Hilful Fudhul
Penulis Kolom

Mahasiswa Manajemen Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Pimpinan Alumni Pondok Pesantren Darul Furqan Kota Bima

Jejak Perjuangan Guru Muhammad Zainuddin Madjid, Pendiri Nahdlatul Wathan

Lahir pada tanggal 17 Rabi’ul Awal tahun 1315 H, di kampong Bermi Pancor Lombok Timur. Lingkungan keluarganya dikenal sebagai seorang yang alim, terutama ayahandanya, Tuan Guru Abdul Madjid.

Tuan Guru Muhammad Zainuddin semula bernama Muhammad Saqqaf, Nama ini bermula dari kedatangan dua ulama yang berasal dari tanah Hadhramaut dan Maghrabi yang memiliki kesamaan nama yaitu Saqqaf, maka dua ulama itu meminta TG. Abdul Madjid untuk memberi nama Saqqaf kepada anaknya yang sebentar lagi akan lahir.

Lahir dari seorang ayah yang alim bernama Abdul Madjid dan ibunya bernama Hajjah Halimatus Sa’diyah, sebagai anak bungsu. Keluarga ini diberi anak sebanyak enam orang yaitu Siti Syarbini, Siti Chilah, Hajjah Saudah, Haji Muhammad Shabur dan Hajjah Masyithah serta Muhammad Saqqaf yang kemudian hari dikenal sebagai ulama besar dari Pancor.

Riwayat Pendidikan Sang Wali Pancor

Sebagaimana umumnya ulama besar lainnya, Muhammad Saqqaf dididik dalam lingkungan keluarga yang langsung diajarkan oleh ayahandanya sendiri mengenai ilmu Qur’an dan lainnya.  Kemudian pada umur 9 tahun, beliau dimasukkan kedalam sekolah formal yaitu Sekolah Rakyat Negara atau lebih dikenal sebagai sekolah Gubernemen di Selong Lombok Timur sampai 4 tahun lamanya, berakhir ditahun 1919 M. setelah itu, ayahanda beliau menitipkan anaknya untuk dididik oleh ulama ternama di Nusa Tenggara seperti Tuan Guru Syarafuddin, Tuan Guru Muhammad Sa’id dari Pancor serta Tuan Guru Abdullah bin Amaq Dulaji dari Kelayu Lombok Timur.

Pada tahun 1923 M, menjalang musim haji Muhammad Saqqaf yang baru berumur 15 tahun, diberangkatkan ke tanah suci untuk melanjutkan studinya dengan maksud memperdalam pengetahuannya tentang agama. Di Makkah beliau belajar selama 12 tahun lamanya, guru pertamanya di Masjidil Haram adalah seorang ulama keturunan Palembang bernama Syaikh Marzuki, kemudian bertemu Haji Mawardi yang menjadi awal mula ketertarikan Muhammad Saqqaf pada Madrasah ash-Shaulatiyah yang saat itu dipimpin oleh Syaikh Salim Rahmatullah yang juga keturunan pendiri Madrasah Shaulatiyah yaitu Syaikh Rahmatullah.

Madrasah ash-Shaulatiyah adalah tempat belajarnya ulama nusantara yang kemudian cukup berpengaruh pada perkembangan Islam sekitar abad 19, seperti Tuan Guru Muhammad Zainuddin dan bahkan pendiri ormas terbesar yaitu Nahdatul Ulama, didirikan oleh KH. Hasyim Asy’arie juga pernah merasakan pendidikan di Madrasah ash-Shaulatiyah. Di Madrasah ini, Tuan Guru belajar dari ulama-ulama ternama sekaliber Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath, Sayyid al-Habib Muhsin al-Musawa, Sayyid Amin al-Kutbi, Syaikh Umar Bajunaid asy-Syafi’I, Syaikh Ali al-Maliki, Sayyid Muhammad Arabi at-Tubani al-Jazairi al-Maliki. Tuan Guru belajar selama 6 tahun di madrasah Shaulatiyah, dengan predikat lulus ‘Mumtaz’ atau dikenal sebagai predikat Summa Cumlaude, tepatnya lulus pada tanggal 22 Dzul Hijjah tahun 1353 H, di Ijazah inilah nama beliau digandi menjadi Muhammad Zainuddin.

Baca juga:  Orang Boti Dalam yang Terpencil, Hidupi Tradisi Bertani dalam Harmoni

Setelah lulus dari madrasah, Tuan Guru pun masih memanfaatkan waktunya untuk tetap belajar ilmu fiqh kepada Syaikh Abdul Hamid Abdullah al-Yamani, selain berguru dari ulama Timur Tengah sang Tuan Guru pun berguru pada ulama nusantara seperti Syaikh Mukhtar Betawi asy-Syafi’I, Syaikh Hasan Jambi asy-Syafi’I dan Syaikh Marzuqi al-Palimbani. Setelah mendapatkan pendidikan kurang lebih selamat 12 tahun, Tuan Guru memutuskan untuk kembali ke kampug halaman yaitu Lombok. Ditanah air pada tahun 1934 mendirikan pesantren al-Mujahidin, berselang 3 tahun kemudian mendirikan Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah yang kelak menjadi organisasi yang ditakuti oleh penjajah pada masa perjuangan kemerdekan, kemudian berkembang sampai saat ini.

Disiplin Ilmu Yang Dipelajari

Tuan Guru Muhammad Zainuddin Majid, selama masa menuntut ilmu berbagai disiplin ilmu dipelajari dari berbagai guru yang berbeda. Disiplin ilmu Tajwid. Al-Qur’an dan Qira’at ia belajar pada Syaikh Jamal Mirdad, Syaikh Umar Arba’in, Syaikh Abdul Latif Qari’, Syaikh Muhammad Ubaid, Syaikh Abu Bakar al-Palembani, Syaikh Sayyid Muhammad Arabi al-Tubani al-Jaza’iri al-Maliki.

Disiplin ilmu Fiqh, Tasawuf, Tauhid, Ushul Fiqh, dan Tafsir, berguru pada Syaikh Umar Bajunaid al-Syafi’I, Syaikh Marzuki al-Palembani, Syaikh Muhammad Sa’id al-Yamani, Syaikh Mukhtar Batawi, Syaikh Abdul Qadir Mandaili, Syaikh Abdul Hamid Abdurr Rabb al-Yamani, Syaikh Sayyid Muhsin al-Musawa, Syaikh Hasan Jambi, Syaikh Abdullah al-Lahaji al-Farisi.

Ilmu al-‘Arudl (Sya’ir, puisi Bahasa Arab), ia pelajari dari Syaikh Abdul Ghani al-Qadli, Syaikh Sayyid Muhammad Amin al-Quthbi, Syaikh al-Shalih Muhammad Shalih al-Kalantani, sedangkan ilmu Falaq, ia belajar pada Syaikh Salim Cianjur, Syaikh Khalifah, Syaikh al-Sayyid Ahmad Dahlan. Tuan Guru Muhammad Zainuddin Majid pun mempelajari ilmu al-Khatb (Kaligrafi huruf Arab) yang ia pelajari dari Khaththath Syaikh Muhammad al-Rais al-Maliki, Syaikh Dawud al-Rumani al-Fathani.

Dalam bidang Hadits, Tafsir, Fara’idh, Sirah/Tarikh, dan berbagai gramatika Bahasa Arab seperti Nahwu, Sharf dan Fiqh al-Lughah, antara lain belajar pada Syaikh Ali al-Maliki Sibawaihi Zamani, Syaikh Abdus Sattar al-Shiddiqi, Abdul Wahab al-Kuthi al-Maliki, Syaikh Jamal al-Maliki, Syaikh Umar Hamdani, Syaikh Abdullah al-Bukhary al-Syafi’I, Syaikh Salim Rahmatullah al-Maliki, Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath al-Maliki, Syaikh Mukhtar Makhdum al-Hanafi, Syaikh Sayyid Muhsin al-Musawa, Syaikh Sayyid Muhammad Amin al-Quthbi al-Hanafi, Syaikh Umar al-Faruq al-Maliki, Syaikh Abdul Qadir al-Salabi, Syaikh kyai Falak Bogor, Syaikh Malla Musa al-Maghribi.

Baca juga:  Proklamasi Kemerdekaan dalam Catatan Gus Dur

Selain itu, kecintaan beliau atas ilmu pengetahuan terus ditunjukkan dengan berbagai capaian yang telah dilakukan dan bahkan beliau mempelajari berbagai aliran pemahaman dalam Islam, seperti faham Ahlussunnah wa al-Jama’ah dan faham yang diangga ahl al-Bid’I, antara lain dengan mempelajari kitab-kitab terkait yaitu Kasyfu al-Irtiyab fi al-Radd ‘ala Muhammad Ibn Abd al-Wahhab karya Mufti Lebanon al-Ma’amili, Syawahid al-Haqq tulisan al-Nabhani al-Syafi’I, Kasyfu al-Syubhat fi al-Qira’at ‘ala al-Amwat yang dikarang oleh al-Rabi’ al-Syafi’I, Barahin al-Sathi’ah tulisan al-Azami al-Syaif’I, al-Raiyat al-Shugra tulisan al-Nabhani, al-Qawl al-Fashl yang dikarang oleh al-Haddad al-Syafi’I, al-Qawl al-Sadid fi al-Ijtihad wa al-Taqlid tulisan ‘Ali al-Maliki dan lain-lain.

Berjuang Di Tanah Air

Pada tanggal 15 Rabi’ul Akhir 1362 H atau 12 April 1943 M, beliau mendirikan madrasah Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah yang dikhususkan untuk perempuan, pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H/ 1 Maret 1953 M, mendirikan organisasi yang bergerak dalam bidang sosial, pendidikan dan dakwah yaitu Nahdlatul Wathan. NW adalah organisasi yang menjadi pusat pendidikan para patriot bangsa yang menginginkan kemerdekaan, perlawanan atas penjajahan di Lombok selalu diprakarsai oleh santri yang tergabung dalam organisasi NW. Hal ini, yang membuat penjajah mengawasi organisasi NW sekaligus Tuan Guru Muhammad Zainuddin, apalagi setelah peristiwa penyerbuan tanki militer NICA di Selong dipimpin langsung oleh adiknya Tuan Guru Muhammad Zainuddin yaitu Tuan Guru Muhammad Faisal pada tanggal 7 Juli 1946.

Pada tanggal 14 Agustus 1945, menyerah terhadap kekuatan sekutu tanpa syarat. Kondisi ini cukup berpengaruh terhadap langkah yang akan diambil oleh para pemimpin Indonesia. Desakan kaum muda terhadap Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, siding PPKI memutuskan untuk memproklamassikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Dengan mundurnya Jepang pada penjajahan di Indonesia, maka sekutu dalam hal ini menginginkan kembali Indonesia menjadi daerah jajahan sekutu. Keinginan ini, ditolak oleh bangsa Indonesia, maka lahir gerakan perlawanan diberbagai daerah, di Lombok pun ikut berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan yang dipelopori langsung oleh Tuan Guru Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dengan menjadikan NWDI sebagai pusat perjuangan masyarakat Lombok.

Perjuangan untuk ikut serta membangun agama dan bangsa, Tuan Guru berlanjut dengan terlibatnya beliau pada kontestasi politik nasional dengan ikut berjuang melalui partai Masyumi. Membangun karir politik sejak diangkat menjadi konsultat Nahdlatul Ulama pada tahun 1950, pengaruh Tuan Guru terhadap masyarakat NTB, membawa beliau ke puncak karir politik dengan diangkatnya beliau menjadi Badan Penasehat partai Masyumi untuk wilayah Lombok pada tahun 1952.

Baca juga:  Gus Dur Menyoal Ekstrimisme dalam Islam

Kemudian pada tahun 1953, Tuan Guru Muhammad Zainuddin Abdul Madjid membawa organisasi Nahdlatul Ulama ke pulau Lombok dan diperingati sebagai tahun lahirnya organisasi Nahdlatul Ulama di Lombok. Pada tahun 1953 sampai 1955, Tuan Guru dan organisasi Nahdlatul Wathan berafiliasi terhadap partai Masyumi, pemilihan umum pertama tahun 1955 membawa Tuan Guru diangkat menjadi Anggota Dewan Konstituante RI periode 1955-1959.

Pada pemilu tahun 1977, Tuan Guru telah bergabung kedalam partai Golongan Karya dan mengantarkan beliau menjadi anggota MPR-RI dari perwakilan daerah, sebelum itu pada tahun 1971, Tuan Guru sudah lebi dahulu menjadi anggota daerah dengan ikut berjuang melalui partai Golongan Karya atau dikenal dengan Golkar.

Tuan Guru Muhammad Zainuddin adalah ulama sekaligus politikus yang berusaha mengaktualisasikan peran politiknya melalui pendekatan Siyasah asy-Syari’ah, yaitu hal ini tergambar dari wasiat beliau ;

Agama bukan sekedar ibadah

Puasa sembahyang diatas sajadah

Tapi agama mencakup aqidah

Mencakup syari’ah mencakum hukumah (Mansukh)

(Wasiat No. 78, “Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru, Pengurus Besar Nahlatul Wathan, 2002).

Karya Tuan Guru

Dedikasi Tuan Guru Muhammad Zainuddin terhadap bangsa Indonesia dan ilmu pengetahuan dibuktikan dari sekian karya yang dimiliki seperti Risalat at-Tauhid yaitu kitab tauhid dalam bentuk soal jawab, Sullam al-Hija Syarh Safinat an-Naja, Nahdhat az-Zainiyah yaitu kitab tentang ilmu Faraidh dalam bentuk Nadzam, Nail al-Anfal yaitu ilmu Tajwid, doa dan wirid dalam bentuk Hizb Nahdhat al-Wathan untuk laki-laki dan Hizb Nahdhat al-Banat untuk perempuan dan banyak lagi karya lainnya dalam bentuk kitab. Selain itu, beliau membuat karya dalam bentuk lagu perjuangan dan nasyid kedalam 3 bahasa yaitu Arab, Indonesia dan Sasak seperti Ta’sis NWDI (Anti Ya Pancor Biladi), Ya Fata Sasak, Ahlan bi Wafdi az-Zairin, Tanawwar, Mars Nahdlatul Wathan, Bersatulah Haluan, Pau Gama’ dan banyak lagi karya lainnya.

Tuan Guru Muhammad Zainuddin Abdul Madjid atau dikenal dengan sebutan Wali Pancor wafat pada tahun 1997, tepatnya pada hari Selasa tanggal 21 Oktober 1997 M dengan hitungan Masehi beliau meninggal diumur 99 tahun, sekitar pukul 19:53 WITA. Tuan Guru Muhammad Zainuddin Majid merupakan ulama yang banyak mewarisi banyak karya dalam bentuk kitab, contoh bagi ulama yang memiliki dedikasi besar terhadap bangsanya, juga mewarisi ormas Nahdlatun Wathan.

Al-Fatihah

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top