Sedang Membaca
Salman Ahmad dan Jihad Rock ‘n Roll

Salman Ahmad dan Jihad Rock ‘n Roll

Salman Ahmad (lahir 12 Desember 1963), adalah seorang dokter, gitaris, aktor peristiwa, sufi, aktivis sains, dan profesor pada City University of New York. Dia meraih popularitas di Pakistan pada 1986 untuk gaya uniknya memainkan neoklasikal dengan musik metal.

Sebelum menjadi seorang gitaris grup band Vital Signs, dia membentuk grup band Junoon (Obsesi) pada 1990 bersama pemain bas orang Amerika Brian O’Connell dan Ali Azmat dengan merintis musik metal-rock yang dipengaruhi Sufi di Pakistan. Dia memulai aktivitasnya pada pertengahan 1990-an dan terlibat di dalam dua film dokumenter BBC berkenaan dengan isu-isu di Pakistan seperti masyarakat, pendidikan, agama, dan sains. Sembari bekerja dengan media Pakistan untuk membantu memprakarasai perdamaian antara India dan Pakistan, Salman terus memproduksi film-film dokumenter dan album-album gitar solo.

Salman terus melakukan pertunjukan sebagai seorang artis solo di bawah label “Junoon” dan pindah ke New York dan merilis sebuah album sebagai seorang artis solo, “Infiniti” pada 2005. Instrumen musik yang dikuasainya adalah fender straocaster, keyboard, elektrik akustik guitar, double neck guitar dengan instrumen khusus fender straocaster, Gibson EDS-1275.

Berdebat dengan Taliban

Di negerinya sendiri, Pakistan, yang merupakan sarang Taliban Junoon mengalami penyensoran dan larangan, terutama semasa rezim Jenderal Zia ul-Haq yang bekerjasama dengan Taliban. Penampilan pertama Salman di negara itu saat ia berusia 19 tahun sebagai mahasiswa kedokteran yang memainkan musik Van Hallen dihentikan oleh Taliban manakala seorang talib (santri) naik ke atas panggung dan merebut gitarnya lalu dibanting hingga hancur.

Baca juga:  Siapa Penerjemah Ide-Ide Gus Dur untuk Masyarakat?

Padahal, gitar kesayangannya itu dibelinya semasa remaja di AS dengan menabung uang sebanyak 235 dollar hasil bekerja membersihkan meja restoran dan mendistribusikan koran kepada para pelanggan. Larangan juga terjadi semaza rezim Benazir Bhutto – yang dikenalnya secara pribadi – karena Salman menulis lirik yang menyoal korupsi rezim itu di bawah titel “Accountability (Pertanggungjawaban).”

Menghadapi larangan itu, Salman tidak duduk berpangku tangan melainkan datang ke madrasah Taliban seperti tampil pada film dokumenter The Rocker and The Mullah. Salman yang melek Alquran menyerang mereka seraya bertanya, “Di bagian mana Alquran melarang musik?” Menurutnya, musik tidak dilarang oleh Alquran.

“Di dalam Islam ada suatu pandangan minoritas bahwa Islam melarang musik. Dan aku sudah melakukan banyak riset, aku sudah membaca Alquran. Tidak ada di dalam Alquran, kitab suci Muslim, yang mengatakan bahwa musik dilarang. Karena pengaruh Wahhabi, pengaruh Arab Saudi terhadap Islam, kaum fundamentalis, maka mereka agak benar-benar mengecilkan hati terhadap musik dan puisi, tapi itu bukan masalah di dalam mayoritas dunia Muslim. Orang-orang itu ada di dalam penolakan. Ada kekakuan di dalam keulamaan dan para mullah, dan juga, mereka takut kehilangan tombak ikannya. Mereka melihat ribuan anak-anak pergi ke konser-konser, dan MTV Pakistan masuk, dan saluran-saluran swasta bersama semua anak-anak muda ini datang berduyun-duyun ke industri musik, dan aku kira mereka takut bahwa pada khotbah Jumat mereka akan kehilangan jamaah mereka,” sindir Salman.

Baca juga:  Jihad itu Mudah, Syahid itu Sulit

Dalam suatu interviu, dia juga menuturkan, “Tidak ada konflik antara agamaku dan musikku. Kau bisa menjadi seorang Muslim dan memainkan gitar elektrik.”

Sebagai seniman, Salman menginsafi peran yang mesti dimainkannya. “Tanggung jawab seorang seniman bukan hanya membuat orang bergembira atau sekadar menghibur mereka, tapi juga meningkatkan kesadaran mereka. Entah dia John Lennon, Bob Dylan, Bob Marley, Bob Geldof, atau di dunia Muslim, orang-orang seperti Baba Bulhay Shah, Maulana Rumi, atau Amir Khusraw, mereka bukan hanya para penyair atau insan spiritual, mereka juga mengangkat kesadaran di dalam masyarakat. Mereka mengembangkan pluralisme dan koeksistensi, dan mereka selalu berbicara menentang ekstremisme. Apa yang aku coba katakan adalah bahwa para seniman memiliki peran untuk membantu memperbarui masyarakat.”

Salman juga bekerjasama dengan pendiri Band Genesis Peter Gabriel dalam pembuatan lagu Pakistan Hai Humara (Open Your Eyes) demi menolong para korban banjir di Pakistan. Pada suatu interviu, ketika ditanya apa rencananya dalam sepuluh tahun ke depan, dia menjawab, “Aku akan senantiasa mendengarkan bisikan di dalam hatiku. Seperti Rumi katakan jika engkau mengikuti musik, dia akan menunjuki engkau jalan …”

Sudah ratusan lagu direkam band Junoon. Liriknya tertuang dalam bahasa Urdu, Parsi dan Inggris,  diambil dari puisi sufi Jalaluddin Rumi, Baba Bulleh Shah, Amir Khusraw, dan Iqbal. Di antara albumnya adalah Talaash, Inquilaab, Kashmakash, Azadi, Parvaaz, 1990-2000 M.E., Andaz, Daur-e-Junoon, Dewaar, Dewaar (The Best of Junoon).

Baca juga:  Syekh Abdul Qadir al-Jailani Terlambat Menikah. Mau meniru?

Dia juga menerbitkan otobiografi, “Rock & Roll Jihad: A Muslim Rock Star’s Revolution” (2010). Melissa Etheridge menulis kata pengantar, “Kisah yang engkau baca adalah kisah dari seorang pembawa cahaya … Salman Ahmad menginspirasiku untuk senantiasa meraih puncak-puncak terbesar dan tak pernah merasa takut … Ketahuilah bahwa kisahnya adalah bagian dari sejarah kita.”

 

Selamatkan ‘Jihad’ dari Para Teroris

Menurut Salman, bermacam-macam teror dan jaringan-jaringan kaum muda menghubungkan Pakistan dan Afghanistan ke Yaman ke Nigeria ke Jordania ke Amerika, tidaklah mengejutkan kalau di dalam kesatuan kita, keluarga manusia, yang takut dan terbelah tampaknya akan memenangi perang melampaui harapan dan kesatuan. Khususnya ketika hal itu melibatkan hubungan antara Amerika dan dunia Muslim.

“Jangan biarkan “jihadis” bergaya-diri yang mana saja atau Islamofobes yang sesat memperbodoh engkau memasuki pemikiran bahwa keduanya tak bisa bersua. Pada 11 September Osama bin Laden dan Al Qaeda membajak kata jihad dari komunitas Muslim dan membelokkannya menjadi sesuatu  yang buruk, gelap dan mengilhami ketakutan,” tandasnya.

Melalui otobiografinya, Salman berusaha untuk mengharmonisasikan gairahnya terhadap Rock and Roll dan berkoeksistensi dengan suatu jihad, untuk memahami tujuan hidupnya. “Aku berharap dengan berbagi kisah-kisah gairah, kekeluargaan dan petualangan ini, aku akan, di dalam suatu cara yang sederhana, membantu menjelaskan betapa secara mendalam kita semua saling terhubungkan,” ujarnya. (RM)

 

 

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top