Tidak seperti ulama lainnya yang berada di Jawa, kecenderungan sejarah atau biografi ulama di luar Jawa terutama yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat –sependek bacaan saya– tak banyak yang membukukan atau mencoba untuk menelisik kembali berbagai sejarah daerah terutama para tokoh ternama, padahal di Nusa Tenggara merupakan salah satu pusat penyebaran Islam di wilayah Indonesia Timur.
Sederet nama-nama besar pernah dimiliki oleh Nusa Tenggara seperti Syekh Abdul Ghani al-Bimawi, Syekh Ibrahim as-Sumbawi, Syekh Muhammad ‘Ali ibnu ‘Abdul Rasyid sampai Syekh Zainuddin as-Sumbawi. Nama yang saya sebut terakhir ini memang terdengar asing oleh masyarakat Nusa Tengara atau bahkan asing didengar oleh masyarakat Sumbawa. Akan tetapi, Syekh Zainuddin masyhur di kalangan ulama yang bersinggungan dengan Mekkah di sekitar abad ke-19 M.
Syekh Zainuddin adalah satu dari sekian ulama yang memiliki sederet karya besar, seperti Sirajul Huda ila Bayani ‘Aqaidit Taqwa. Ini karya penting tentang tauhid dalam mazhab Ahli Sunnah wal Jamaah.
Kitab tauhid atau akidah yang ditulis Syekh Zainuddin lainnya berjudul Minhajus Salam fi Tafsil ma yata’allaqu bil Iman wal Islam. Tentu saja, beliau menulis kitab fikih, dalam hal ini tentang haji dan umrah, judulnyaWaraqatun Qalilatun fi Manasikil Hajji wal ‘Umrah ‘ala Mazhab al-Imam asy-Syafie. Syekh Zainuddin juga menulis satu karangan berjudul Tuhfatul Qudsiyah.
Sebagaimana ulama Nusantara lainnya, Syekh Zainuddin juga punya perhatian besar pada dunia tasawuf. Beliau adalah ulama tarekat. Tercatat tarekatanya Qadiriyah melalui guru Syekh Muhammad Mukrim, Mufti Hamad di Syam dan mencapai tingkat Khalifah.
Keterangan Khalifah pada tarekat Qadiriyah ini ditulis oleh Syekh Muhammad Azhari al-Falimbani dalam karyanya Badi’uz Zaman, yaitu :
“……..Syaikhuna al-‘Alim al-‘Allamah al-Khalifah at-Tarekah al-Qadiriyah asy-Syaikh Muhammad Zainuddin as-Sumbawi, ia mengambil dari Syaikhnya as-Saiyid Muhammad Mukrim, Mufti negeri Hamad benua Syam. Yang ia mengambil dari Masyaikh-Masyaikh ilan Nabi s.a.w yang muttasil hingga sekarang ini. Dan jika hendak mengetahui salasilah tarekat ini lihat di dalam Tuhfatil Qudsiyah bagi Syaikhunal mazkur asy-Syaikh Muhammad Zainuddin As-Sumbawi…..”
Tulisan Syekh Muhammad Azhari al-Falimbani ini, ia tulis untuk merekam ingatannya atas sang guru yang mengajarinya tarekat Qadiriyah. Selain itu, terdapat keterangan sang murid, yaitu Syekh Ahmad bin Muhammad Zaini al-Fathani (1272 H/1856 M-1325 H/1908 M) menerangkan:
“Dan mengkhabarkan kepada hamba oleh al-‘alim Tuan Zainuddin Sumbawa Rahimahumullah Ta’ala bahwasanya mengenai akan dia oleh penyakit karang, maka minum ia akan air rebusan kayu sepang dan kayu kendarang, mengekali ia dan hilang daripadanya penyakit itu semua sekali”.
Berbagai keterangan di atas, Syekh Zainuddin cukup terkenal di kalangan ulama Melayu. Atas berbagai dedikasi dan ilmu yang ia ajarkan kepada murid-muridnya membuat ia dikenal dan dikenang. Sebagai guru Syekh Zainuddin memiliki banyak murid yang kelak memiliki cukup pengaruh di Nusantara, seperti, Syekh Mukhtar bin ‘Atarid Bogor, Syekh Ali bin Abdullah al-Banjari, Kiai Muhammad Chalil bin Abdul Latif al-Manduri (Syekh Cholill Bangkalan), Syekh Abdul Hamid Kudus, Syekh Mahfuz bin Abdullah at-Tarmisi dan murid sedaerah dengan beliau yaitu Syekh Zainuddin Abdul Majid (Lombok).