Menurut lembaga Jerman, Climate Action Tracker, Saat ini, suhu panas bumi telah menuju pada level kenaikan sebesar 3 derajat Celcius. Yang apabila krisis iklim tersebut terus berlanjut tanpa ada pencegahan, maka pada tahun 2030 dapat dipastikan suhu bumi telah mencapai batas aman (Laporan IPCC, 2021).
Sala satu dampaknya akan terjadi pergeseran atau perubahan iklim yang sangat signifikan di seluruh dunia. Potensi terjadinya gelombang panas, hujan lebat atau siklon tropis akan terus mengalami peningkatan. Adapun di sejumlah kawasan, musim kemarau diprediksi akan berlangsung lebih lama. Juga sebaliknya ketika musim penghujan akan terjadi curah hujan lebih ganas dan intens yang sebelumnya belum pernah terjadi. Seperti misalnya terjadi banjir bandang di Eropa, musim hujan ekstrem, memuncaknya suhu panas di Turki dan Kanada, kelaparan hingga kebakaran hutan.
Dari kritisnya situasi ini apakah kita dan agama hanya bisa diam saja? Lantas berpangku tangan, berdoa dan berharap dunia segara baik-baik saja tanpa tindakan apa-apa?
Tidak. Saya rasa tidak. Semua agama setuju dan bergerak untuk terus menjaga kelestarian lingkungan sebagai pesan universal untuk semua manusia. Dan itu terbukti dari wacana dan tindakan yang diambilnya.
Balajar dari Sejarah
Sebelum membahas –banyaknya— wacana agama yang berbicara tentang penghijauan, mari terlebih dahulu kita selami pengalaman sejarah agama terdahulu tentang pentingnya menjaga lingkungan dan keanekaragaman.
Dalam Al-Quran, masyhur kisah Nabi Nuh, sang pemilik bahtera untuk semua umat manusia. Kisah tentang Nabi Nuh tercatat dalam 43 ayat di 28 surat. Dijelaskan dalam QS. Hud ayat 25-48. Ketika banjir yang sesungguhnya tidak lain adalah permintaan dari Nabi Nuh sendiri sebagai azab untuk umatnya yang kufur. Beliau diperintahkan oleh Allah untuk menyelamatkan sepasang binatang kemudian keluarga. Yang pertama disebutkan di sana adalah ‘sepasang binatang’ (jantan-betina) sebagai representasi dari keanekaragaman hayati. Termasuk diantaranya adalah tumbuhan dan ragam keanekaragaman hayati lain. Karena hewan dan tumbuhan ini perlu untuk dilestarikan sebagai penyeimbang hidup manusia di muka bumi bukan hanya sebagai makhluk pemuas hasrat manusia semata.
Bayangkan saja jika saat itu Nabi Nuh hanya menyelamatkan keluarga dan umatnya yang jumlahnya hanya 77 orang, mungkin bisa jadi mereka selamat dari banjir bandang tapi tidak menutup kemungkinan mereka akan mengalami kepunahan. Entah karena kelaparan atau kehabisan suplai oksigen.
Karena dengan menjaga lingkungan, selain kita mejaga keanekaragaman hayati agar dapat terus lestari hingga anak cucu kita, alam adalah wasilah dari tuhan sebagai penopang kehidupan di muka bumi. Termasuk jika dalam kisah Nabi Nuh ini kayu adalah bahan utama dalam membuat kapal/bahtera.
Kemudian, setelah terjadinya bencana banjir bandang tersebut nabi Nuh dan para umatnya melakukan konservasi atau pembaharuan lingkungan. Yang dari sedikit umatnya Nabi Nuh tersebut ada yang melanjutkan kehidupan dengan berpindah tempat ke timur juga ke barat. Dan dari ke 77 umatnya tersebut menurut sebagian riwayat hanya keluarganya lah yang dapat melanjutkan keturunan dan beranak-pinak hingga sekarang.
Dari kisah ini bisa kita ambil pelajaran akan pentingnya menjaga keanekaragaman dan melakukan penanggulangan bencana juga pasca-bencana. Karena itu berpengaruh pada keberlangsungan hidup manusia kini dan nanti.
Pesan Hijau dari Agama-agama
Melihat kembali pesan agama tentang menjaga lingkungan tentu tidak terhitung jumlahnya, namun tetap saja masih banyak pemeluknya yang abai akan pentingnya hal terssebut. Dari Islam, misalnya. Nabi Muhammad saw bersabda, “Sekiranya kiamat datang, sedang di tanganmu ada anak pohon kurma, maka jika dapat (terjadi) untuk tidak berlangsung kiamat itu sehingga selesai menanam tanaman, maka hendaklah dikerjakan (pekerjaan menanam itu).”
Hadits tersebut merupakan bahasa kiasan hiperbola atau majazi yang menyatakan akan pentingnya menanam pohon sekalipun itu telah terjadi kiamat. Meski pun tidak mungkin kiranya ada orang yang sempat menanam pohon meski bencana sedang berlangsung. Jelas maksud dari hadis ini adalah hendak menyampaikan bahwa menanam pohon itu merupakan perkara yang sangat penting atau tidak berlebihan kiranya apabila dikatakan maha penting.
Selain itu, Sayyid Abdul Sattar Al-Maliji melihat ada sekitar 115 ayat yang berbicara tentang tumbuhan dan berbagai aspeknya. Bahkan, Tim Lajnah Pentaṣhih Mushaf Al-Quran tercatat ada 62 entri kosa kata yang berkaitan –sinonim, nama lain— dengan tumbuhan di dalam Al-Quran.
Dan salah satu ayat yang mengindikasikan fungsi tetumbuhan untuk menjaga keseimbangan ekosistem termaktub dalam Q.S. Al-Mu’minūn [23]: 19. “Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur; di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan.”
Pesan Hijau dari agama lain datang dari Kristen sebagai agama mayoritas di dunia. Terdapat dalam Kitab Kejadian 1:26-28. Menyatakan bahwa “Allah menjadikan manusia (laki-laki dan perempuan) menurut gambar dan rupa Allah dan memberi mereka kuasa atas seluruh bumi, termasuk semua binatang yang telah diciptakan Allah. Allah juga meminta keturunan manusia untuk memelihara seluruh bumi.
Senada dengan itu, pada Hari Bumi 2021. Pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus juga menyerukan bahwa pandemi covid-19 dan ekstremnya krisis lingkungan saat ini menjadi pengingat bahwa tidak ada lagi waktu yang memadai untuk bersikap santai menghadapi krisis perubahan iklim.
Dengan kita melihat, mengingat, dan mentafakkuri pesan –Firman- Tuhan yang disampaikan baik yang tertulis dalamkitab-Nya maupun tanda-tanda kebesaran-Nya yang tertuang dalam ciptaan-Nya. Karena dengan menjaga lingkungan, samahalnya dengan kita menjaga keberlangsungan untuk hidup kita. Karena oleh Tuhan manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang artinya keberadaanya bergantung pada kehidupan lain.
Karena jika planet yang sekarang kita pijaki ini sudah rusak maka tidak ada lagi planet lain sebagai penggantinya, kata Gretha Thunberg.