosok Ibnu Arabi.
Ibnu Arabi kurang lebih sudah menulis lebih dari 350 karya buku dan risalah. Termasuk bukunya yang terkenal sampai sekarang dan masih menjadi bahan kajian, yakni “al-Futuhat al-Makkiyah” dimana saat itu seolah Tuhan sudah membuka mistery box keilmuan batiniyah Ibnu Arabi sehingga terpancar cahaya kilau keilmuan dalam bukunya.
Belum lagi buku “Fushus al-Hikam” yang diambil dari saripati kebijakan dari ringkasan ajaran-ajaran yang memanifestasikan hukum syariat atau fiqih, filsafat, tasawuf, dan ilmu-ilmu Islam lainnnya. Kebersihan hati dan jiwanya mengantarkannya dalam kemuliaan keilmuan, yang terwakilkan dari banyak karya-karyanya telah menjadi bukti kedalaman ilmunya.
Penulis mencoba mengambil beberapa puisi cinta yang dinukil dari karya-karya Ibnu Arabi, kenapa tentang puisi? Karena berawal dari trend kemunculan puisi atau karya sastra, yang sekarang ini menjadi trending dibalik berita pelengkap akan kejenuhan dirumah dan menjadi hiburan disaat pandemik COVID-19 yang masih mewabah di Indonesia. Dalam contoh, banyak tulisan yang memuat pembahasan terkait puisi di berbagai media, syair-syair lagu yang bernuansa Islami “Aisyah”, puisi sang celurit emas KH. Zawami Imran dengan “Virus Corona dan Belalang”, dan puisi Paskah karya Ulil Abshar Abdallah menjadi perdebatan banyak kalangan.
Keterlibatan puisi dan syair-syair tidaklah menjadi suatu permasalahan, karena keberadaan puisi bisa dikatakan merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan suatu pemikiran dan perasaan dengan bumbu imajinatif dari si penyair (Baca: Wawan Setiawan, Jurnal Pena Indonesia). Melalui puisi seseorang dapat meluapkan isi hati dan kegalauannya akan melihat suatu keadaan, maka timbullah rasa yang kemudian tertuang dalam susunan kata-kata yang seirama dengan diksi-diksi tertentu sebagai pembeda dari karya tulis lainnya. Maka penulis mengajak bernostalgia dengan syair-syair cinta Ibnu Arabi yang masih menyamudera hingga sekarang.
Dalam karya Mahmud Gharib yang berjudul “al-Hubb wa al-Mahabbah al-Ilahiyyah” yang mengutip dari buku Ibnu Arabi, terbesit keindahan kalimat yang tidak sekedar memilki arti, namun dilibatkannya penggalian makna bernuansa teologis dan cinta yang sangat mendalam.
Berikut senandung puisi Ibnu Arabi:
Dari Cinta Kita Berasal
Dari Cinta Kita Terlahir
Di bawah payung Cinta kita menyusuri jalan
Dan karena Cinta kita akan pulang ke asal
Dalam terciptanya syair tersebut, Ibnu Arabi terinspirasi oleh sebuah hadits Qudsi, yang mungkin sudah banyak diketahui oleh para akademisi muslim; “Aku adalah sumber kekayaan tak terbatas yang tersembunyi. Aku ingin (Cinta) dikenal. Maka aku ciptakan semesta. berkat (Cinta) Ku, mereka mengenal-Ku.”
Kemudian dalam kitab Ibnu Arabi yang berjudul “Tarjuman al-Asywaq” juga terdapat puisi cinta bernuansa cinta akan keindahan semesta:
Lihatlah Keindahan-Ku
Tampak pada semua manusia
Lihatlah,
Air mengalir menembus
akar dan dahan-dahan
Engkau menemuinya
Bersumber dari satu mata air
Dan Kau lihat ia merekahkan bunga
berwarna-warni.
.
Syair puisi cinta Ibnu Arabi lain, masih dalam buku yang sama;
Aku mabuk Cinta
Kemanapun Cinta bergerak
Disitu aku mencinta
Cinta kepada-Nya
adalah agama dan keyakinanku.
Ibnu Arabi memandang cinta sebagai puncak permunajatan kepada Tuhan dari segala pengetahuan dan hakikat utama dari sistem kehidupan manusia. Rasa cinta tersebut kemudian digerakkan dengan roda spiritual yang kuat, pengabdian sepenuhnya akan kecintaan terhadap Sang Pencipta menjadi ciri utama makna karya diatas. Puisi tentang cinta sangat melekat pada diri Ibnu Arabi, penggambaran-penggambaran melihat sesuatu yang ada didunia sebagai gambaran dari cinta-Nya yang menjelma menjadi potongan-potongan kehidupan di dunia, sehingga apa yang dilihatnya sebagai perwujudan rasa cinta kepada-Nya.
Dunia sufi rasa-rasanya tidak terlepas dengan apa yang namanya cinta, seakan-akan melihat kehidupan antara keburukan dan kebaikan selalu dibarengi dengan kaca mata cinta. Buku Tarjuman al-Asywaq di atas sebagai salah satu bukti puisi-puisi romantik yang ditulis Ibnu Arabi sebagai penggambarannya akan pengalamannya melihat keindahan Sang Kekasih. Dalam buku tersebut bukan hanya berisikan keindahan syairr-syairnya, namun mengandung pesan spiritual yang dapat membantu seseorang untuk dapat meningkatkan derajat spiritual.
Dari syair-syar di atas dapat kita ambil hikmahnya bahwa hidup tentang saling cinta, jalan menuju cinta yang tidak tampak harus melewati cinta yang tampak terlebih dahulu untuk mencapai kesana. Maka dalam kondisi apa pun dan bagaimana pun, termasuk dalam kondisi wabah pandemi COVID-19 saat ini, nilai-nilai cinta harus tetap tertuang dalam kepedulian, termasuk menjaga diri, menjaga sekeliling, dan menjaga bahaya yang lebih besar.
“Apakah engkau anggap mereka selamat
atau kau anggap mereka celaka
Para pecinta keheranan dalam cinta
mereka telah terhanyut oleh arusnya”,
– Ibnu Arabi (Tarjuman al-Asywaq) –