Sedang Membaca
Etika Kerja Menurut Imam Tajuddin Assubuki: Dari Menjadi Khalifah hingga Pengasuh Anjing
Idris Sholeh
Penulis Kolom

Wakil Ketua di Lembaga Dakwah PBNU dan Kepala Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Luhur al Tsaqafah, Jakarta Selatan

Etika Kerja Menurut Imam Tajuddin Assubuki: Dari Menjadi Khalifah hingga Pengasuh Anjing

Jelang Munas Alim Ulama (1): Lima Riwayat Sunan Kalijaga di Pulau Lombok 1

Bagi masyarakat pesantren, nama besar Syaikhul Islam Tajuddin Abdul wahab bin Ali Taqiyyudin Assubuki ( 727 H – 771 H ) tidak begitu asing. Seorang kiai biasa membaca kitab-kitab berukuran besar dari karya beliau, seperti Jam’ul jawami’, al Asybah wa al Nazdair, atau lainnya. Karya Assubuki, secara umum banyak mengkaji ilmu ushul fikih dan fikih bermazhab Syafi’i, karena memang salah satu tokoh membela mazhab paling gigih. Apa buktinya?

Buktinya, beliau menulis ensiklopedia biografi para tokoh mazhab Syafi’i, yaitu kitab Tabaqat al Syafi’iyah al Kubra.

Di usianya yang sangat belia sekitar dua puluh sembilanan, Assubuki sudah menggantikan ayahnya, Syekh Taqiyyudin Assubuki menjabat sebagai kepala Qadhi. Jabatan itu diembannya hingga beliau meninggal dunia pada usia empat puluh empat tahun karena serangan  wabah Tha’un yang menyebar di wilayah Damaskus.

Beliau juga tercatat sebagai guru besar di beberapa lembaga pendidikan ternama, seperti al ‘Adiliyah, al Ghazaliyah, al Nashiriyah, al Syamiyah, dan Darul Hadits al Asyrafiyah. 

Meskipun ketokohannya lebih dikenal sebagai ulama pakar fikih dan ushul fikih, namun ada salah satu karyanya yang membahas tentang etika kerja atau profesi, yaitu kitab Mu’id al Ni’am wa Mubid al Niqam (mengembalikan anugerah dan memutus penderitaan). Tidak diragukan, kitab ini menjadi rujukan utama bagi para sarjana yang mengkaji sejarah, sosial politik, dan manajemen pemerintahan atau perkantoran.

Baca juga:  Sedikit Membincang Metodologi Tafsir Gus Awis dalam Karyanya Hidāyatul Qur’ān

Dalam karya tersebut, beliau menawarkan beberapa informasi sangat penting, terutama berkaitan dengan jabatan dan sistem admistrasi negara pada zaman pemerintahan Kesultanan Seljuk, yaitu imperium Islam Sunni pada abad pertengahan.  

Pekerjaan adalah Anugerah Tuhan

Yang menarik dari pemikiran beliau adalah faktor etikalah yang menjadi penentu atas kesuksesan sebuah pekerjaan. Baginya, segala jenis pekerjaan merupakan amanah dan anugerah Tuhan, maka harus kita jalani dengan ikatan spirit agama yang kuat. Oleh karena itu mudah ditemukan dalam karyanya, kritik keras beliau terhadap praktek-praktek penyimpangan yang dilakukan, baik oleh individu atau kelompok masyarakat yang merusak hakikat agama. 

Lebih jauh lagi, Assubuki melihat pekerjaan seperti jabatan di instansi pemerintahan memiliki tanggung jawab tidak sekedar kepada pimpinan, namun ada yang lebih penting lagi, yaitu tanggung jawab di hadapan agama yang berkaitan langsung dengan kemaslahatan masyarakat umum. Seseorang yang memegang jabatan atau menjalankan suatu profesi apapun, harus sepenuhnya menyadari bahwa dia sedang berada dalam naungan rahmat Tuhan. Buktinya, anugerah jabatan atau profesi tidak akan terasa nilainya, kecuali setelah kehilangan jabatan atau profesi tersebut, maka hendaklah seseorang selalu bersyukur atas anugerah tersebut.

Latar belakang disusunnya kitab Mui’d al Ni’am wa Mubid al Niqam, tidak lain menjawab pertanyaan yang datang kepada Assubuki. Apakah ada cara bagi seseorang yang kehilangan jabatan atau profesi, ketika ia menempuhnya akan bisa kembali lagi ?

Baca juga:  Mengenal Kitab Pesantren (11): Qurratul Uyun, Kitab Pendidikan Seks Bagi Santri

Assubuki menjawab dengan tiga langkah, pertama ; hendaknya seseorang mengetahui dari mana datangnya musibah tersebut, setelah diketahui penyebabnya segeralah bertaubat untuk tidak mengulagi kesalahan kembali.

Kedua, hendaknya seseorang menyadari bahwa dibalik musibah pasti ada faidah, maka hatinya akan legowo. Ketiga, kemudian hendaklah berdoa kepada Tuhan dengan cara yang sudah disebutkan di atas.

Profesional dalam Pekerjaan

Tiga langkah yang ditawarkan oleh Assubuki, sejatinya memberikan pemahaman bahwa seseorang dalam mengemban jabatan atau profesi, hendaklah menjalankannya  dengan profesional dan penuh tanggung jawab. Sesekali ia melakukan kesalahan, maka akan berakibat hilangnya jabatan atau profesi tersebut. 

Dalam karyanya, Assubuki menyebutkan contoh sekitar seratus tiga belas nama jenis jabatan dan profesi yang berlaku pada zamannya, disertai dengan kiat-kiat untuk mempertahankan sehingga sukses dalam mengemban anugerah Tuhan. Assubuki tidak melihat jenis jabatan atau profesi itu terhormat dimata manusia atau rendah, namun yang paling terpenting adalah profesionalitas dalam menjalankannya.

Pada halaman ke-13 misalny Assbuki menyebutkan contoh ketiga yaitu  jabatan khalifah, para mentri, atau hakim, “Jika kamu diamanatkan oleh Tuhan menjadi pemimpin, hendaklah selalu memikirkan nasib rakyat, bersikap adil dalam memutuskan perkara, sama di mata hukum, menghindari berpihak sebelah, tidak mendengar satu sama lain kecuali ada argumen yang jelas, tidak bergantung terhadap aduan orang pertama. Jika ditemukan dirimu cenderung mendengarkan aduan orang pertama dan mengabaikan pihak lain, maka ketahuilah bahwa dirimu telah bersikap zalim terhadap rakyat.”

Baca juga:  Sabilus Salikin (72): Tata Cara Khalwat 40 Hari Tarekat Qadiriyah

Tidak hanya menyebutkan contoh jabatan mungkin dimata masyarakat terhormat, pada halaman seratus empat puluh lima, Assubuki menyebutkan contoh jenis profesi ke seratus tujuh, yaitu al Kalabazi ( pengasuh anjing ), “Demi Allah, profesi ini merupakan anugerah Tuhan, menjadi pelayan anjing bukan pembuat arak. Barang siapa bersyukur atas anugerah tersebut, hendaklah bersikap baik pada anjing pemburu, ketahuilah dalam setiap hati yang ikhlas terdapat pahala. Jika dalam melayani anjing pemburu mendapatkan upah, maka itu anugerah yang kedua. Jika sebab mengasuh anjing pemburu mendapatkan jabatan, maka itu anugerah yang ketiga. Oleh karena itu hendaklah selalu bersyukur dengan cara menjalankan pekerjaan tersebut penuh tanggung jawab dan profesional.”

Jabatan pemimpin atau profesi pengasuh anjing sejatinya merupakan amanah dan anugerah Tuhan, maka harus dijalankan penuh amanah dan tanggung jawab dengan semangat agama. Jabatan atau profesi itu sangat berarti, kita akan merasakan penderitaan menjadi pengangguran saat jabatan atau profesi itu hilang dari diri kita. Wallahu ‘Alam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top