Irawati Prillia
Penulis Kolom

Seorang sarjana Teknik Lingkungan. Sekarang bekerja di sebuah laboratorium reserach & development sebuah perusahaan skincare di Jerman. Tinggal di desa kecil bernama Stockheim antara kota Cologne dan Aachen. Akun facebook atas nama Irawati Prillia.

Mengenal Kota Aachen di Jerman, Tempat B.J. Habibie Menuntut Ilmu

Katedral Aachen

Di pusat kotanya, kokoh berdiri konstruksi warisan budaya Unesco pertama Jerman, Katedral Aachen. Sebuah konstruksi impresif, megah dari luar maupun dari dalam.  Interiornya berhias 32 juta batu mozaik. Pun sebuah aula yang jendelanya berhias kaca panjang warna-warni berjulukan “Rumah Kaca dari Aachen”, diresmikan tahun 1414. Tiga puluh raja pernah ditahbiskan di katedral ini. Ia diwujudkan pertama kali pada sekitar abad kedelapan masehi oleh putra kebanggaan kota, Charlemagne (747/748 – 814).

Dari Katedral Aachen, beberapa destinasi wisata utama kota bisa dicapai dengan berjalan kaki. Daerah di sekitar katedral merupakan kawasan khusus pejalan kaki. Rathaus atau balai kota, konstruksi bersejarah lainnya di kota ini, berjarak 200-an meter. Ruang jeda terbuka antara katedral dan balai kota, dikenal sebagai Katschhof, merupakan sebuah pelataran lumayan luas. Sering digunakan sebagai lokasi pameran, konser, pasar natal.

Balai kota, selain sebagai kantor walikota, juga dimanfaatkan untuk ajang pameran interaktif. Dibangun di atas bekas reruntuhan Aula Raja milik Charlemange pada tahun 1349. Lewat sebuah jendela kaca kecil di bagian depan balai kota, kita bisa melihat pondasi batu alam bekas istana Charlemagne.

Bentuk fisik balai kota sekarang berasal dari renovasi antara abad 17-18. Seperti katedral, fasadnya didekorasi patung-patung berukir. Bagian belakang memiliki undakan panjang yang sering dijadikan tempat orang nongkrong untuk sekadar duduk-duduk atau melakukan aktivitas lain seperti membaca dan mengobrol. Utamanya oleh anak-anak muda. Hampir semua ruangan di balai kota bisa dikunjungi. Ruang paling masyhur adalah Krönungssaal atau Aula Penobatan. Usai penobatan di katedral dahulu kala, seorang raja baru akan mengadakan jamuan makan besar di hari yang sama di aula tersebut.

Menyusuri jantung Aachen, mengikuti jalan menurun menuju shopping street utama, kita akan bertemu taman dengan sebuah bangunan unik di tepinya. Didominasi fasad berwarna putih, bagian tengah bangunan terbuka ini berbentuk bundar, disangga pilar-pilar cukup besar. Sekilas, mirip pilar kuil zaman Romawi Kuno. Elisenbrunnen namanya dalam bahasa Jerman. Memasukinya, segera tercium bau mirip telur busuk. Bukan aroma sampah, melainkan dari aliran air mineral yang mancur dari dua moncong pancurannya.

Baca juga:  Salat Jumat di Gereja

Ditaksir, dari sumber-sumber air mineral berjumlah 30-an ini peradaban Aachen berasal. Menjadi alasan orang terdahulu untuk singgah dan mukim di sini, termasuk bangsa Romawi Kuno. Air mineralnya bersuhu hingga 70°C. Di dinding Elisenbrunnen terpampang nama-nama selebriti jadul Eropa yang pernah tetirah di Aachen beserta tahun kedatangannya. Misalnya saja, Candidinius Gajus Sevir, tahun 150-an masehi, pelukis Jerman Albrecht Dürer di tahun 1520, James Drummond, priyayi asal Skotlandia dan istri, tahun 1694, Raja Denmark, Friedrich IV, tahun 1723, dan tentu saja Charlemagne, menghabiskan sebagian umurnya hingga ajal menjemput di tahun 814. Destinasi wisata spa populer Aachen mengabadikan namanya: Carolus Therme.

Kota di dekat perbatasan Jerman dengan Belanda dan Belgia ini tak bisa lepas dari sosok Charlemagne. Sebuah patungnya berdiri kukuh di muka balai kota. Namanya, Karl dalam bahasa Jerman, diabadikan untuk menamai banyak hal. Nama jalan, nama square, nama fountain, nama pusat spa, nama penghargaan, nama museum, dan nama lainnya. Di masa jayanya, Charlemagne menguasai sebagian Eropa Barat sekarang. Wilayah kekuasaannya berbatasan dengan Kekaisaran Romawi Timur (Byzantium) di timur, di barat mereka berhadapan dengan muslim Andalusia. Serta negeri maha luas di bawah kekuasaan Dinasti Abbasid di selatan.

Kaisar Romawi dari Barat Eropa

Sejak kaisar Konstantin memindahkan ibukota Romawi dari kota Roma ke Konstantinopel (Istanbul) tahun 324, terjadi semacam kekosongan kekuasaan di Eropa Barat. Selama berabad-abad lamanya. Eropa Barat terpecah belah, dikuasai berbagai suku bangsa. Seperti bangsa Visigoth, Ostrogoth, Saxons, Lombards, Huns, dan Franks.

Baca juga:  Meresapi Segarnya Taitung (3): Jejak Takeshi Kaneshiro di Mr. Brown Avenue

Franks merupakan sebuah konfederasi dari beberapa suku bangsa Jerman kuno yang menempati wilayah Belgia, Belanda, Luxemburg, sebagian Perancis dan Jerman modern. Konfederasi tersebut diperkirakan dibentuk di sekitar kota Mainz (Jerman) sekarang. Dua dinasti Franks yang berpengaruh adalah Merovingia dan Carolingia. Carolingia melesat menjadi pemimpin Franks setelah pengaruh Merovingia meredup.

Kakek Charlemagne, Charles Martel, memegang kekuasaan sebagai major domus, penasihat tertinggi raja Dinasti Merovingia. Charles Martel pernah memimpin pasukan Franks berhadap-hadapan dengan pasukan muslimin di Pertempuran Tours (Battle of Tours, tahun 732), antara kota Poitiers dan Tours, di barat Perancis modern. Emir Cordoba, Abd al-Rahman al-Ghafiqi, roboh di tangan Martel.

Charles Martel mewariskan jabatan major domus ke putranya, Pepin the Short. Pepin memperkuat posisinya, hingga berhasil mengirim raja boneka Dinasti Merovingia, Childerich, ke sebuah biara di tahun 751, mengangkat dirinya sebagai raja pertama Dinasti Carolingia. Keberhasilan Pepin dilanjutkan salah satu putranya, Charlemagne.

Tempat dan tahun pasti kelahiran Charlemagne tidak diketahui pasti, kira-kira antara 747 atau 748. Pada masa kekuasaannya antara 771 – 814 beliau menghabiskan sebagian hidupnya memperluas dan memperkokoh kedaulatan Franks. Yang meliputi Thuringia (timur Jerman), Belanda sekarang sampai pantai Atlantik Perancis. Beberapa kali beliau mengadakan operasi militer di Pegunungan Pyreness, berperang melawan muslim penguasa Spanyol, hingga berhasil menduduki Barcelona dan Katalonia tahun 801. Paus Leo III menobatkan Charlemagne sebagai Kaisar Romawi Barat pada 25 Desember 800.   Alih-alih Roma, Charlemagne memilih Aachen sebagai pusat kekuasaannya.

Baca juga:  Ziarah ke Makam Mbah Moen di Mekkah

Walau berkali berperang melawan muslim Spanyol, sejarah mencatat bahwa pernah terjadi hubungan diplomatik antara Charlemagne dengan khalifah Dinasti Abbasid, Harun al-Rasyid, dimulai sejak tahun 798, ketika Sang Kaisar Romawi Barat mengirimkan utusan.

Sang khalifah memberikan jawaban sekaligus banyak hadiah yang menunjukkan kemegahan Dinasti Abbasid: gading gajah berukir, kendi dan nampan emas, wewangian, satu set permainan catur, kain bermutu tinggi, jam air yang sangat rumit pembuatannya, sebuah jubah bertuliskan “Tiada Tuhan Selain Allah”, dan yang mungkin paling spektakuler adalah Abul Abbas, seekor gajah putih.

Entah bagaimana caranya, hadiah tersebut sampai kepada Sang Kaisar di tahun 801. Abul Abbas, salah satu sumber pesona warga Aachen zaman itu, berkali ditunggangi Charlemagne saat berperang. Hadiah lainnya menjadi koleksi beberapa museum Eropa. Kisah Charlemagne dan pusakanya bisa kita pelajari di Centre Charlemagne, di Katschhof, Aachen.

Aachen Masa Kini

Saat ini orang mengenal kota Aachen di Jerman sebagai sebuah kota mahasiswa, tempat salah satu mantan presiden Indonesia, Bapak B.J. Habibie menuntut ilmu bertahun lamanya. Aachen memang memiliki RWTH (Rheinisch-Westphälischen Technischen Hochschule), sekolah tinggi teknik yang di tahun 2020 ini memperingati hari jadi ke 150. Sebuah institusi pembelajaran esensial di Jerman yang menjadikan kota Aachen sebagai salah satu pelopor inovasi di bidang keteknikan.

Sebagai destinasi wisata, Aachen merupakan sebuah kota kompak, nyaman, akses kemana-mana mudah, dan bernuansa internasional. Berbagai bahasa asing bisa kita dengar diperbincangkan baik oleh pendatang dan warga lokal. Turis muslim tak perlu khawatir. Kedai makanan halal tersebar di hampir seluruh pusat kota.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top