“Mulailah wirausaha dari pasar, pasar, pasar, kemudian SDM (sumber daya manusia)”, seperti itulah cuplikan dari pidato Prof. Musa Asy’arie dalam stadium general di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta pada tanggal 4 Oktober 2020. Prof. Musa memberikan kuliah umum mengenai potensi ekonomis Syariah di era new normal dari gagasan praktik.
Menurutnya, wirausaha yang paling efektif adalah wirausaha yang dimulai dengan menciptakan pasar, bukan melalui uang, uang akan habis tetapi pasar akan berkembang. Tetapi yang lebih penting dari itu semua adalah bagaimana membangun etika yang benar dalam berbisnis agar bisnis yang dijalankan bisa terus berlanjut dan memberikan manfaat kepada masyarakat yang lebih luas.
Dalam menerapkan etika berwirausaha, ekonomi islam memiliki solusi atas permasalahan ini. Selama ini, kegiatan eksploitasi alam yang dilakukan oleh pelaku usaha sebagian besar tidak memperhatikan etika berwirausaha, alam dieksploitasi sebesar-besarnya, tenaga kerja divorsir jam kerjanya, sedangkan distribusi keuntungan yang mengalir kepada masyarakat kecil masih sangat minim, keuntungan terbesar hanya dimiliki oleh mereka para pemilik modal, akhirnya yang muncul adalah kurva disparitas pendapatan yang terus meningkat, di mana yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Pada hari ini banyak sekali kegiatan bisnis yang sudah tidak lagi menghiraukan etika dan mengindahkan lingkungan, misalnya kasus eksploitasi penebangan hutan untuk pembukaan lahan sawit, kegagalan para pemegang peran strategis di dalam negeri dalam menjaga hutan membuat mereka kecolongan dengan tingkah laku para investor sawit yang berupaya untuk meningkatkan keuntungan mereka melalui pembukaan lahan sawit secara illegal. Kasus lainnya yaitu eksploitasi batu bara, dengan tujuan mendongkrak ekspor para pemegang peran stratrgis juga membiarkan alam kita dieksploitasi habis-habisan oleh pelaku bisnis batu bara, dan pada akhirnya eksploitasi tersebut menyebabkan cadangan batu bara Indonesia diprediksikan akan habis dalam waktu 49 tahun mendatang.
Prof. Musa melalui perspektifnya menjelaskan bahwa hal ini bisa terjadi karena para pelaku usaha pada umumnya tidak mengerti prinsip ketauhidan dalam berwirausaha. Alasan lahirnya ekonomi syariah salah satunya agar nilai-nilai etika yang didasarkan pada prinsip ketauhidan tersebut dapat diimplementasikan oleh seluruh pelaku usaha, agar cita-cita kemakmuran serentak di muka bumi dapat terwujud. Melalui prinsip ketauhidan, manusia akan mengenal Tuhannya, hal ini bisa menjadi alarm ketika manusia hendak bersikap yang berlebihan.
Selanjutnya, untuk menerapkan nilai ketauhidan dalam berwirausaha, seorang pelaku usaha harus mengerti konsep alam (kosmos) dan manusia (antropos) sebagai modal berwirausaha, dan juga alam dan manusia sebagai milik sang pencipta (teos), di sinilah letak integrasi konsep konsmologi, antropologi dan teologi. Sebuah produk dapat tercipta tidak lepas dari peran alam.
Salah satu tujuan dari penciptaan alam yaitu agar seluruh kebutuhan manusia di muka bumi dapat terpenuhi. Selain alam, manusia juga dianugerahi akal dan kecerdasan, akal dan kecerdasan kemudian mendorong manusia untuk melakukan berbagai macam perubahan. Manusia dapat menciptakan teknologi agar kegiatan produksi dan juga seluruh aktivitas hidupnya dapat dilakukan secara lebih efisien.
Tetapi orientasi keuntungan terkadang membuat manusia lupa dengan asal mula dirinya diciptakan, bahkan karena mereka terlalu mendewakan akal dan kemampuannya, kemudian manusia bersifat rakus dan ingin menguasi alam dan seisinya, sehingga alam yang seharunya dikelola untuk memenuhi kebutuhan justru pada akhirnya dieksploitasi untuk memenuhi hawa nafsunya.
Maka integrasi konsep kosmos, antropos, dan teos penting untuk dipahami agar nilai-nilai etika bisnis mampu menjadi landasan kita dalam berbisnis. Tanpa pemahaman mengenai konsep teos yang benar seorang akan bersikap dan menerjang batas-batas etika, sebab bukan tuhan yang sesungguhnya lagi yang mereka tuhankan, melainkan tuhan uang dan tuhan modal. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan manusia kehilangan rasa takut dan bersalah sekalipun mereka telah merusak alam dan tempat hidup mereka sendiri.