Usai ziarah ke Maulana Rumi, aku menuju Bukit Aladin untuk istirahat sejenak dan minum Cai, sambil memandangi kota Konya, Turki.
Bukit itu berada di dekat makam Syamsi Tabriz, guru Rumi. Nama Aladin diambil dari nama salah satu sultan yang memerintah di Kesultanan Seljuk. “Ala ad-Din Kayqubad bin Kaykavus,” inilah nama lengkap Aladin. Saya kurang tahu, mengapa Aladin yang memerintah tahun 1220 to 1237 menjadi nama fiksi, nama jin, yang hari ini sedang booming filmnya. Mungkin juga nama yang berbeda.
Di atas bukit Aladin inilah dahulu dibangun istana Kesultanan Seljuk. Di sini aku teringat kata-kata sang Darwish Syamsi Tabrizi yang amat mengesankan:
لا ضرر ولا ضرار. كن رحيماً. لا تكن نماماً حتى لو كانت كلمات بريئة. لأن الكلمات التي تنبعث من أفواهنا لا تتلاشى بل تظل في الفضاء اللانهائي إلى ما لا نهاية، وستعود إلينا في الوقت المناسب. إن معاناة إنسان واحد تؤذينا جميعاً. وبهجة إنسان واحد تجعلنا جميعاً نبتسم.
“Jangan lukai dirimu dan jangan pula lukai orang lain. Jadilah penyayang. Jangan menghasut (memprovokasi), meski dengan kata-kata/ucapan yang tampaknya tidak mengandung salah. Kata-kata yang keluar dari lidah kita tak akan lenyap. Ia akan terekam dalam ruang maya yang tak terbatas. Kata-kata itu pada saatnya akan datang kembali kepada kita. Sungguh penderitaan satu orang akan membuat kita semua menderita. Kegembiraan satu orang akan membuat kita semua tersenyum.
Jangan menyakiti dan melukai sesama, apalagi menyakiti dan melukai negeri yang kita cintai. Karena menyakiti negeri, otomatis kita menyakiti dan melukai manusia dan segenap isinya.