Sedang Membaca
Fenomena Manusia Post Modern, Lebih Suka Mencari Kesalahan Orang Lain
Hunafa Nabililmuna
Penulis Kolom

Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga, tinggal di instagram @hunafamn.

Fenomena Manusia Post Modern, Lebih Suka Mencari Kesalahan Orang Lain

Hidup Tanpa Menuding

Ada seorang bijak berkata: “Tahukah engkau bahwa nikmat terbesar menjadi manusia adalah kemerdekaan dan kedaulatan?”

Menjadi manusia saja sebenarnya memang sudah menjadi nikmat yang tak terkira. Memiliki kebebasan dan kedaulatan berkehendak, bagi saya ini adalah nikmat eksklusif yang tak mungkin saya rasakan bila saya adalah sebuah batu di pinggir kali atau selembar daun kering di hutan rimbun.

Namun, sayangnya banyak dari kita (atau lebih tepatnya saya) menyalahpahami kepemilikan akan hak eksklusif ini. Bahwa seringkali kita (atau lebih tepatnya saya) lupa bahwa nikmat kemerdekaan dan kedaulatan ini diiringi ujian berupa tanggung jawab: apakah dengan nikmat ini saya akan mampu memberi ruang bagi selain saya dan menjaga keharmonisan alam semesta atau justru sebaliknya, merusaknya?

Sebagai manusia post modern, kita sudah overload kemudahan. Kita terlalu banyak disuguhi kemudahan-kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan yang seringkali membuat kita selain tidak sabaran, juga menjadi tidak mandiri, tidak tanggap saat menghadapi masalah, cenderung menyalahkan hal-hal yang di luar diri kita. Dan semua hal ini lah yang telah membuat kita lupa akan kedaulatan kita sebagai manusia.

Arus globalisasi yang semakin deras, menyajikan kita akses yang begitu mudahnya kepada hal-hal yang tanpa internet dan perangkat modern lainnya, mustahil kita dapatkan. Tentang kebudayaan misalnya, manusia sekarang tentu selain lebih mengerti, melainkan juga lebih terbuka terhadap kebudayaan-kebudayaan yang di luar kebudayaan native-nya. Belum tentang ideologi, pemikiran, hingga komunikasi antar agama, semua bermuara dalam satu wadah raksasa bernama internet.

Baca juga:  Teladan Gus Dur dan Pesan Kemanusiaan dari Perempuan Penjual Wayang

Sayangnya, tak hanya interaksi komunikasi antar kelompok kebudayaan, agama, pemikiran, dan apapun itu yang kita temukan dari internet, melainkan juga perdebatan-perdebatan yang tidak sehat antar kelompok. Saling menyalahkan, saling menjatuhkan. Lama-lama rasanya tingkah laku manusia modern mungkin saja (ini hanya suuzan saya, semoga saja tidak) mengalami kemerosotan moral, kemerosotan kemanusiaan. Mengedepankan ego, menghiraukan dialog, rispek, dan rasa ingin saling memahami.

Dan tahukah engkau kenapa ini bisa terjadi? Kembali lagi adalah karena kita, manusia post modern ini sudah lupa akan satu hal: kedaulatan yang dititipkan Tuhan adalah atas diri kita sendiri bukan atas entitas di luar diri kita. Masalah nanti jika engkau menjadi pemimpin negara, kampung, atau apa pun yang kau diberikan kekuasaan atasnya nanti, kau harus ingat bahwa pada dasarnya, kedaulatan tertinggi yang kau miliki itu adalah hanya, sekali lagi hanya, untuk dirimu sendiri.

Manusia post modern sekali lagi harus diingatkan dan disadarkan akan ini, lagi dan lagi. Sampai kita semua sadar sepenuhnya. Sebab apa? Sebab sadar atau tidak, arus benar-salah, baik-buruk, pada zaman ini semakin lama semakin bias. Ketika perspektif masyarakat, tak hanya Indonesia, namun seluruh dunia dengan mudah sekali digiring oleh pihak-pihak yang seolah “berkuasa” atas kita. Dan ini terjadi tak hanya di lingkup besar, namun juga lingkup terkecil, seperti di ruang-ruang kelas di sekolah-sekolah, atau di ruang-ruang keluarga di rumah-rumah. Dan bukan, ini bukan ajakan untuk makar atau memberontak, ini adalah sekali lagi, ajakan untuk mengingatkan kita bahwa kita ini berdaulat atas diri kita sendiri.

Baca juga:  Kuntowijoyo dan Agama Amal

Dari semua perspektif, pemikiran, informasi yang kita dapatkan dari internet atau dari mana pun, pada akhirnya kita lah yang bertugas untuk memilih secara sadar, dan menentukan mana yang kita ambil dan terapkan untuk diri kita sendiri, dan bukan untuk memaksakannya pada orang lain. Karena apa? Ya karena kita sejatinya kita hanya berdaulat untuk diri kita sendiri. Saya tidak akan bosan menuliskan kalimat ini.

Dan karena itulah kemerdekaan yang juga dititipkan kepada kita akan menjadi tanggung jawab untuk tidak dengan mudahnya merampas kedaulatan orang lain atas dirinya.

Manusia sejak berabad-abad lalu menciptakan banyak aturan dan regulasi dengan harapan terciptalah kehidupan yang harmonis. Namun, selama manusia lupa akan kedaulatan atas dirinya, selama itulah mimpi itu hanya menjadi angan. Sebab selama itulah manusia tidak sadar bahwa ia adalah tanggung jawab dirinya sendiri, dan hendaknya, atau lebih tepatnya adalah harusnya, fokus mengurus dan mengendalikan dirinya sendiri dan bukan orang lain.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top