Sedang Membaca
Haul Nurcholish Madjid (9): Percik-percik Pemikiran Cak Nur tentang Teologi Islam
Avatar
Penulis Kolom

Mahasiswa Pascasarjana UM Parepare Sul-Sel

Haul Nurcholish Madjid (9): Percik-percik Pemikiran Cak Nur tentang Teologi Islam

Cak Nur 1

Membaca Nurcholish Madjid yang biasa disapa Cak Nur khususnya dalam pemikiran Islam,dibutuhkan suatu pembacaan yang holistik, diawal kemunculannya dalam dunia pemikiran islam,beliau banyak disalah pahami, dituduh sangat liberal bahkan ada yang menuduh sesat.

Cak Nur memang lebih dikenal sebagai tokoh pembaharu di pemikiran Islam, sekalipun Cak Nur kalau dibaca latar belakang pendidikan dimulai dari pesantren tradisional, Darul Ulum Jombang kemudian pindah ke pesantren modern Gontor, kemudian lanjut ke IAIN Syarif Hidayatullah mengambil jurusan sejarah kebudayaan islam kemudian lanjut ke Amerika.

Kalau kita membaca Cak Nur secara holistik, mungkin tidak akan timbul kesalahpahaman terhadapnya, namun kebanyakan dari tokoh tokoh yang mengkritisi Cak Nur itu tidak terlalu paham jalur pemikiran Cak Nur, penilaian mereka terhadap Cak Nur sangatlah parsial, mereka lebih banyak dipengaruhi hawa nafsu.

Namun hal itu sudah lumrah bahwa setiap ada pembaharu yang muncul, pasti akan timbul kontroversi. mengutip Buya Syafii Ma’arif, seorang teman Cak Nur di Amerika waktu belajar Islam kepada Fazlur Rahman, yang juga mantan ketua PP Muhammadiyah, mengatakan

“Setiap pembaru dimanapun dimuka bumi ini, hampir pasti dilawan, dicaci maki, dan dimusuhi, tetapi ajaibnya diam-diam diikuti. Ini juga berlaku atas Nurcholish Madjid yang telah bekerja keras untuk mengawinkan keislaman dan keindonesiaan.”

Cak Nur salah satu tokoh cendekiawan muslim yang berhasil mengawinkan ilmu-ilmu klasik islam dengan ilmu-ilmu kemodern-an, dianggap kontrversial karena kadang dia membongkar suatu kemapanan dalam pemikiran islam pada masa klasik dengan menerjemahkan ulang di masa modern dan tetap tidak meninggalkan yang klasik, karena penguasaannya yang sangat mendalam terhadap kitab kitab klasik yang menjadi referensi kaum santri, ditambah dengan penguasaannya terhadap ilmu-ilmu sosial yang merupakan ciri khas kemodern-an, sehingga dia berhasil mengawinkan terhadap kedua ilmu tersebut.

Baca juga:  Sarung: Tafsir dan Ruang

Cak Nur diterima oleh tokoh tokoh elit antara kedua organisasi terbesar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah. Dalam term yang menjadi landasan orang NU dikatakan “Al Mufadzatu alal qadiimissalih wal akhdzu bi ljadidil aslah“, memeliharah hal hal klasik yang dianggap baik dan mengambil hal hal yang baru yang lebih baik. Itu term yang coba diterjemahkan ulang Cak Nur dalam dunia modern saat itu.

Kita bisa melihat siapa saja yang menjadi model tokoh yang membentuk Cak Nur, Cak Nur lahir dari keluarga Kyai, dan menimba ilmu ilmu tradisional atau ilmu ilmu alat dari Kyai kampung, tapi dalam proses perkembangan mereka lebih banyak dipengarui oleh tokoh tokoh modernis, mulai dari M Natsir, Buya Hamka, Abd Hamid Hakim, dan tokoh sekaliber Fazlur Rahman, seorang cendekiawan ternama dari pakistan yang hidup di Amerika. Cak Nur juga banyak mengutip ulama besar yang menjadi rujukan ulama Wahabi yakni Ibnu Taimiyah.

Kalau kita merujuk ke pembagian ilmu-ilmu keislaman yang coba diklasifikasi oleh Prof. Harun Nasution dalam bukunya Islam ditinjau dari berbagai aspek, ada aspek teologi, aspek hukum, aspek filsafat, aspek sejarah, mistisisme atau tasawuf dan aspek pembaharuan. Cak Nur adalah sosok yang masuk dalam kategori penguasaan terhadap filsafat islam dan pembaharuan pemikiran islam, walaupun ilmu-ilmu lainnya tidaklah asing baginya.

Baca juga:  Nadlan: Ilmu Para Maling

Misalnya aspek teologi, Cak Nur disebagian karyanya banyak mengupas konsep-konsep eskatologis tentang keimanan. Pendekatan pendekatan dalam mengupas teologi islam diramu dalam bahasa yang lebih mudah dipahami, itu karena penguasaan grammar bahasa arab dan linguistiknya sangat ia kuasai. Sehingga dengan mudah dia menerjemahkan teologi yang begitu rumit dengan polesan penjelasan yang sifatnya kekinian dan mudah dipahami.

Dalam bukunya karyanya “Pintu-pintu Menuju Tuhan”, salah satu buku yang cukup bergizi, ada kumpulan-kumpulan tulisan yang mengupas berbagai ajaran-ajaran dasar Islam, dengan penjelasan yang singkat, bermakna dan mudah dipahami. Disitu Cak Nur mengupas tentang makna iman yang dinamis, mencoba dikaitkan dengan term amanah dan term aman, ketiganya merupakan (asal kata) yang sama, artinya bahwa seorang yang beriman yang benar mestilah dia seorang yang amanah, dan orang ada disekitarnya seharusnya ada rasa aman di lingkungannya. Begitulah Cak Nur dalam mengupas berbagai persoalan keagamaan, dia sangat kaya dengan berbagai konsep konsep kunci tentang wawasan keislaman.

Begitupun ketika mengupas tentang Tauhid ajaran yang sangat prinsipil dalam Islam. Cak Nur tidak mengupas dengan pendekatan konvensional yang kaku, dia mencoba menerjemahkan dengan pendekatan yang humanis, tanpa meninggalkan akar tauhid yang bisa menjerumuskan manusia dalam perbuatan syirik. Dia sangat mengedepankan visi kemanusiaan dalam ajaran tauhid, bahwa manusia itu adalah makhluk yang terdepan diantara makhluk makhluk ciptaan Tuhan (S.95.4).

Baca juga:  Ramadan: Menyadari Kesalahan atau Memamerkan Kesalehan?

Dalam pengamatan Cak Nur, jangan sampai manusia jatuh dalam hal-hal yang sifatnya tidak substantif padahal pada dirinya terdapat potensi yang sangat berharga. Semua makhluk memberi penghormatan kepada manusia ketika adam diciptakan oleh Tuhan, artinya bahwa manusia punya kapasitas modal yang sangat besar, malaikat pun makhluk yang terdekat kepada Tuhan juga harus memberikan penghormatan kepadanya karena kapasitas memori seorang adam lebih di atas dari pada malaikat, itulah yang digambarkan Cak Nur ketika mencoba memberikan interpretasi terhadap kalimat tauhid.

Dalam memaknai tauhid, Cak Nur mencoba memberikan peringatan kepada kita, supaya membebaskan nilai-nilai kepalsuan yang di simbolkan “la ilah”, atau membebaskan diri kita terhadap kepercayaan yang palsu yang tidak memberikan nilai-nilai eskatologis kita ke depan, yaitu hari akhir, lalu menekankan kalimat sesudahnya yakni “illallah”sebagai afirmatif atau penegasan bahwa Allah lah Tuhan yang sebenarnya.

Itulah sekelumit percik-percik pemikiran yang dapat diramu yang tentu saja, penulis sangat tidak punya kapasitas (secara menyeluruh) untuk membincang berbagai aspek pemikiran tentang Cak Nur, seorang tokoh besar pembaharuan islam yang dimiliki Indonesia, tulisan ini kami persembahkan untuk haul Cak Nur yang ke-14, mudah-mudahan banyak tokoh-tokoh yang bisa melanjutkan visi islam yang di gaungkan oleh Cak Nur, sebagai tokoh inklusif, moderat, pluralis, dalam visi keislaman, kemodern-an dan keindonesiaan.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top