Sekira awal tahun 2018 saya berjumpa seorang jamaah umrah bergaya salafi asal Indonesia di Madinah, kami yang sama-sama baru tiba di kota suci jalan bareng menuju Masjid Nabawi. Saat memasuki area pelataran masjid, saya sedikit kaget tatkala anak salafi tadi tiba-tiba bertanya pada saya apa nama masjid yang tepat ada di depan mata kami. Iya, dia rupanya tidak mengenal Masjid Nabawi yang sedang dikunjunginya itu.
Pernah juga tepatnya penghujung tahun 2019, tengah saya berziarah di sekitar Masjid Nabawi bersama rombongan, salah satu peserta ziarah tiba-tiba berkata ingin ke Masjidil Aqsha. Saya katakan kepadanya, bahwa sama saya juga ingin ke sana, tapi tempat itu jauh dari sini, di Palestina. Dia baru tahu Masjidil Aqsha ada di negeri yang lain.
Diakui atau tidak, umat islam masih banyak yang tidak menyadari keberadaan tempat-tempat penting dan bersejarah, bagi sebagian yang menyadari, masih minim mendapatkan pengetahuan tentang tempat-tempat tersebut.
Ada sebuah survei yang diterbitkan oleh Universitas Yordania yang mengejutkan, bahwa ternyata 60 persen pelajar tidak tahu apa itu Masjidil Aqsha. Seperti dilansir Mi’raj Islamic News Agency (2/2016), survei dilakukan terhadap 6.000 pelajar di Yordania dengan menyajikan satu pertanyaan, “Apakah yang Anda Tahu dari Masjidil Aqsha?”. Hasilnya sekitar 60% menjawab tidak tahu. Padahal, Yordania adalah negara yang berbatasan langsung dengan Palestina, tempat Masjidil Aqsha berada, yang bertanggung jawab atas tanah Wakaf Masjidil Aqsha.
Masjidil Aqsha berada di Al Quds, nama lain atau sebutan dari kota Yerusalem. Nama Al Quds telah digunakan sejak masa dinasti Abbasiyah hingga Turki Utsmaniyah berkuasa di Timur Tengah, dokumen resmi negara pun menyebut demikian. Konon, awal mula nama Al Quds diberikan pada era Sultan Al-Makmun Ibn Harun Ar-Rasyid dari dinasti Abbasiyah. Sementara dalam hadits-hadits Nabi kota ini disebut dengan Baitul Maqdis.
Selama ini banyak yang mengira dan meyakini Masjidil Aqsha adalah sebuah bangunan, sehingga acapkali menimbulkan pertanyaan hingga perdebatan tentang yang mana Masjidil Aqsha. Biasanya perdebatan berkisar tentang bangunan berkubah besar keemasan dan bangunan besar berkubah kehitaman.
Setelah mencermati berbagai sumber dan referensi yang terpercaya, salah satunya Islamic Landmarks, sebuah situs yang didirikan dan didedikasikan untuk menyatukan informasi gambar dan fakta tentang tempat-tempat penting sejarah dan warisan dunia Islam. Masjidil Aqsha menurut Islamic Landmarks ialah keseluruhan komplek seluas 14 Hektar yang mana areanya dikelilingi pagar tembok.
Masjidil Aqsha bukanlah tentang bangunan, tapi suatu tempat atau kawasan. Tentu saja, namanya kawasan tidak semua beratap, ada ruang terbuka, seperti halnya Masjidil Haram Mekkah. Bahkan, Masjid Nabawi Madinah pada awal 1900-an bentuknya masih dominan ruang terbuka, hanya bagian makam Nabi dan sekitarnya yang beratap dan dihiasi Kubah Hijau.
Di dalam Masjidil Aqsha yang beratap diantaranya adalah bangunan Masjid Qibli (berkubah hitam) dan Qubbah Ash-Shakhrah atau Dome of the Rock (berkubah emas).
Kesimpulannya, keseluruhan tempat yang berada di dalam bangunan pagar tembok itulah yang dinamakan Masjidil Aqsha. Maka setiap orang yang shalat di dalam area itulah yang disebut dalam banyak hadits Nabi mendapatkan pahala lebih banyak daripada shalat di masjid lain (tentunya selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi).
Tak bisa dipungkiri memang banyak gambar yang beredar tentang Masjidil Aqsha menampilkan Qubbah Ash-Shakhrah. Kelompok Gerakan Perlawanan Islam di Palestina (HAMAS) bahkan menjadikan Qubbah Ash-Shakhrah sebagai logo resmi organisasinya.
Sejarah mencatat Qubbah Ash-Shakhrah merupakan arsitektur Islam tertua di dalam Masjidil Aqsha. Ia dibangun oleh khalifah Abdul Malik bin Marwan (Dinasti Umayyah) pada tahun 691 M dan menjadi monumen Islam pertama yang menggunakan kubah. Musafir legendaris asal Maroko Ibnu Bathuthah (wafat 1368 M) waktu berkunjung ke Masjidil Aqsha kala itu terpesona dengan Qubbah Ash-Shakhrah, ia berkata:
“Sebuah bangunan dengan keindahan, soliditas, keanggunan dan bentuk singularitas yang luar biasa. Dia memiliki empat pintu. Ruang di sekitarnya juga dilapisi oleh marmer, dikerjakan dengan sangat baik, dan interiornya pun demikian. Baik di luar maupun di dalam dekorasinya begitu megah, dan pengerjaannya jauh melebihi apa yang dibayangkan. Bagian terbesarnya ditutupi oleh emas sehingga mata seseorang yang memandang keindahannya akan silau oleh kecemerlangannya, bersinar seperti cahaya, benderang seperti kilat”.
Karena itu wajar bila Qubbah Ash-Shakhrah dijadikan ikon Masjidil Aqsha, laksana Ka’bah yang telah menjadi ikon Masjidil Haram Mekkah, atau pula Qubbah Khadra’ (Kubah Hijau) di Masjid Nabawi Madinah.
Wallahu a’lam. (RM)